Catatan Agus Dei, Penulis merupakan seorang akademisi/ mantan wartawan

Denpasar (Metrobali.com)-

Mungkin kita masih ingat kata PAM Swakarsa adalah singkatan dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa. Pada masa Orde Baru, mereka adalah sebuah organ paramiliter yang dibentuk militer untuk membendung aksi demonstrasi mahasiswa. Dalam sejarahnya, Pam Swakarsa pernah terlibat dalam pengamanan Sidang Istimewa 10-13 November 1998 yang melantik B.J Habibie sebagai presiden. Tugas mereka saat itu, mengamankan Sidang Umum MPR pada Oktober 1999; serta membantu aparat membendung demonstrasi mahasiswa yang menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya.

Sesungguhnya PAM Swakarsa saat itu merupakan bentuk pengamanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengamankan lingkungannya masing-masing. Namun, penggunaannya lebih mengarah pada kepentingan politis. Kini PAM Swakarsa kembali dihidupkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dengan tujuan mulia, ingin menggali segala potensi masyarakat serta bagaimana peran serta masyarakat dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayahnya masing-masing.

Khusus kita di Bali, kata PAM Swakarsa sama sekali tak terdengar. Sebab krama Bali hidup dengan selalu menjunjung tinggi adat istiadat serta akar budaya yang begitu kuat.

Ketika menjabat Gubernur Bali 2018-2023, Dr, Ir, I Wayan Koster, MM bersama Wagub Prof. Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawsati, M.Si membangun Bali Era Baru dengan 22 Misi yang dituangkan/dirangkum dalam 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru.

Satu di antaranya adalah program menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, serta mewujudkan kehidupan Krama Bali yang sejahtera dan bahagia Niskala Sakala sesuai dengan visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, diperlukan sistem pengamanan lingkungan masyarakat secara terpadu, bersifat kultural, dan berbasis Desa Adat. Pada wewidangan Desa Adat terdapat berbagai komponen keamanan yang berfungsi menciptakan ketentraman, ketertiban, dan keamanan masyarakat.

Kata pak Koster dalam perbincangan dengan penulis, sesungguhnya telah lama komponen-komponen keamanan yang ada di Wewidangan Desa Adat, seperti: Pecalang, Babinkamtibmas, Babinsa, Linmas, dan Satpam dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya tidak terintegrasi secara baik.

Kondisi demikian, kerap menciptakan disharmoni antar komponen keamanan
dalam menyelesaikan masalah keamanan di Wewidangan Desa Adat.

Terlalu lama Pemerintah Daerah, tidak memiliki keberanian dalam mengambil
tindakan strategis guna membangun sistem komunikasi dan koordinasi antarkomponen keamanan di Wewidangan Desa Adat.

Menjawab kondisi itu, Pak Koster, mengambil langkah cerdas dan original dengan membentuk Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat, yang mengintegrasikan Pecalang, Babinkamtibmas, Babinsa, Linmas, dan Satpam dalam semangat guyub, gotong-royong, dan harmonis dalam wadah Forum Sipandu Beradat yang secara serentak terbentuk di 1.493 Desa Adat, Kecamatan, dan Kota/Kabupaten se-Bali.

Hebatnya, pemberlakuan Forum Sipandu Beradat secara resmi diluncurkan langsung oleh Kepala Kepolisian RI, Bapak Jend. Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si yang memberi penghargaan dan apresiasai tinggi kepada pak Koster.

Adanya Forum tersebut, maka pengamanan di wilayah Desa Adat dapat dikelola dengan baik dalam menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat. Forum Sipandu Beradat ini juga menjadi sistem pengamanan terpadu berbasis masyarakat dan bersifat kultural yang pertama di Indonesia yang didanai melalui APBD Propinsi Bali.

Belum lama ini dalam sebuah wawancara di arena Pesta Kesenian Bali, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Propinsi Bali, IG.A.K. Kartika Jaya Seputra menceritakan, ikwal hadirnya Peraturan Gubernur No. 26 tahun 2020, dimaksudkan sebagai pedoman dalam mengintegrasikan dan mensinergikan pelaksanaan kegiatan komponen sistem pengamanan lingkungan masyarakat berbasis Desa Adat dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola.

Menurutnya, Peraturan Gubernur yang sdah berumur 4 tahun ini, bertujuan, untuk mewujudkan ketertiban, keamanan, dan ketentraman lingkungan serta perlindungan wilayah dan Krama Desa Adat, Krama Tamiu, dan Tamiu secara berkelanjutan. Ruang lingkup Peraturan Gubernur lanjutnya, meliputi, komponen Sipandu Beradat, tata kelola Sipandu Beradat, peningkatan kemampuan Pecalang, sarana prasarana, pemberdayaan, dan pendanaan. Sipandu Beradat dibentuk di Desa Adat, di Kecamatan, di Kabupaten/Kota, dan di Provinsi.

Komponen Sipandu Beradat di Desa Adat yang meliputi unsur Pacalang, pelindungan Masyarakat (Linmas), Bhayangkara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), dan/atau Pam Swadaya terdiri dari Satuan Pengamanan (Satpam), dan/atau Bantuan Keamanan Desa Adat (Bankanda).

Pergub Nomor 26 tahun 2020 itu mendapat respon baik dari Desa Adat se Bali, sebab forum Sipandu Beradat memiliki tugas mulia yakni mengumpulkan data yang berpotensi memunculkan situasi gangguan ketertiban, ketentraman, keamanan, dan kerawanan sosial. Menerima laporan terjadinya potensi gangguan ketertiban, ketentraman, keamanan, dan kerawanan sosial. Menganalisis data dan laporan mengenai potensi terjadinya gangguan ketertiban, ketentraman, keamanan, dan kerawanan sosial. Melaporkan temuan/potensi gangguan ketertiban, ketentraman, keamanan, dan kerawanan sosial kepada pejabat yang berwenang dalam hal ini Polri serta menyampaikan rekomendasi penyelesaian masalah, dan menyampaikan laporan berkala atau sewaktu-waktu bilamana diperlukan.

“Intinya Sipandu Beradat dalam pelaksanaan di lapangan selalu bersinergi dengan Polda Bali dan seluruh Stakeholder sehingga mampu mengantisipasi tidak berkembangnya ambang gangguan menjadi potensi gangguan ataupun bahkan menjadi gangguan nyata serta menyelesaikan berbagai gangguan keamanan,” jelas Kartika Jaya Seputra.

Sementara itu, Prof Dr. WP Windia, SH., M.Si Ahli Hukum Adat Bali Universitas Udayana menilai, penerbitan Peraturan Gubernur No. 26 tahun 2020 saat itu, dimaksudkan sebagai pedoman dalam mengintegrasikan dan mensinergikan pelaksanaan kegiatan komponen sistem pengamanan lingkungan masyarakat berbasis Desa Adat dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban, keamanan, dan ketentraman lingkungan serta perlindungan wilayah dan Krama Desa Adat, Krama Tamiu, dan Tamiu secara berkelanjutan.

“Sudah tepat mengintegrasikan dan mensinergikan tugas Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat dibentuk Forum Sipandu Beradat tingkat Desa Adat, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Forum Sipandu Beradat memiliki fungsi pre-emtif dan preventif dalam penanganan keamanan dan ketertiban lingkungan di Desa Adat,” tutur Prof Windia.

Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Propinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet menilai, kehadiran Sipandu Beradat sebagai alat deteksi dini potensi timbulnya kembali organisasi-organisasi masyarakat yang mengarah pada premanisme dan narkoba. Kata dia, ke depan Bali akan dihadapkan pada beberapa event Internasional apalagi pengamanan menjelang akhir tahun 2024. Ini menjadi tantangan bagi warga Bali untuk tetap menunjukkan bahwa Pulau Dewata ini pantas menjadi icon Indonesia di mata Dunia yang selalu aman dan damai.

“Dengan adanya Sipandu Beradat diharapkan bahwa Bali mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat Bali itu sendiri maupun luar Bali bahkan internasional. Tidak hanya sebagai pendukung dalam menciptakan kamtibmas, Sipandu Beradat harus mampu menjadi garda terdepan dalam pengawasan di masyarakat sesuai dengan wilayah kerja masing-masing,” paparnya.

Peran Sipandu Beradat terbukti dalam ikut mencegah masalah kamtibmas KTT G-20 tahun 2022 lalu serta lini pertama stabilitas wilayah saat World Water Forum (WWF) bulan Mei 2024. Masyakat Bali harus bangga, sebab salah satu komponen penting Sipandu Beradat adalah pecalang.

Mereka dilibatkan dalam pengamanan Internasional di kawasan pelaksanaan KTT, WWF maupun tempat wisata. Pecalang tidak lagi dipandang sebelah mata yang hanya sebagai pengaman saat berbagai kegiatan ritual keagamaan. Kini mereka ikut mengambil tugas kepolisian yang terbatas. Forum Sipandu Beradat merupakan bentuk kemitraan polisi dengan masyarakat berbasis community policing, yang memiliki komponen, antara lain, bankamda, pecalang, linmas, satpam, dan komponen keamanan lainnya di bawah binaan bhabinkamtibmas dan babinsa di tingkat desa adat.

Keberadaan Pergub Nomor 26 tahun 2020 merupakan sebuah bukti nyata bentuk keinginan dan harapan bersama masyarakat Bali dalam sebuah tatanan hidup yang nyaman dan memegang teguh Bali yang ajeg, tanpa maraknya aksi premanisme dan peredaran narkoba yang merusak generasi muda sebagai penerus masa depan Bali.

Kiranya ide besar Pak Koster saat menjadi orang nomor satu di Bali ini, harus terus dijaga dan dilestarikan bersama masyarakat yang mendiami Bali. Meskipun ada Sipandu Beradat, namun urusan keamanan dan ketertiban adalah tugas dan tanggung jawab bersama siapapun dia yang hidup di tanah Bali tercinta ini. Semoga!!