Catatan Agus Dei, Penulis merupakan seorang akademisi/mantan wartawan.

Denpasar (Metrobali.com)-

Provinsi Bali tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun memiliki adat istiadat, tradisi, kearifan lokal dan keunikan seni budaya yang adiluhung sebagai daya saingnya, dan telah menempatkan Bali sebagai salah satu destinasi terbaik dunia.

Kebudayaan Bali sebagai modal dasar keunggulan pariwisata, karena itu Bali membutuhkan pelindungan, penguatan dan pemajuan yang diwujudkan sinergi dengan pariwisata.

Perda Nomor 3 tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Semesta Berencana (RPJMDSB) Provinsi Bali tahun 2018-2023 telah memprioritaskan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung, yang didukung penetapan kawasan tersebut sebagai Kawasan Strategi Provinis (KSP) dan termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda No.16 tahun 2009 tentang RTRWP Bali tahun 2009-2029.

Dalam perbincangan dengan penulis, Gubernur Bali periode 2018-2023 Wayan Koster menjelaskan, kawasan Pusat Kebudayaan Bali dikonsepkan sebagai penanda kebangkitan kembali puncak peradaban dan keadaban budaya Bali; Bali sebagai Padma Bhuwana atau Pusat Peradaban Dunia. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan historis bahwa jejak keemasan peradaban Kebudayaan Bali pernah dicapai pada Era Kerajaan Gelgel, di Kabupaten Klungkung di bawah pemerintahan Raja Dhalem Waturenggong Wijaya Kresna Kepakisan, pada abad ke-16.

Lokasi Kawasan Pusat Kebudayaan Bali ini didukung ekosistem budaya karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Gianyar, Bangli, dan Karangasem yang kehidupan masyarakatnya memiliki tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang sangat beragam dan adiluhung.

Kawasan Pusat Kebudayaan Bali dibangun di atas lahan yang merupakan hamparan bekas aliran lahar letusan Gunung Agung tahun 1963. Sejak lama hamparan ini dieksploitasi sebagai sumber Galian C sehingga kondisi fisik rusak parah, banyak lubang genangan air, terbengkalai, dan tidak produktif, serta tidak ada lagi batas kepemilikan yang jelas.

Luasan lokasi Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali mencapai 334 Hektar, yang sebagian besar milik masyarakat di Desa Gelgel, Desa Gunaksa, Desa Tangkas, Desa Jumpai, dan Desa Sampalan Kelod.

Lokasi kawasan sangat indah, dengan pemandangan Nyegara Gunung, latar belakang Gunung Agung, berada di pinggir pantai, menghadap ke Pulau Nusa Penida.

Pak Koster yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini memaparkan, kawasan Pusat Kebudayaan Bali ditata dengan sangat apik menerapkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, meliputi 3 zona, yakni zona inti (fasilitas seni budaya dan museum), zona penunjang (fasilitas dan sarana-prasarana perekonomian), dan zona penyangga (perlindungan kawasan).

Pembangunan tahap awal dimulai dengan pembebasan dan pematangan lahan mulai tahun 2020, selesai tahun 2022. Akan dilanjutkan pembangunan fisik zona inti Kawasan Pusat Kebudayaan Bali ditargetkan mulai tahun 2025-2027.

Kata Pak Koster, Kawasan Pusat Kebudayaan Bali merupakan Tonggak Peradaban BALI ERA BARU berkelas dunia, mahakarya yang bersejarah, fundamental, dan monumental, seperti halnya Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali ini terwujud atas komitmen kuat dan upaya mulia Pak Koster yang kala itu menjabat Gubernur Bali, dan mendapat dukungan penuh pemerintah serta berbagai komponen masyarakat Bali.

Kawasan Pusat Kebudayaan Bali menjadi jawaban nyata atas mimpi-mimpi seluruh seniman dan budayawan Bali untuk memiliki wahana seni budaya yang representatif berkelas dunia. Pembangunan ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang terintegrasi dan tergabung di wilayah Bali tengah yaitu Klungkung, Gianyar, Bangli, dan Karangasem guna menyeimbangkan pembangunan wilayah Bali. Mahakarya adiluhung ini akan menjadi warisan sepanjang zaman nan-abadi, kebanggaan yang membahagiakan, diwariskan sepenuhnya kepada seluruh masyarakat Bali dan bangsa Indonesia.

Pembanguan ini kata Pak Koster merefleksikan perjalanan 500 tahunan evolusi peradaban di Bali, sejak masa Kerajaan Gelgel, dengan raja Dalem Waturenggong.

Melalui niat baik yang tulus-lurus, Gubernur Bali periode 2018-2023, Pak Koster menjadikan lahan yang terbengkalai ini sebagai Kawasan Pusat Kebudayaan Bali dengan cara menata secara apik serta memiliki tiga zona, yaitu, Zona Inti Pusat Kebudayaan Bali seluas 31 hektar, Zona Penunjang dengan luas 98 hektar, dan Zona Penyangga dengan luas 205 hektar.

“Kawasan PKB ini ditata dengan menerapkan filosofi kearifan lokal Sad Kerthi, yang terdiri dari: Penyucian Jiwa atau Atma Kerthi, Penyucian Laut atau Segara Kerthi, Penyucian Sumber Air atau Danau Kerthi, Penyucian Tumbuh-tumbuhan atau Wana Kerthi, Penyucian Manusia atau Jana Kerthi, dan Penyucian Alam Semesta atau Jagat Kerthi,” ujar Pak Koster yang ketika menjabat gubernur menjalankan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru ini.

Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali, mendapat pinjaman dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 1,5 Triliun.

Zona Inti Pusat Kebudayaan Bali akan terdapat fasilitas pentas seni untuk seni tradisi dan seni modern yang diantaranya: 1) Panggung terbuka utama (kapasitas 15.000 orang); 2) Panggung terbuka madya (kapasitas 4.000 orang); 3) Kalangan terbuka untuk teater tradisi (kapasitas 1.000 orang); 4) Dua kalangan semi tertutup multifungsi (masing-masing berkapasitas 500 orang); 5) Dua kalangan semi tertutup multifungsi (masing-masing berkapasitas 500 orang); 6) Wantilan berbentuk tapal kuda (kapasitas 2.500 orang); 7) Wantilan berbentuk arena (kapasitas 1.000 orang); 8) Panggung tertutup dengan auditorium & black box untuk tari dan tabuh (masing-masing berkapasitas 1.000 orang); 9) Black box gedung teater eskperimen untuk tari dan tabuh (kapasitas 1.000 orang); 10) Black box untuk teater tradisional & modern (kapasitas 1.000 orang); 11) Gedung teater film / media rekam video dengan 4 ruang teater (3 ruang berkapasitas masing-masing 150 orang dan 1 ruang kapasitas 250 orang); 12) Gedung teater film / media rekam video dengan 4 ruang teater (3 ruang kapasitas masing-masing 150 orang dan 1 ruang kapasitas 250 orang); dan 13) Wahana & Lapangan Olahraga & Permainan Tradisional Bali (masing-masing kapasitas 500 orang).

Zona Inti Pusat Kebudayaan Bali juga memiliki museum tematik & lintasan pawai seperti: 1) Museum Raja-raja Bali; 2) Museum Wastra Bali; 3) Museum Tari Bali & Museum Gamelan/Musik Bali; 4) Museum Tari Bali & Museum Gamelan/Musik Bali; 5) Museum Arsitektur Bali; 6) Museum Seni Rupa & Desain Klasik; 7) Museum Seni Rupa & Desain Kontemporer; 8) Museum Pangupa Jiwa dan Subak; 9) Museum Aksara & Sastra Bali, Ritus Manusia Bali; 10) Museum Sadha Bali, Permainan dan Olahraga Tradisional Bali; 11) Museum Dokumenter Proses Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali; 12) Museum Botanika Bali; 13) Anjungan Kabupaten/Kota Se-Bali; 14) Anjungan Nusantara; 15) Anjungan Budaya Dunia; 16) Lintasan Pawai; 17) Adistana Bali Dwipa; dan 18) Difabel Creative HUB.

Zona Penunjang Kawasan Pusat Kebudayaan Bali terdapat: 1) Auditorium Bung Karno; 2) Bali International Convention Center (kapasitas 10.000 orang); 3) Pusat Promosi Ekspor Bali; 4) Bali Exhibition Center (kapasitas 30.000 orang); 5) Gelanggang Tertutup (kapasitas 16.000 orang); 6) Hotel Tematik; 7) Pusat Perbelanjaan; 8) Apartemen; dan 9) Club House. Zona Penyangga Kawasan Pusat Kebudayaan Bali memiliki: 1) Hutan Wisata & Taman Rekreasi Ekologis; 2) Pelabuhan Marina; dan 3) Kanal Tukad Unda.

Selanjutnya di Kawasan Pusat Kebudayaan Bali juga terdapat fasilitas publik yang diantaranya seperti: 1) Parkir Timur; 2) Parkir Barat; 3) Pasar; 4) Bencingah; 5) Taman Patung; dan 6) Pura Padma Anglayang.

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. I Wayan ‘’Kun’’ Adnyana, S.S., M.Sn, menilai pembangunan Pusat Kebudayaan Bali merupakan program visioner sekaligus mengakar sesuai keunggulan dan keadiluhungan kebudayaan Bali.

Apalagi, Bali merupakan pulau dengan aktivitas seni budaya dan juga industri kreatif kelas dunia. Olah karena itu, sudah sepatutnya Bali memiliki pusat kebudayaan berkelas dunia.

“Pembangunan PKB ini menjawab mimpi-mimpi maestro, seniman pekerja dan pelaku industri kreatif serts akademisi. Ruang multifasilitas apresiasi seni budaya ini juga sudah pasti akan menjadi wahana pemajuan seni budaya dan industri kreatif Bali,” tutur Prof Kun Adnyana saat sebagai tuan rumah kuliah umum pak Koster di kampus ISI Denpasar.

Senada Prof Kun, Ketua DPRD Klungkung, AA Gde Anom, menilai Kawasan PKB ini mampu membawa masa keemasan Bali dalam bidang budaya, dimana sejarah menuliskan bahwa Klungkung dulunya adalah Pusat Kebudayaan Bali.

Menurut Ketua DPC PDIP Klungkung ini, penyelenggaraan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali yang telah dilakukan Pak Koster adalah perencanaan yang komprehensif, menyeluruh dan utuh. Baik dari segi penegakan filosofi Sat Kerthi secara utuh, penciptaan dan penataan regulasi formal Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur, dan juga kemampuan komunikasi sosial menyentuh sanubari masyarakat.

“Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali mengusung konsep terintegrasi, terpadu, sangat lengkap, dan komfrehensif serta hijau dan ramah lingkungan, sehingga kawasan ini akan menjadi model kawasan satu-satunya di dunia sebagai penanda peradaban Bali Era Baru, sesuai visi besar Pak Koste,” urai Gung Anom.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) dan Kawasan Pemukiman Provinsi Bali, Nusakti Yasa Wedha, menyampaikan kegiatan fisik proyek pematangan lahan Kawasan PKB ini merupakan tindaklanjut atas kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Bidang Cipta Karya sebanyak 2 paket, dan oleh PPK pada Bidang Bina Marga sebanyak 6 paket.

“Secara keseluruhan ada 8 paket pekerjaan yang telah terkontrak,” ujar Nusakti seraya menegaskan bahwa kawasan PKB ini seluas 334 hektare, yang dilakukan untuk penetapan lokasi sekitar 325 hektare. Dari 325 hektare ini, ada sekitar 104 hektare yang tidak perlu dibayarkan, karena merupakan milik negara.

Jadi hanya 221 hektare yang perlu dibebaskan, karena itu milik rakyat. Data yang diambil di lapangan menunjukan persoalan pembebasan lahan telah rampung dan tidak ada masalah. “Semuanya sudah berjalan sesuai prosedur,” tegas Nusakti.

Wayan Mardika, Kelian (pimpinan) Subak Gunaksa yang beranggotakan sekitar 236 petani dan lebih dari 129 hektar lahan sawah ini mengatakan dampak positif dari pembangunan PKB. Ia sendiri tidak keberatan namun minta kepastian tentang areal persawahan yang akan dialihfungsikan. Saat ini sekitar 5-7 hektar sawah kelompok Subak Gunaksa yang dialihfungsikan dan sisanya sudah selesai semuanya dalam tahap pembebasan lahan.

Ia berharap masih ada sawah yang lestari, dan minta pemerintah memastikan saluran irigasi untuk kebutuhan pengairan sebelum pembangunan jalan menuju PKB dikerjakan. Terhadap keinginan warga subak Gunaksa, Pak Koster telah meminta segala urusan itu diselesaikan dinas PUPR Bali.

Kini, visi pembangunan Bali ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yang di dalamnya ada program prioritas yaitu pembangunan kebudayaan dengan unsur-unsur adat-istiadat, seni, tradisi, budaya, beserta kearifan lokalnya sudah mendekati rampung.

Masyarakat Bali bakal menikmati semua sarana-prasarana yang berkelas dunia dan nantinya akan menyerap ribuan tenaga kerja lokal. Karena itu, seyogjanya tanpa kita harus memuji berlebihan pada Pak Koster, tetapi itulah ia sesungguhnya. Sosok anak Desa Sembiran, Buleleng yang tidak suka bermimpi, tidak suka berwacana, tidak suka berencana, tetapi selalu benar-benar mewujudkan apa yang telah diprogram.

Semoga, torehan ide besar Pak Koster terwujud nyata di tahun-tahun mendatang.