Catatan Agus Dei, Penulis Akademisi /Mantan Wartawan

Denpasar (Metrobali.com)-

Problematika sampah menjadi permasalahn utama di Bali. Sebagai destinasi wisata populer yang tersohor di dalam dan luar negeri, Pulau Dewata terus berbenah terkait masalah sampah. Pengelolaan sampah yang bisa dikatakan keliru dari tahun ke tahun sebelumnya, membuat Bali berada dalam posisi darurat sampah. Hal ini dikarenakan sampah hanya dipindahkan dari satu kabupaten ke tempat pembuangan akhir di Kawasan Suwung , Denpasar Selatan.

Untuk menghilangkan stigma Bali darurat sampaj, perlu adanya sinergi antara pemerintah kabupaten dan aparat desa, khusunya sebagai garda terdepan  dengan warganya dalam rangka menerapkan pengelolaan melalui pemilihan jenis sampah dari sumbernya. Sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat bila tidak dikelola dengan baik sangat menggangu kesucian dan keharmonisan Alam beserta isinya, mengancam Kesehatan masyarakat, dan menurunkan kualitas lingkungan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi.

Sebelas bulan menjabat Gubernur Bali, tepatnya 21 Novermber 2019, pak Wayan Koster, secara cepat mengambil solusi dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali (PerGub) Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sebagai implementasi visi “Nangun Sat
Kerthi Loka
Bali” melalui Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, perlu
segera disusun kebijakan Pengelolaan Sampah berbasis sumber guna mewujudkan Bali
yang bersih, hijau, dan indah. Prinsip dasarnya adalah, sampah harus diselesaikan di sumbernya, atau ditempat asalnya, siapa yang menghasilkan sampah dialah yang harus menanganinya.

Pergub ini terdiri dari 13 Bab dan 40 Pasal dengan semangat mewujudkan budaya hidup bersih, serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.“Peraturan Gubernur ini akan mempercepat upaya bersama untuk melindungi dan memperbaiki alam lingkungan Bali beserta segala isinya di bidang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

Dalam perbincangan dengan penulis, pak Koster mengaku, sudah terlalu lama, berbagai jenis sampah terutama sampah rumah tangga di Bali tidak dikelola secara baik dengan melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat justru menjadi masalah besar yang merusak citra Bali. Pencemaran yang diakibatkan oleh berbagai jenis sampah di wilayah Bali sudah sangat memprihatinkan, dan bahkan membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan Alam Bali.

Kondisi buruk ini terjadi di wilayah destinasi pariwisata sehingga menimbulkan keluhan dan merusak citra pariwisata Bali sebagai daya tarik wisata dunia. Sudah terlalu lama kondisi buruk dan membahayakan ini tidak mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah dalam bentuk kebijakan dan aksi nyata.

Pak Koster menyadari pemberlakuan Pergub 47/19 itu tidak hanya sampai disitu, perlu ditindaklanjuti dengan Instruksi Gubernur Bali Nomor 8324 Tahun 2021, tangal 31 Maret 2021, tentang Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. Mengeluarkan Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat, dengan membudayakan laku hidup masyarakat, dengan slogan: “Desaku Bersih Tanpa Mengotori Desa Lain’’

Menjawab slogan tersebut, Pemerintah Provinsi Bali dalam mengelola sampah mendapat dukungan Pemerintah Pusat dengan memberi bantuan percepatan pembangunan Tempat Pengolaan Sampah – Reduce Reuuce Recycle (TPS-3R)  di Desa dan membangun tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST)  di Kota/Kabupaten se-Bali. Prioritas  penyelesaian masalah sampah di Denpasar adalah dengan membangun 3 Unit TPST di Denpasar di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Bali, dengan anggaran Rp 110 Milyar bersumber dari APBN Kementerian PUPR RI, selesai pada September tahun 2022. Membangun 102 Unit TPS-3R di Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan, yang sebagian besar dibangun di atas lahan  pemerintah Provinsi Bali dengan anggaran Rp 89 Milyar bersumber dari APBN Kementerian PUPR RI, mulai tahun 2021 dan selesai tahun 2022.

Sampai tahun 2021 sudah dibangun dan dioperasikan sebanyak 221 Unit TPS-3R se-Bali. Dengan beroperasinya TPS-3R dan 3 TPST di Denpasar, maka TPA Regional Sarbagita Suwung, Denpasar yang menjadi Bali darurat sampah ditutup. Konsep pembangunan TPS-3R dan TPST di luar Denpasar dan Badung terus berlanjut hingga tuntas se-Bali dengan aksi nyata Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat serta membangun budaya hidup bersih masyarakat ini merupakan Penanda Bali Era Baru. Bali merupakan Provinsi pertama dan satu-satunya di Indonesia yang membentuk Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan, sehingga dijadikan percontohan nasional.

Merujuk data saat Pergub No.47 tahun 2019 diterbitkan, jumlah timbulan sampah di Provinsi Bali mencapai 4.281 ton per hari. Dari jumlah itu yang sudah bisa tertangani dengan baik sebanyak 2,061 ton/hari (48%). Dari sampah yang tertangani ini hanya 164 ton/hari yang di daur ulang 1.897 ton/hari (44%) dibuang ke TPA. Sampah yang belum tertangani dengan baik sejumhh 2.220 ton/hari (52%). Sampah yang belum tertangani dengan baik ini yang dibakar (19%), dibuang ke lingkungan (22%), serta terbuang ke saluran air (11%).

“Pola lama penanganan sampah yaitu kumpul-angkut-buang harus diubah dengan mulai memilah dan mengolah sampah di sumber.  Seyogyanya, siapa yang menghasilkan sampah, dialah yang bertanggung jawab untuk mengelola atau mengolah sampah itu sampai selesai. Kalau kita yang menghasilkan sampah, masak orang lain yang disuruh mengurus sampah kita,” papar Pak Koster.

Dalam kesempatan memberikan kuliah umum pada 15 perguruan tinggi se Bali, pak Koster kembali diingatkan para mahasiswa, jika kembali mendapat amanah dari rakyat Bali, jangan lupa program keberlanjutan soal sampah yang harus menjadi prioritas utama. Bagi mereka GEN-Z penerus masa depan Bali, sampah di Bali menjadi momok tersendiri. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, akan berpengaruh terhadap pariwisata Bali. Menjawab sejumlah permintaan itu, pak Koster, mengakui bahwa permasalahan sampah adalah masalah kita bersama.

Pemerintah tidak akan sanggup  menyelesaikan permasalahan ini tanpa peran serta dari masyarakat, (Desa Adat, Desa atau Kelurahan) maupun dunia usaha lainnya. Maka, masyarakat punya peran dalam pengelolaan sampah rumah tangga untuk menggunakan barang dan/atau kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai oleh proses alam, Membatasi timbulan sampah dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai,Menggunakan produk yang menghasilkan sesedikit mungkin sampah,memilah sampah, Menyetor sampah yang tidak mudah terurai oleh alam ke bank sampah dan/atau FPS, Mengolah sampah yang mudah terurai oleh alam dan menyiapkan tempat sampah untuk menampung sampah residu.

Pengelolaan sampah dilakukan di rumah tangga dan kawasan/fasilitas dapat secara mandiri atau bekerja sama dengan Desa Adat atau Kelurahan. Sedangkan Desa Adat bersinergi melakukan pengelolaan sampah dengan cara: Melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan kepada masyarakat dalam meningkatkan tanggungjawab terhadap Pengelolaan Sampah, ,membangun TPS 3R untuk mengolah Sampah yang mudah terurai oleh alam; Mengangkut sampah dari sumbernya ke TPS 3R, FPS/Bank Sampah, dan/atau TPA.

Sedangkan peran aktif Desa Adat dalam pengelolaan sampah di antaranya dengan Menyusun awig-awig atau pararem Desa Adat dalam menumbuhkan Budaya Hidup Bersih di wewidangan Desa Adat, Melaksanakan ketentuan awig-awig atau pararem Desa Adat secara konsisten, Menerapkan sanksi adat terhadap pelanggaran ketentuan awig-awig/pararem Desa Adat. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat (PSBM) adalah pendekatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan dan pengurangan sampah. Konsep ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat untuk berperan sebagai agen perubahan dalam mengatasi masalah sampah di lingkungan sekitar mereka. Tujuan utama PSBM adalah mengurangi volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mempromosikan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle).

Dalam catatan penulis, program pengelolaan sampah berbasis sumber, sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber telah dibuktikan ada 5 desa/kelurahan yakni desa Pasekbali Klungkung, desa Baktisegara Buleleng, desa Punggul Badung, desa Taro dan desa Padang Tegal Gianyar.  Kelima desa ini menjalankan Pergub Bali No.47 Tahun 2019 berisi pengaturan warga dengan membatasi perilaku yang menghasilkan banyak sampah, mewajibkan melakukan pemilahan sampah di rumah tangga, melarang warga membuang sampah ke desa dan desa adat lain, melarang warga membuang sampah tidak pada tempatnya, membatasi penggunaan bahan plastik sekali pakai.

Implementasi Pergub Bali No.47 Tahun 2019 telah mulai dilakukan ke tingkat Kabupaten dan Kota di Bali, termasuk Kota Denpasar. Sebagai epicentrum Bali,  Kota Denpasar menghadapi tantangan berat dalam pengelolaan sampah. Hal ini dikarenakan Kota Denpasar menghasilkan rata-rata 3,5 sampai 4 liter sampah per/orang. Padahal, standar maksimal sampah di kota-kota lain adalah 2,5 sampai 3 liter per orang.

Penanganan sampah di Kota Denpasar saat ini tidak lagi fokus pada teori, melainkan mencari data sehingga mampu menghasilkan solusi yang produktif. Dimana, rata-rata jumlah sampah di Kota Denpasar per hari mencapai 850 Ton, kendati demikian, sebanyak 22 persen telah dilaksanakan pengolahaan langsung di sumber sampah.

Secara teoritis semua kondisi di atas bercita-cita mewujudkan Bali yang bersih, hijau, dan indah. Ini sebuah harga mati, Karena itu, perlu kesadaran kolektif semua krama Bali yang mendiami Pulau tercinta ini. Sehebat apapun ide besar pak Koster dengan  Pergubnya, dibalut dengan instruksi Gubernurnya  ditopang dengan bantuan dana pusat, tidak akan terwujud bila krama Bali lebih khusus generasi millennial penerus masa depan Bali harus menjadi pelopor dalam mewujudkan Budaya Hidup Bersih.

Budaya Hidup Bersih harus menjadi lifestyle generasi millennial, anak muda dan seka teruna teruni. Sudah saatnya aktif melakukan gerakan bersih sampah di berbagai wilayah Bali. Mari kita kubur dalam-dalam stigma Bali Darurat Sampah, Semoga! (rls)

10/