Catatan Agus Dei, Penulis Akademisi/ mantan Wartawan.

Denpasar (Metrobali.com)-

Belajar dari pandemi Covid -19 telah memberi pengetahuan baru, wawasan baru, pengalaman baru termasuk peluang baru dalam bidang perekonomian. Perekonomian Bali yang selama ini didominasi satu sektor pariwasata ternyata sangat rentan terhadap berbagai faktor eksternal, seperti faktor keamanan, bencana alam dan bukan bencana alam.

Ketika menjabat Gubernur Bali, Pak Koster merancang pembagunan pertanian Bali lebih masif dan professional. Bali tidak lagi tergantung pada pangan import melainkan memproduksi sendiri secara bertahap. Berbagai komunitas pertanian mulai dikembangkan yakni padi, bawang merah, bawang putih dan bunga Gumitir.

Bunga Gumitir merupakan salah satu bunga lokal Bali yang memiliki nilai sosial, budaya dan religius serta digunakan sebagai sarana Upakara. Bunga Gumitir perlu dikembangkan melalui riset dan inovasi untuk mendapatkan keragaman jenis, ukuran, dan warna serta varietas baru yang unggul. Bunga Gumitir yang ada sejak jaman dahulu di Bali memiliki ukuran kecil, hanya berwarna kuning muda dan kuning tua. Namun, dalam kurun waktu puluhan tahun terakhir, petani menanam Gumitir dengan ukuran yang lebih besar, berwarna kuning dan orange, yang benihnya diimpor dari Thailand.

Bunga Gumitir yang benihnya dari Thailand, sangat diminati oleh masyarakat Bali untuk kepentingan Upakara dan sangat laku dijual di pasaran untuk keperluan hiasan dan dekorasi, sehingga mengalahkan Gumitir Lokal Bali, mengakibatkan Gumitir Lokal Bali semakin jarang, bahkan sudah terancam punah.

Merujuk data di lapangan kebutuhan bunga Gumitir di Bali mencapai 8 ton per hari dengan nilai Rp 200 Milyar per tahun. Sementera kebutuhan benih Bunga Gumitir yang diimpor dari Thailand mencapai 100 kilogram per bulan. Kelemahan Bunga Gumitir yang benihnya diimpor dari Thailand hanya mampu menghasilkan bunga dalam satu kali masa panen, sehingga Petani harus menanam kembali dengan benih baru, mengakibatkan masyarakat Bali menjadi sangat bergantung pada benih impor yang berlangsung secara terus-menerus. Kondisi demikian, sudah sejak lama tidak pernah mendapat perhatian dan dipikirkan oleh Pemerintah Daerah, serta tidak ada upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan impor benih Bunga Gumitir.

Sejak dilantik menjadi Gubernur Bali, Pak Koster, dalam waktu cepat melakukan terobosan genial untuk melaksanakan program agar Bali memiliki Bunga Gumitir Lokal Bali jenis baru, berukuran lebih besar, warna bervariasi (kuning, merah, hitam, putih). Terobosan tersebut dilakukan dengan mengundang Tim Peneliti dari Fakultas Pertanian, Universitas Udayana dan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), pada tanggal 2 Agustus 2019, menugaskan untuk melakukan riset dan inovasi guna mengembangkan varietas baru Gumitir Lokal Bali.

Penelitian dilaksanakan di daerah Jawa Barat selama 3 tahun, mulai bulan September 2019 sampai bulan September 2022, untuk menghasilkan benih Gumitir Lokal Bali yang stabil pada ekosistem yang sesuai. Tim Peneliti telah memaparkan hasil riset dan inovasi benih Gumitir Lokal Bali pada tanggal 12 Mei 2022, yang terdiri dari 5 varietas unggul; Gumitir berwarna Emas, Gumitir berwarna Kuning, Gumitir berwarna Orange, Gumitir berwarna Merah, dan Gumitir berwarna Putih.Bunga Gumitir Lokal Bali ini, telah diuji coba penanaman Juni 2022 pada lahanmilik Pemerintah Provinsi Bali di Baturiti, Tabanan dan pada akhir bulan Agustus 2022 sudah mulai berbunga.

Gubernur Bali, Wayan Koster, memberi nama Gumitir Lokal Bali ini, Gumitir Sudamala Emas, Gumitir Sudamala Kuning, Gumitir Sudamala Orange, Gumitir Sudamala Barak, dan Gumitir Sudamala Putih. Tidak hanya sampai disitu, Pak  Koster, menugaskan kembali Tim Peneliti untuk mengembangkan varietas baru Bunga Gumitir berwarna Hitam. Bahkan Pak  Koster, juga menugaskan Tim Peneliti untuk melakukan riset dan inovasi Komoditas Pertanian Bali; Beras Bali, Salak Bali, Manggis Bali, Jeruk Keprok Bali, dan hortikultura lainnya agar Bali berdaulat di bidang pangan.

Kehadiran Gumitir Bali Sudamala merupakan Penanda BALI ERA BARU, Bali memiliki benih lokal sendiri, tidak lagi bergantung pada benih impor. Terobosan Gubernur Bali, Wayan Koster, menghasilkan Gumitir Bali Sudamala merupakan suatu revolusi pada bidang pertanian yang bermanfaat bagi Masyarakat Bali untuk kepentingan Upakara, hiasan, dekorasi, taman, dan kebutuhan lain. Gumitir Bali Sudamala menjadi sumber ekonomi baru bernilai tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali.

Dalam perbincangan dengan penulis, pak Koster mengaku sektor pertanian menjadi salah satu pilar yang memperkuat Ekonomi Kerthi Bali. Penguatan sektor pertanian dapat dimulai dengan menempatkan sebagai lokomotif ekonomi. Karena itu, perhatian  terhadap pertanian harus dimulai dari hulu hingga hilir. Ini erat kaitannya dengan gagasan pak Koster agar Bali mulai mandiri dalam segala hal bidang pertanian salah satunya program Bunga Gumitir Bali Sudamala.

Ide dan gagasan besar ini terjawab secara cepat dan pasti. Terbukti sukses pak Koster dengan melakukan panen raya dan stek bunga Gumitir Bali Sudamala di Kebun Percobaan Bali Gemitir, Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Tabanan pada Buda Umanis Julungwangi, 19 Juli 2023. Didampingi Tim Peneliti Gemitir Bali Sudamala dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada, Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta selaku Anggota Tim Peneliti IPB, para petani, hingga pengurus Tim Penggerak PKK Desa Antapan.

Bunga Gemitir Sudamala yang dipanen pak Koster memiliki 5 jenis warna, seperti warna merah, putih, emas, kuning dan  orange. Dalam kesempatan itu, Gubernur Koster meluapkan  kebahagiaannya karena apa yang telah dipikirkannya sejak menjadi Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, akhirnya bisa terwujud melaksanakan pengembangan varietas bunga gumitir sebagai upaya nyata Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali mensejahterakan para petani di Bali dengan menekan arus impor bunga gemitir yang sudah terjadi bertahun-tahun di Pulau Bali.

Menurut Pak Koster, bunga gumitir memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan menghasilkan perputaran uang yang sangat besar, sehingga hal ini membuat para petani di Bali harus membeli benih bunga gumitir per tahunnya ke luar, masing-masing ada yang mencapai 20-30 kilogram. “Di Bali terdapat 15 penyemai bunga gemitir. Kalau masing-masing penyemai membeli jumlah yang  sama, maka ditafsirkan mereka membeli benih bunga gemitir dari 300 sampai 450 kilogram per tahunnya, dan ini belum termasuk individu-individu yang melakukan transaksi pembelian benih secara impor,” tutur mantan anggota DPR RI tiga periode ini  asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng.

Harus diketahui, transaksi harga pembelian benih secara impor nilainya sudah mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar per tahun ke luar negeri. Uang senilai Rp 30 miliar sangat besar, namun bukan itu saja yang dipikirkan pak Koster, tetapi itu berarti petani di luar negeri yang memperoleh penghidupan sebesar Rp 30 miliar. “Untuk itu kita harus berpikir, bagaimana kalau Rp 30 miliar itu kita pakai untuk menghidupi para petani di Bali, kan lebih bagus, para petani menjadi sejahtera,” tegas Pak Koster seraya mengingatkan sejak 2022  petani Bali sudah berhenti melakukan impor benih dari Thailand.

Kebutuhan masyarakat Bali terhadap bunga gemitir sangat tinggi, karena dimanfaatkan sebagai bahan upakara hingga taman hiasan dengan peredaran jualan secara terorganisir pertahun telah mendekati Rp 100 miliar. Namun siapa yang mendapat manfaat ini? Sekali lagi paling banyak manfaatnya dinikmati oleh luar. Benih yang diproduksinya pun terus menjadi incaran para petani di Bali, karena sekali panen, tanaman bunga gemitir akan mati. Sehingga pembelian benih bunga gemitir ke luar Bali (impor) akan terus berputar.

“Sudah berapa tahun kegiatan impor ini berjalan? Kalau kita bayangkan pembelian benih bunga gemitir terjadi selama 10 tahun dengan transaksi pertahunnya mencapai Rp 30 miliar, maka kalau ditotalkan nilainya bisa mencapai Rp 300 miliar dan secara tidak langsung kita sudah menghidupkan petani di luar Bali,” ungkapnya.

Karena itu, dia tidak mau melihat hal ini terus terjadi. Melihat permasalahan tersebut, Pak Koster dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, langsung memberikan perhatian serius terhadap petani bunga gemitir dengan menghadirkan Profesor dan akademisi pertanian dari Universitas Udayana (Unud) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian untuk  mengembangkan benih, bibit, dan stek terhadap bunga marigold atau gumitir dengan hasil mampu mewujudkan bunga Gemitir Bali Sudamala yang memiliki warna merah, putih, emas, kuning dan orange. Dengan adanya pengembangan benih, bibit, dan stek bunga Gumitir Bali Sudamala pak Koster berharap agar petani dapat menanam di lahannya dan menjual bunga ini ke pasar dari harga Rp 15.000 per kg hingga yang menjual di kisaran Rp 40.000 per kg.

Salah satu program Ketahanan Pangan Provinsi Bali dibawah kendali Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, saat ini adalah memperluas pengembangan varietas bunga Gemitir Bali Sudamala melalui pola benih dan stek ke seluruh Bali dengan melakukan uji coba di dataran tinggi dan di dataran rendah. Dan berharap bunga Gumitir Bali Sudamala yang sudah mendapat pengakuan dari Kementerian Pertanian sebagai bunga khas endemik Bali, agar segera dipatenkan sebagai tanaman milik Pemerintah Provinsi Bali.

Pengembangan varietas bunga gumitir sebagai langkah nyatanya menghentikan kegiatan impor benih dan bibit bunga gumitir, dengan merevolusi pertanian di Bali yang mampu menghasilkan benih dan bibit bunga Gumitir Bali Sudamala sebagai bagian dari capaian 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Anggota Tim Peneliti Gumitir Bali Sudamala,  Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta mengaku, pengembangan varietas bunga Gumitir Bali Sudamala dengan menghasilkan benih dan bibit, adalah gagasan haluan pembangunan Gubernur Koster di bidang pertanian agar Bali berdikari secara ekonomi secara berkelanjutan.

Idenya yang cerdas itu kata Prof Suprapta, memiliki tujuan mulia yaitu untuk menghentikan aktivitas impor benih dan bibit bunga gumitir yang dilakukan selama ini oleh para petani, dengan harapan petani memanfaatkan betul benih dan bibit bunga Gumitir Sudamala.

Para peneliti mengungkapkan bunga gumitir memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan menghasilkan perputaran uang yang sangat besar di Masyarakat Bali. ‘’Bibit bunga Gumitir Sudamala yang ditanamnya membutuhkan waktu 2 bulan untuk berkembang dengan menghasilkan bunga Gumitir Sudamala. “tutur Prof Suprapta. Kini bunga Gumitir Sudamala diminati oleh para ilmuan dan mahasiswa S1 sampia S3 untuk bahan penelitian.

GM Bali Gumitir Group, Agus Ervani Sjoekoer mengatakan telah terwujud upaya mantan Gubernur Koster dalam mewujudkan kemandirian Bali dalam pemenuhan benih dan bibit bunga gumitir yang selama ini masih diimpor dari Thailand.  Selain itu, program yang diarahkan untuk menciptakan varietas Gumitir Sudamala dengan warna yang beragam juga dinilai sebagai terobosan yang sangat revolusioner. “Kalau bisa Bali memproduksi benih dan bibit sendiri, dan kita bisa setop impor. Ternyata masalah ini dijawab langsung oleh pak Koster, karena bunga ini memiliki banyak manfaat ekonomis. Selain dimanfaatkan umat Hindu sebagai sarana upacara, bunga ini juga banyak dibutuhkan untuk mempercantik dekorasi, diolah menjadi skincare, pakan ternak, bahan baku omega tiga untuk ikan koi dan belakangan sudah bisa diolah menjadi makanan,”cerita Agus Ervani.

Akademisi Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Muhamad Syukur SP MSi selaku Ketua Tim Peneliti Gumitir Sudalama memberikan apresiasi kepada Gubernur Koster yang menggagas penelitian bunga Gumitir Sudamala untuk mewujudkan salah satu amanah Presiden RI Pertama, Ir Soekarno yaitu Berdikari di bidang Ekonomi.

“Untuk mewujudkan amanah itu, Bapak Gubernur Bali menaruh perhatian terhadap keberadaan bunga gumitir yang merupakan tanaman penting bagi masyarakat Bali, karena berkaitan dengan sarana upacara,” kata Prof Syukur.

Sejak menerima tawaran penelitian pada 2019, selama empat tahun Prof Syukur dengan tim bekerja keras hingga akhirnya bisa menciptakan varietas gumitir baru yang diberi nama Gumitir Bali Sudamala. Hingga saat ini, telah dihasilkan tujuh varietas baru yaitu Sudamala Orange 1 dan 2, Sudamala Emas 1 dan 2, Sudamala Kuning, Sudamala Merah dan Putih.

“Warna yang kita hasilkan lengkap. Ini merupakan awal dari revolusi kita dalam pengembangan bunga yang sangat sejalan dengan amanat Bung Karno, dimana kunci sukses dari revolusi di bidang pertanian adalah ketersediaan bibit unggul. Bahkan Presiden Bung Karno pernah menyinggung tentang swasembada varietas unggul pada peletakan batu pertama pembangunan Fakultas Pertanian IPB pada 1952,” kata Prof Syukur .

Kini bunga Gumitir Bali Sudamala  ternyata bukan hanya keindahannya yang mempesona , juga bunga ini  dilengkapi dengan berbagai macam mafaat untuk kesehatan karena mengandung senyawa antioksidan menurunkan kadar kolesterol, stress oksidatif dan apolipoprtein B. Gumitir Bali Sudamala juga memiliki arti keindahan, kekayaan , kemasyhuran dan kehangatan. Bunga ini juga dimaknai sebagai jam kecil yang mengartikan waktu yang terbatas dalam kehidupan manusia. Semoga nama Bunga Gumitir Bali Sudamala yang diciptakan pak Koster menjadi abadi sepanjang masa. (rls)