wisatawan-china

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintah tampaknya menyadari betul Indonesia memiliki potensi kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa, sehingga apabila “dijual” bisa menghasilkan devisa.

Berbagai sarana infrastruktur, seperti bandar udara, pelabuhan laut, jalan raya, hingga penginapan sudah dan akan terus dibangun untuk mempermudah akses menuju lokasi wisata.

Bebas visa seketika menjadi salah satu pilihan untuk menggenjot stabilitas nilai tukar rupiah dan fundamental ekonomi di Indonesia.

Pilihan itu dijatuhkan sesaat setelah Presiden mengumumkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan pada 16 Maret 2015.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan bahwa bebas visa memang menjadi cara terbaik untuk mendatangkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) dalam waktu yang cepat.

Meskipun ada sisi keekonomian yang hilang, khususnya dari sisi penerimaan negara dari visa, “spending” wisman diperkirakan justru jumlahnya lebih besar ketimbang pendapatan dari pungutan visa secara langsung.

Meski butuh waktu, pemerintah yakin implementasi bebas visa bagi 45 negara akan lancar dan tidak ada hambatan teknis yang berarti dalam pelaksanaannya.

“Tidak (sulit). Kan sudah berlaku untuk 15 negara, terutama yang sembilan negara ASEAN, lancar,” kata Menpar Arief Yahya.

Ia mengatakan bahwa kebijakan bebas visa bagi 45 negara itu memang terdiri atas 15 negara lama yang sudah bebas visa dan 30 negara yang baru diajukan.

Pihaknya berharap dalam waktu dekat ini kebijakan bebas visa sudah mulai dibahas teknis pelaksanaannya sehingga dapat segera diimplementasikan pada tahun ini.

“Semoga satu atau dua bulan ke depan sudah bisa mulai karena target tahun ini (jalan),” katanya.

Indonesia memberlakukan kebijakan bebas visa bagi 45 negara yang tersebar di berbagai benua sebagai salah satu kebijakan yang masuk dalam tahapan awal paket kebijakan reformasi struktural perekonomian.

Sebelumnya, pihaknya mengajukan kebijakan bebas visa bagi empat negara fokus pasar pariwisata, yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Rusia. Akan tetapi, kemudian ditambah menjadi 25 negara dalam pembahasan paket kebijakan reformasi struktural perekonomian.

Tak berselang berapa lama, jumlah 25 negara itu ditambah menjadi 30 negara sehingga totalnya akan menjadi 45 negara karena sebelumnya sudah ada 15 negara yang bebas visa.

“Pertimbangannya adalah asas manfaat. Salah satu cara paling mudah meningkatkan wisaman adalah bebas visa,” katanya.

Dari 30 negara itu, hampir semua negara Eropa dan Amerika masuk di dalamnya.

Ia mengatakan bahwa aturan itu selain bertujuan untuk menambah jumlah kunjungan 10 juta wisatawan mancanegara ke Indonesia pada tahun 2015, juga diterbitkan untuk menambah devisa negara dan memperbaiki kinerja neraca jasa.

Target Devisa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan Indonesia menargetkan bisa mendapatkan devisa senilai 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp12 triliun dari kebijakan pembebasan visa untuk 45 negara.

“Target dari kebijakan ini adalah mendatangkan tambahan satu juta wisatawan mancanegara dengan devisa minimal 1 miliar dolar AS (setara Rp12-Rp13 triliun),” katanya dalam rapat mengenai kebijakan pembebasan visa di Jakarta, Rabu (18/3).

Guna menyukseskan program tersebut, Indroyono meminta kebijakan itu bisa disosialisasikan kepada masyarakat karena kebijakan tersebut akan membuka lapangan kerja di daerah, terutama di kawasan wisata.

“Masyarakat akan terima langsung devisanya makanya harus bikin cinderamata dan kuliner. Tapi keramahan masyarakat, kebersihan dan sanitasi juga perlu ditingkatkan,” katanya.

Indroyono juga mengatakan, atas pertimbangan keamanan, Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti juga memutuskan akan memperluas dan memperkuat satuan polisi pariwisata.

Penguatan satuan polisi pariwisata, kata dia, utamanya akan difokuskan di gerbang pintu masuk kedatangan wisatawan mancanegara yakni Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Bandara Kualanamu Medan, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Ngurah Rai Denpasar serta Bandara Hang Nadim Batam.

“Nantinya polisi wisata akan lebih banyak penempatannya baik secara lokasi maupun jumlahnya,” katanya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, kebijakan bebas visa dilakukan untuk meningkatkan pelayanan yang pada akhirnya diharapkan bisa mendorong pendapatan.

“Target kita 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp12 triliun itu tidak mudah. Kita buat pabrik apa saja yang hasilnya hampir sama secara langsung dalam setahun juga tidak akan bisa menyamainya,” katanya.

Rapat koordinasi yang digelar di Kantor Kemenko Maritim di Gedung BPPT Jakarta itu juga memutuskan bahwa revisi Peraturan Presiden terkait penambahan jumlah negara bebas visa dari 15 negara menjadi 45 negara paling lambat akan selesai awal April agar bisa langsung diimplementasikan.

Saat ini, revisi Perpres memasuki tahapan harmonisasi dengan berbagai pihak untuk selanjutnya bisa ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Rapat tersebut juga menyimpulkan bahwa ke depan, kebijakan penambahan negara bebas visa ke Indonesia bisa dilakukan dengan cukup hanya Peraturan Menteri Hukum dan HAM. Tujuannya agar kebijakan tersebut bisa lebih dinamis dalam penerapannya.

Mantan Wakil Menteri Pariwisata Sapta Nirwandari berharap kebijakan bebas visa bagi 45 negara tidak memberikan masalah baru bagi Indonesia.

“Kebijakan ini bagus tapi ada catatannya agar jangan sampai justru membawa masalah baru bagi kita,” kata Sapta Nirwandar.

Ia memberikan catatan khusus soal kebijakan bebas visa terutama dari sisi pelayanan dan keamanan.

Menurut dia, kebijakan itu harus benar-benar matang dalam tahap persiapan termasuk sosialisasi yang masif ke seluruh pemangku kepentingan terkait.

“Semua harus paham baik itu di tingkat aparat, imigrasi, kedutaan kita di luar negeri, travel agent. Kalau sampai tidak tahu, bisa tidak sinkron kebijakan ini,” katanya.

Ia berharap pemerintah juga terlebih dahulu mematangkan koordinasi untuk mempertimbangkan dampak dari sisi keamanan.

Sapta berpendapat kebijakan itu dari sisi pariwisata bisa berdampak positif karena memberikan kemudahan wisatawan untuk berkunjung.

“Kita kehilangan income dari visa tapi bisa dapat lebih besar dari ‘spending’ wisatawan yang datang ke Indonesia,” katanya.

Terkait prinsip resiprokal yang dianut Indonesia, menurut Sapta, pemerintah harus tetap mengupayakan prinsip itu diterapkan meskipun dalam praktiknya tidak akan mudah.

“Prinsip resiprokal tidak mudah tapi harus tetap diupayakan,” katanya.

Maskapai penerbangan AirAsia memuji sejumlah langkah proaktif yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia antara lain dengan menghapus visa bagi wisatawan dari 30 negara guna memajukan pariwisata di Tanah Air.

“Kami menyambut baik kebijakan pemerintah Indonesia untuk menambah negara-negara yang termasuk ke dalam daftar pembebasan visa seperti Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan,” kata CEO Grup AirAsia Tony Fernandes.

Menurutnya, konektivitas yang dimiliki maskapai dalam Grup AirAsia dari dan ke Tiongkok, serta ditambah dengan kebijakan baru itu dinilai tentunya akan sangat bermanfaat bagi Indonesia.

Ia berpendapat, mengenali manfaat ekonomi dari pertumbuhan sektor pariwisata adalah langkah tepat karena berpotensi meningkatkan perekonomian, investasi, dan terciptanya lapangan pekerjaan.

Kebijakan tersebut, ujar dia, juga akan memuluskan upaya pemerintah Indonesia untuk mencapai target kunjungan 11 juta wisatawan mancanegara pada tahun 2015 ini.

“Selamat kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Abdul Djalil atas diimplementasikannya kebijakan proaktif dan tepat ini,” katanya.

CEO Grup AirAsia juga menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk selalu ikut dalam upaya memajukan pariwisata Indonesia diantaranya dengan secara berkelanjutan menghadirkan penerbangan sehemat mungkin dengan konektivitas terbaik.

Sampai dengan saat ini, Grup AirAsia telah melayani sebanyak 517 penerbangan dari dan menuju 16 destinasi di Indonesia.

Oleh : Ahmad Wijaya