Oleh : I Dewa Putu Gandita Rai Anom, S.TP*

Tulisanini bertujuan untuk menyegarkan kembali pemikiran mengenai Bali Provinsi Hijau yang sudah muncul tahun 2009 lalu. Ketika itu Kompas membuat lomba karya tulis dengan tema ini untuk mahasiswa. Wacana ini penulis anggap relevan diangkat kembali karena salah satu wacana transformasi pembangunan Bali dari Covid -19 adalah menuju Bali Provinsi Hijau. Banyak ide baik dari gagasan di tahun 2009 itu yang bisa memperkaya.
Mungkinkah Bali menjadi Provinsi Hijau? Demikian tema dari Lomba Karya Tulis Jurnalistik tingkat mahasiswa se-Bali yang diselenggarakan oleh Harian Umum Kompas di akhir 2010 yang lalu. Kompas mengangkat tema ini sebagai tema lomba karya tulis karena idenya sangat menginspirasi dan berharap generai muda terinspirasi. Akankah masyarakat, khususnya mahasiswa memahami latarbelakang sesungguhnya pemikiran itu?

Pada 22 Februari 2010 lalu, di hadapan peserta Konferensi Lingkungan yang diselenggarakan United Nations Environmental Programme (UNEP), Gubernur Bali Made Mangku Pastika mendeklarasikan Bali sebagai Provinsi Hijau: Green Province. Ribuan peserta memberikan aplaus meriah sebagai penghargaan atas ide brilian tersebut. Beberapa delegasi bahkan mengatakan itu akan menginspirasi dunia melakukan hal yang sama.

Tak berselang lama setelah upacara pembukaan konferensi, dalam diskusi meja bundar menteri-menteri lingkungan hidup 33 negara anggota UNEP, Made Mangku Pastika mengemukakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali memiliki tekad yang sangat kuat untuk mewujudkan Bali sebagai The Green Province. Berbagai langkah telah dilakukan dan sedang disempurnakan. Karenanya, Gubernur Mangku Pastika optimistis, di tahun 2013, saat pertemuan tingkat tinggi negara-negara anggota OPEC (Organizations of the Petroleum Exporting Countries) di Bali, petani Bali bakal mampu mempersembahkan makanan, minuman dan buah-buahan organik 100%. “Daging organik, beras organik, sayuran organik dan buah juga organik,” kata Gubernur saat itu.

Kini, di akhir tahun 2021 ini, kembali isu mengenai Bali menuju Provinsi hijau kembali menjadi salah satu ide dan kemauan politik Gubernur Wayan Koster. Dan, tahun 2022 mendatang, Bali bakal menjadi salahsatu tuan rumah pertemuan Negara-negara maju G20. Namun, penulis belum pernah mendengar atau membaca pernyataan Gubernur Koster seperti pernyataan mantan Gubernur Made Mangku Pastika dalamhal penyiapan produk organik. Kita menuggu pernyataan Wayan Koster selaku Gubernur Bali seperti pernyataan mantan Gubernur Made Mangku Pastika itu karena hal itu akanberdampak sangat positif bagi pemulihan ekonomi Bali di tengah masih belum pulihnya Bali dari Covid-19.

Prima Tani
Komitmen menjadikan Bali Provinsi Hijau muncul awal 2009. Saat itu Kepala BPPT Bali mempresentasikan Program Prima Tani kehadapan Gubernur. Setelah mendengarkan presentasi, Gubernur diundang melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Nah, dari presentasi dan fakta lapangan itulah Gubernur menyatakan tertarik pada Prima Tani yang menerapkan teknologi ramah lingkungan serta prinsip zero wastenya. Gubernur pun kemudian mengadopsi, memodifikasi dan mengembangkan PRIMA TANI menjadi Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri).

Kesuksesan PRIMA TANI mengangkat pembangunan sektor pertanian Bali dinilai belum cukup mengatasi persoalan lingkungan yang kian berat. Harus ada program yang lebih luas untuk mengatasinya. Itulah sebabnya muncul program menjadikan Bali Green Province (BGP). Latar belakang paling prinsip lahirnya Program BGP ini adalah keprihatinan Gubernur pada kerusakan lingkungan alam Bali.

Beberapa diantara kerusakan alam Bali itu adalah data tahun 1997 bahwa dari 436,5 km panjang pantai Bali, 91,070 km rusak (abrasi). Salah satu penyebabnya adalah tingginya penggunaan zat kimia dalam budidaya pertanian sehingga air sungai tercemar dan pencemaran air sungai ini lanjut merusak ekosistem muara sungai.

Ket Foto : Penggunaan zat kimia menyebabkan tercemarnya air sungai
Penelitian Unud tahun 1994 mendapatkan 10 sungai besar di Bali tercemar logam besi, zink, flor, dan chlor dalam konsentrasi cukup tinggi. Sementara penelitian 2006 mendapatkan, sungai-sungai di Bali dihadapkan pada permasalahan serius berupa pencemaran akibat pembuangan sampah di pinggir sungai. Polusi pada lusinan sungai Bali telah mencapai tingkatan berbahaya bagi kesehatan. Tukad Badung yang mengalir menuju Dam Suwung tercemar deterjen, minyak, senyawa nitrat, dan bakteri E. Coli yang dapat menyebabkan kolera dan diare. Dua puluh satu sungai lainnya di Bali berada pada level antara 30 sampai dengan 70 persen membahayakan kesehatan. Sumber pencemaran berasal dari limbah domestik (rumah tangga) maupun industri. Masalah lainnya adalah, sebanyak 260 dari 400 sungai di Bali kini kering akibat perambasan hutan.

Ket. Foto : Sebuah truk penyedot tinja membuang limbah rumah tangga yang belum diolah ke sebuah saluran sungai di Suwung.
Bertolak semua itu Bali Green Province diluncurkan pada awal 2009. BLH Bali mendefisinikan, BGP adalah komitmen Pemprov Bali bersama Pemkab/Pemkot se-Bali, swasta, LSM, Perguruan Tinggi, sekolah, Desa Pekraman dan seluruh komponen masyarakat Bali, dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan Bali yang bersih, sehat, nyaman, lestari dan indah bagi generasi kini dan akan datang menuju tercapainya Bali yang maju, aman, damai dan sejahtera (Bali Mandara). Pengertian ini menjawab keraguan kalangan LSM (termasuk Walhi Bali) ketika itu bahwa BGP hanyalah program Pemprov. Pengertian ini juga mampu menjawab resistensi Pemkab/Pemkot atas Perda RTRWP yang baru karena Pemkab/Pemkot merupakan subjek integral dalam bingkai pelaksana BGP

.
Lebih lanjut disebutkan bahwa BGP adalah misi yang ingin dicapai pada tahun 2013 dan untuk mewujudkan visi itu Pemprov Bali telah menetapkan empat misi, yakni (1) Meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan dalam pengelolaan lingkungan secara terpadu; (2) Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah/limbah skala rumah tangga dengan sistem 3-R (reduce, reuse, recycle); (3) Mendorong pemanfaatan ‘Produksi Bersih’ dan energi terbaharukan; dan (4) Mengembangkan program aksi di bidang konservasi sumberdaya air dan pengendalian kerusakan lingkungan.

Tiga Pilar
Untuk diketahui saat itu Pemprov Bali dibawah Gubernur Made Mangku Pastika telah menyusun peta perjalanan (road map) mewujudkan BGP terdiri dari tiga pilar, yakni : Pertama, pilar Green Culture yaitu melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya (kearifan lokal) yang berwawasan lingkungan hidup, termasuk berbagai aktivitas keagamaan baik yang berskala kecil, menengah maupun besar. Sasaran pilar ini adalah pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup; mewajibkan setiap sekolah/perguruan tinggi melakukan pengelolaan sampah meliputi pemilahan, komposting dan penyaluran sampah plastik/anorganik; mendorong pengembangan teknologi sederhana ramah lingkungan; mendorong rumah tangga mengelola sampah sistem 3-R (reduce, reuse, and recycle); mendorong Desa Pakraman mengelola sampah upacara sesuai kaidah-kaidah lingkungan hidup; mendorong pura/kawasan suci menyediakan fasilitas sanitasi; mengembangkan berbagai tanaman upacara; mendorong desa pekraman/banjar mengelola sampah masing-masing; mengembangkan percontohan pengelolaan lingkungan melalui Desa Sadar Lingkungan Hidup; menggali kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan hidup; meningkatkan kampanye pengelolaan lingkungan hidup melalui media; memberikan insentif/reward bagi masyarakat peduli lingkungan.

Kedua, pilar Green Economy adalah mewujudkan perekonomian Bali yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk generasi masa kini dan mendatang. Sasaran green economy adalah mewajibkan setiap usaha dan/atau kegiatan untuk mengelola sampahnya melalui pemilahan, komposting dan penyaluran sampah plastik/anorganik; melarang setiap usaha dan/atau kegiatan membuang limbah cair ke media lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu; mewajibkan dealer kendaraan bermotor ber kontribusi memperbaiki kualitas udara; mewajibkan usaha dan atau kegiatan bisnis melakukan usaha-usaha perindangan/penghijauan; mewajibkan usaha dan atau kegiatan bisnis melakukan efisiensi pemanfaatan energi tak terbarukan (fosil); mendorong usaha dan atau kegiatan mengembangkan energi terbarukan (air, angin, matahari, biomassa); mewajibkan setiap usaha dan atau kegiatan mengelola limbah B3 sesuai ketentuan berlaku; mewajibkan setiap usaha dan atau kegiatan melakukan produksi bersih (clean productivity); mendorong setiap usaha dan atau kegiatan melakukan sertifikasi usaha berwawasan lingkungan (ISO 14001); mendorong setiap usaha dan atau kegiatan melakukan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim.

Ketiga, pilar Bali Clean & Green adalah mewujudkan lingkungan hidup Bali bersih dan hijau, sehingga terbebas pencemaran dan kerusakan sumberdaya alam. Sasaran pilar ini adalah mewujudkan Bali bebas sampah plastik 2013 melalui pemilahan, komposting dan penyaluran sampah plastik/anorganik; meningkatkan tutupan vegetasi lahan melalui reboisasi dan penghijauan; pelestarian kawasan danau, waduk, dan mata air; pengembangan program kali bersih (PROKASIH), pengembangan program peringkat kinerja perusahaan (PROPER); pengembangan laut dan pantai lestari (ICM); pengembangan pelabuhan bersih (Bandar Indah); pengembangan/pelestarian flora dan fauna langka; peningkatan daerah resapan air hujan melalui sumur resapan dan biopori; perluasan ruang terbuka hijau; penataan dan perluasan sistem drainase; optimalisasi instrumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan SPPL); pengendalian kawasan rawan bencana (banjir dan tanah longsor); pengendalian tata ruang; penegakan hukum lingkungan; penataan tempat pengolahan akhir (TPA) sampah; pemantapan kelembagaan lingkungan hidup di Kabupaten/Kota, dan pengembangan sistem manajemen informasi lingkungan hidup.
Dengan program yang sedemikian jelas, semetinya BGP bukanlah sesuatu yang mustahil. Kalau saja Pemprov, Pemkab/Pemkot beserta seluruh jajaran ditambah dukungan Pemerintah Pusat dan masyarakat internasional yang menjadi turis di Bali, mampu melakukan advokasi, motivasi dan edukasi plus pendekatan dan perangkulan yang memadai, penyediaan aneka prasarana dan sarana maka BGP pasti terwujud. Jika pada 2013 belum terwujud karena baru berjalan 4 tahun, namun dengan komunikasi dan kerja keras yang disertai komitmen bersama, BGP sangat mungkin terwujud sebelum 2020. Bukankah Singapura butuh waktu 30 tahun untuk menjadi seperti saat ini?

Semoga dengan diterbitkannya Pergub Bali tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan Pergub Pembatasan Timbulan Sampah Plastik sekali pakai, dan lebih nyatanya keberpihakan pemerintah pusat dan provinsi dalam mewujudkan TPS 3R dan TPST cita-cita Bali Green Province yang susungguhnya bukan hal baru, segera terwujud di tahun 2023 seperti cita-cita Gubernur Wayan Koster.

Penulis : Pranata Humas Ahli Madya pada Bappeda Provinsi Bali.