Ilustrasi : Kawasan pura Besakih dengan latar Gunung Agung

Denpasar, (Metrobali.com)-

Setelah Besakih dan kawasan Gunung Agung ditetapkan sebagai KSPN (Kawan Strategi Pariwisata Nasional) tinggal menunggu waktu saja, bahwa kerusakan akan semakin parah. Bentang alam sekala dan niskala di sekitar Besakih akan hancur lebur. Tetapi, para tokoh dan para pembela dresta Bali yang katanya memuja leluhur, tapi kenyataan sangat tidak peduli dengan warisan dan peninggalan leluhur.

“Sikap diam ini sangat jauh dari rasa kepedulian terhadap warisan leluhur yang sudah di depan mata kita sudah terlihat nyata perusakan Besakih itu terjadi. Memang terlihat indah dari luar, dibangun gedung bertingkat, tetapi taksu dan kesucian kawasan Pura Besakih menjadi hilang,” kata pengamat sosial dan budaya I Gde Sudibya Sabtu (7/1/2023).

Dengan ditetapkan Besakih dan Kawasan Gunung Agung sebagai KSPB, kata Gde Sudibya ini namanya proyek top down dengan APBN. Seharusnya disosialisasikan dulu, ke depan bisa jadi dibangun Mal. Hotel berbintang dll dengan alasan membuka lapangan kerja

Ditekankan lagi, dengan ditetapkannya Besakih dan kawasan Gunung Agung sebagai KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) melalui Perpres yang menetapkan kawasan Besakih dan Gunung Agung sebagai kawasan wisata dan terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja, terakhir “diperbarui” melalui Perpu No.:2/2022, tgl.30/12/2022, sungguh sangat mengerikan.

“Dengan terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja, terakhir “diperbarui” melalui Perpu No.:2/2022, tgl.30/12/2022, yang memberikan kewenangan bagi swasta untuk menguasai tanah negara sekurang-kurangnya 30 persen, dengan perizinan lingkungan yang begitu sangat dilonggarkan, soal waktu saja akan terjadi “mala petaka” lingkungan di Besakih dan sekitarnya, kalau kita tetap berpegang teguh dengan sistem spiritualisme Besakih dan Giri Toh Langkir,” kata pemikir kejernihan ini.

Dikatakan, berbagai pihak sudah mengingatkan semenjak ide awal, dan kemudian setelah Kemenkeu mengalokasikan anggaran renovasi sekitar Rp.950 M. Bahkan teman-teman mengingatkan secara keras ke beberapa elite partai yang sedang berkuasa tentang besarnya risiko proyek ini.

“Penguasa tidak peduli, KSPN contoh keputusan proyek yang otoritarian dalam sebuah demokrasi “seolah-olah”. Sosialisasi proyek dilakukan di kalangan terbatas, ke kelompok yang setuju saja karena punya vested interest, sosialisasipun infonya tereduksi, Sayangnya banyak kalangan kampus tidak “ngeh” terhadap kondisi ini.
Bukti mereka hidup di menara gading,” kata Gde Sudibya.

Dikatakan, KSPN dan Proyek Gedung bertingkat di kawasan Besakih adalah “Malapetaka” yang sudah menimpa Besakih, karena perusakan Bentang Alam, nantinya akan disusul oleh “malapetaka” lebih besar, karena Besakih dan kawasan Gunung Agung dimasukkan sebagai KSPN.

Menurutnya, sejarah Bali akan mencatat, di tahun-tahun awal abad ke 21, generasi orang-orang Bali di masa itu, menjadi penghancur peradaban spiritualisme Bali yang dibangun dalam rentang waktu ribuan tahun oleh generasi terdahulu.

Ia menambahkan, patut dicatat generasi Bali abad 21, ternyata adalah generasi yang munafik, amat sangat semarak memuja para leluhur (sebut saja Rsi Markandya, Mpu Kuturan Raja Kertha, Dang Hyang Dwijendra), akan tetapi warisan, peninggalannya dalam sistem spiritualisme dihancurkan, diganti dengan “agama” baru: ekonomi pasar kapitalistik yang sekuler dengan matematika politik kekuasaan.
Kita sedang menyaksikan dan “menikmati” ZAMAN EDAN yang sedang berlangsung.

Pewarta : Nyoman Sutiawan
Editor : Suana