Infrastruktur

Jakarta (Metrobali.com)-

 Pada Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) 2015, pemerintah telah menaikkan anggaran infrastruktur menjadi Rp290,3 triliun, atau meningkat Rp99 triliun dari APBN “baseline” 2015.

Anggaran infrastruktur diyakini menjadi yang terbesar dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan nominal yang jauh lebih tinggi daripada anggaran subsidi BBM yang hanya Rp64,7 triliun.

Pemerintah pun optimistis dengan investasi melalui belanja infrastruktur. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 persen dan memberikan stimulus untuk melengkapi sumber pertumbuhan ekonomi lainnya.

Pengamat ekonomi dari Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan bahwa Indonesia saat ini mengalami krisis infrastruktur pendukung ekonomi.

“Kondisi infrastruktur kita makin terbelakang jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Kita berada di urutan 72 dunia, Malaysia 20. Begitu pula, untuk akses jalan kita peringkat 72,” kata Ahmad di Jakarta.

Menurut dia, kualitas infrastruktur sangat berkaitan dengan program Nawacita yang berupaya meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, khususnya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mendatang.

Agar produktivitas ekonomi dapat berjalan dengan baik, lanjut dia, pemerintah harus membangun konektivitas nasional, pengadaan transportasi umum yang layak, hingga penguatan investasi.

“Solusi dari permasalahan itu ialah dengan percepatan infrastruktur. Dana investasi sebesar Rp5.519 triliun pada RPJMN 2015–2019 juga harus dimanfaatkan dengan benar,” katanya.

Akan tetapi, dengan antusiasnya pemerintah dalam menggenjot pembangungan infratruktur dikhawatirkan akan mengesampingkan kualitas bangunan, khususnya pada tahap pengawasan proyek.

Bukan rahasia lagi sejumlah pembangunan infrastruktur, baik yang dikerjakan pemerintah maupun golongan sipil, kerap mengacuhkan kualitas bangunan dan hanya mengejar target kuantitas.

Pendapat serupa juga disampaikan pengamat ekonomi Enny Sri Hartati. Menurut dia, selama ini pembangunan infrastruktur kurang memperhatikan aspek kualitas dalam pengerjaannya.

“Banyak infrastruktur yang tiap tahun selalu diperbaiki. Namun, dalam hitungan bulan sudah rusak lagi. Bisa jadi waktu pelaksanaannya yang terlalu singkat,” katanya di Jakarta, Selasa.

Dengan pola perbaikan yang selalu tergesa-gesa, hal tersebut akan berdampak pada kualitas infrastruktur yang kurang baik.

Menurut dia, akan lebih baik jika pemerintah mengubah pola pengerjaan infrastruktur agar lebih matang dan terintegrasi dengan kegiatan ekonomi sehingga meningkatkan nilai investasi pemerintah dalam aspek sarana fisik.

“Akan lebih efisien jika tidak terlalu sering melakukan perbaikan, mendukung perekonomian. Pemerintah juga tidak mengalami kerugian,” ujar Enny memaparkan.

Maka dari itu, pemerintah sebaiknya mengintegrasikan perancangan pembangunan infrastruktur dengan rencana pembangunan nasional dan APBN.

Pengawasan Proyek Menyikapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengaku unsur pengawasan memang memengaruhi kualitas atau hasil pembangunan infrastruktur.

“Yang jadi pengawas harus punya reputasi internasional supaya kualitas proyek-proyek strategis, seperti jalan dan gedung pemerintahan, bisa terjaga,” kata Sofyan ketika ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta.

Pernyataan tersebut juga disampaikannya terkait dengan ketentuan sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi, konsultan, dan arsitektur untuk menghadapi MEA.

Dia pun menampik anggapan sejumlah pihak bahwa pengawas atau pekerja konstruksi asing memiliki kualitas yang lebih bagus daripada pekerja dari dalam negeri.

“Jika ada yang insinyur Indonesia yang protes, itu bagus. Berarti mereka merasa bahwa kualitas mereka bisa diperhitungkan dengan baik dan berstandar internasional,” tukasnya.

Dengan pengawasan yang bersertifikasi, ujarnya, maka kualitas pembangunan dan juga pekerja konstruksi dapat dikontrol dengan baik, sehingga meningkatkan daya saing dalam MEA.

Lebih lanjut, Ditjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) telah menyiapkan dana sekitar Rp200 miliar pada tahun 2015 untuk meningkatkan sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.

“Data statistik menunjukkan dari 280.000 tenaga ahli konstruksi yang bekerja di Indonesia, sebanyak 86.000 yang bersertifikat. Sisanya berarti ilegal,” kata Kepala Balai Peningkatan Keahlian Konstruksi Kemenpupera Doedoeng Zenal Arifin di Jakarta.

Untuk tenaga ahli konstruksi juga akan didorong untuk memiliki sertifikat ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) bagi konsultan dan ASEAN Architect (AA) bagi arstitek.

Menurut dia, kedua bidang tersebut merupakan tiket masuk agar setiap tenaga ahli konstruksi bisa bekerja seluruh negara ASEAN dan memiliki ketahanan dalam persaingan di MEA.

Terobosan Infrastruktur Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam mewujudkan infrastruktur yang mampu mendukung laju perekonomian, khususnya industri pupuk dan pertanian, ialah dengan dibangunnya sebuah situs pengolahan bahan baku pupuk berbahan dasar batu bara kalori rendah.

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Jepang untuk mengolah batu bara berkalori rendah sehingga mampu menghasilkan gas bahan baku pembuatan pupuk.

“Batu baranya melimpah, tetapi teknologi belum bisa mengolah. Jepang punya teknologi tepat gunanya, jadi kita kerja sama dengan mereka,” kata Deputi Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM Montty Girianna di Karawang, Jawa Barat. AN-MB