Sharif Cicip Sutardjo
Jakarta(Metrobali.com)-
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan kebutuhan BBM bersubsidi untuk nelayan setiap kawasan yaitu antara kawasan timur dan barat Indonesia berbeda-beda, antara lain karena perbedaan jarak dalam melaut.

“Tingkat kebutuhan BBM nelayan di kawasan timur Indonesia berbeda dengan kawasan barat Indonesia seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan,” kata Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (14/8).

Menteri Kelautan dan Perikanan menjelaskan, kebutuhan BBM di kawasan barat Indonesia membutuhkan jatah BBM bersubsidi lebih banyak jika dibandingkan kawasan timur Indonesia.

Hal itu, menurut dia, karena di wilayah barat para nelayan umumnya melaut lebih jauh hingga sekitar 100-150 mil. Selain itu, lanjutnya, di kawasan barat juga relatif lebih banyak terdapat pula sentra-sentra industri perikanan.

Sharif juga mengingatkan agar pihak Pertamina selaku pelaksana penyaluran BBM dapat mengontrol stasiun pengisian bahan bakar untuk tidak menolak nelayan yang memiliki kartu nelayan.

Berdasarkan UU 12/2014 tentang Perubahan UU 23/2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (APBN-P 2014) telah ditetapkan perubahan kuota nasional jenis BBM tertentu dari 48 Juta KL menjadi 46 Juta KL.

Pemerintah telah menerbitkan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi dikarenakan persediaan premium dan solar bersubsidi yang ada sangat terbatas.

Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas bahkan telah mengeluarkan Surat Edaran No 937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014, termasuk BBM jenis minyak solar dikurangi 20 persen di lembaga penyaluran nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS).

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo juga telah meminta BPH Migas untuk konsisten terhadap pengurangan BBM subsidi untuk nelayan sebesar 4,17 persen atau proporsional dengan penurunan nasional.

“Penetapan penurunan kuota secara nasional dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter atau sebesar 4,17 persen, sedangkan alokasi kuota untuk nelayan turun sebesar 20 persen,” ujar Sharif.

Menurut dia, jika pengurangan 20 persen diterapkan akan menimbulkan keresahan karena tidak ada kejelasan berapa batasan alokasi per kapal.

Padahal, lanjutnya, BBM berperan sangat penting karena komponen biaya BBM berkisar antara 60-70 persen dari seluruh biaya operasi penangkapan ikan. AN-MB