Keterangan foto: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengomandoi Rapat Koordinasi (Rakor) Green Infrastructure, Pengembangan Wilayah, dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Kamis (04-03-2021)/MB

Jakarta (Metrobali.com) –

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengomandoi Rapat Koordinasi (Rakor) Green Infrastructure, Pengembangan Wilayah, dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di DIY, Deputi Infrastruktur dan Transportasi berperan dalam mengawal perkembangan dan menyinergikannya.

“Rakor ini membahas tentang progres pelaksanaan pembangunan infrastruktur strategis di Provinsi DIY dan ada enam kelompok agenda penting,” ungkap Menko Luhut pada Kamis (04-03-2021). Agenda-agenda yang dimaksud mencakup, pertama, pengendalian banjir di sekitar Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) yang disebabkan kapasitas saluran drainase di kawasan bandara tidak mampu menampung debit banjir Sungai Bogowonto dan Serang. Manfaat proyek ini diharapkan mampu melindungi dan mengamankan kawasan strategis YIA dari banjir seluas 600 hektar, serta kawasan pertanian dan pemukiman seluas 2000 hektar, sebagaimana disebut dalam paparan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Selain itu, diperlukan penyediaan alternatif moda transportasi untuk menuju ke bandara YIA, yaitu kereta api bandara.

Kedua, persoalan jalan, di antaranya Jalan Tol Jogja-Bawen, Jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo, Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS), Jalan Temon (Kulon Progo)-Borobudur, dan Jalan Prambanan-Gading yang diharapkan Menko Luhut dapat mengefisiensikan waktu tempuh, menjadi konektivitas antarkawasan strategis pariwisata nasional di Yogyakarta dan sekitarnya, mendukung pertumbuhan dan membangkitan ekonomi, juga mendorong program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pembahasan ketiga yang menjadi prioritas adalah Pelabuhan Perikanan (PP) Tanjung Adikarto. Pelabuhan ini didesain untuk dapat memuat 400 kapal dengan 5 ribu nelayan setiap tahunnya dengan produksi tangkapan sebesar 27,4 ribu ton pertahun atau senilai 276 miliar per tahun. Pelabuhan ini dikerjakan sejak tahun 2000 dan sudah selesai tahun 2014, tetapi belum beroperasional akibat sedimentasi pasir yang menutupi pintu alur masuk pelabuhan. “Terkait hal tersebut, pada tahun 2020 Pemerintah Daerah DIY mengajukan perpanjangan breakwater senilai Rp447 Miliar untuk mecegah terjadinya sedimentasi agar nantinya kapal dapat masuk,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Menko Luhut melanjutkan dengan meminta agar segera dilakukan kajian ulang mengenai desain yang tepat guna untuk mencegah terjadinya penumpukan sedimen pada bagian dalam breakwater. Menko Luhut meminta agar kajiannya dapat selesai dalam dua bulan ini.

Pengelolaan PP Tanjung Adikarto ini disambut baik oleh Gubernur DIY, “Kami akan menindaklanjutinya,” kata Sri Sultan. Sementara itu, Bupati Kulon Progo Sutejo menyampaikan solusi untuk menyelesaikan masalah pelabuhan yang berada di wilayahnya tersebut, yakni dengan memperpanjang _breakwater_adalah tepat. “Sebelah timur harus lebih menjorok ke laut daripada yang sisi barat,” jelasnya.

Keempat, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional, diantaranya Kamijoro, Kartamantul dan Banyusoco. Hal ini memerlukan dukungan pemerintah pusat dalam hal pengelolaan pada sebagian unit produksi dan jaringan distribusi, juga dukungan untuk unit air baku agar dapat beroperasi pada tahun 2025.

Kelima, tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan perlu untuk segera diselesaikan revitalisasinya sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Nantinya, TPA ini akan melayani area kawasan perkotaan Yogyakarta, termasuk Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Proyek yang diproyeksikan selesai tahun 2024 ini direncanakan untuk ditambah kapasitas penampungannya menjadi 480 ribu ton.

Keenam, penataan Kawasan Aerotropolis, Kawasan Stasiun Tugu, Kawasan Stasiun Lempuyangan, dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Gunung Merapi. Penataan kawasan-kawasan ini perlu menerapkan konsep green infrastructure dengan menerapkan konsep Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Konsep ini bertujuan untuk mempersiapkan dan membangun infrastruktur dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan iklim, juga mempersiapkan jalur dan mekanisme percepatan untuk proyek, seperti SPAM perkotaan, instalasi pengolahan air limbah, transportasi umum perkotaan, serta pengamanan pesisir dan rekayasa pantai.

“Sekarang sudah tersedia jalan kereta api yang melintasi DIY, juga program Buy the Service (Teman Bus) yang mendukung program green transportation dan mendorong green tourism,” papar Menteri Perhubungan Budi Karya.

Didukung oleh alam yang indah, DIY memiliki banyak potensi pariwisata, seperti Bukit Menoreh di Kulon Progo dan persawahan di sepanjang Pantai Selatan. Potensi wisata ini perlu dimanfaatkan secara lestari. “Kemenko Marves akan terus mendukung pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata di DIY,” pungkas Menko Luhut.

Menutup rapat, Menko Luhut memohon dukungan Pemerintah Provinsi DIY dalam penggunaan produk dalam negeri, penggunaan aspal buton dalam pembangunan dan preservasi jalan dan jembatan, serta penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL BB) sebagai angkutan umum maupun kendaraan operasional kantor. Ia juga memberikan arahan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk memberdayakan energi terbarukan, mulai dari geothermal hingga angin. Ia kembali mengingatkan agar penyelesaian masalah PP Tanjung Adikarto dapat diselesaikan tahun ini juga. Menanggapi hal ini, Menteri Treggono menyatakan kesiapannya.

“Kita perlu mengusahakan agar pembangunan-pembangunan ini dapat selesai tahun 2024, sekalipun nantinya memerlukan pengembangan lebih lanjut. Saya berpesan agar pembangunan infrastruktur harus mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dengan tetap menjaga lingkungan,” tutur Menko Luhut pada kesempatan yang sama. Ia pun yakin negara ini mampu berkembang karena memiliki budaya gotong-royong yang kuat. Ia akan memantau perkembangan hasil rakor ini secara periodik. “Satu setengah bulan mendatang, kita rakor lagi,” ingatnya.