Keterangan foto: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat melakukan kunjungan kerja ke Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Bendungan Sukamahi yang terletak di hulu Sungai Ciliwung pada Rabu (05/05/2021)/MB

Bogor (Metrobali.com) –

“Penanganan banjir Jakarta memerlukan integrasi di hulu, tengah, dan hilir,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat melakukan kunjungan kerja ke Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Bendungan Sukamahi yang terletak di hulu Sungai Ciliwung pada Rabu (05-05-2021).

Pembangunan kedua bendungan ini sendiri merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional Nomor 152, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 dan terakhir diubah dengan Perpres Nomor 109 Tahun 2020.

Merespon progres pembangunan kedua bendungan itu, Menko Luhut mengaku senang. “Menurut saya sudah paten. Selama sudah terpadu, tidak ada masalah,” tukasnya. Ia pun menyarankan  agar pengendalian banjir melibatkan universitas untuk melakukan riset lebih lanjut.

Pada kesempatan tersebut, Menko Luhut didampingi oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Tranportasi Ayodhia Kalake dan Asisten Deputi (Asdep) Infrastruktur Dasar, Perkotaan, dan Sumber Daya Air. Turut hadir pula Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Anies Baswedan, dan Bupati Bogor Ade Yasin.

Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi merupakan sister dam bendungan kering atau dry dam yang pertama kali dibangun di Indonesia. Berbeda dengan bendungan pada umumnya, bendungan ini difungsikan sebagai penahan air atau pengendali banjir Jakarta. Dibangun tanpa turbin atau pintu air, bendungan baru akan digenangi air pada musim hujan dan kering selama musim kemarau. “Ibaratnya dia nahan air dengan lubang yang lebih kecil atau dialirkan melalui bottleneck supaya bisa menahan air dan mengurangi banjir,” sebut Menteri PUPR Basuki.

Mengacu pada data rekapitulasi debit banjir periode ulang 50 tahunan, setelah pembangunan selesai kedua bendungan akan mampu mereduksi banjir sebesar 11,9 persen. Secara total, kapasitas tampung air adalah 7,73 juta m3 dan luas genangan 44,63 hektar sehingga diharapkan dapat mengurangi banjir hingga 127,22 m3/detik.

“Kalau dibuat summary, sungai kita di Jakarta hanya memiliki daya tampung sebanyak 2.300 m3, tapi kalau cuaca sedang ekstrim debit air bisa mencapai 3.300 m3. Selisihnya mencapai 1.000 m3,” jelas Gubernur Anies. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian masalah banjir dari tengah dan hilir.

Mengingat proyek ini memerlukan dukungan pemerintah untuk mengurangi run off debit air, seluruh pimpinan yang hadir sepakat untuk dilakukan pembuatan sumur resapan, seperti di daerah milik jalan (damija) sepanjang jalan tol supaya air tidak dialirkan secara langsung ke sungai, tetapi dibuat sumur resapan setiap 50 sampai 100 meter.

Menteri ATR/BPN Sofyan pun mencetuskan ide untuk melibatkan masyarakat dalam pembuatannya, yaitu dengan menyediakan spesifikasi dan standar untuk pembangunan tiap sumur, kemudian melakukan monitoring dan evaluasi saat masyarakat membuatnya. Komando Daerah Militer (Kodam) pun dapat dilibatkan untuk mengawal proyek dari hulu ke hilir supaya pengerjaannya efektif dan efisien seperti di Sungai Citarum. “Selain untuk menangani banjir, sumur resapan juga bagus untuk cadangan air yang penting untuk masa depan anak cucu kita,” terang Menko Luhut.

Proyek ini dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane dan dibangun oleh PT Brantas Abipraya bersama PT Sacna sejak Desember 2016 dan masih dalam proses pembangunan. “Proyek ini diharapkan selesai Juli 2021, lebih cepat dari target semula pada Oktober dan Desember 2021 sehingga pengendalian banjir tahun 2021 insya Allah segera terlaksana,” sebut Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko optimis. RED-MB