capres2

Jakarta (Metrobali.com)-

Pasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla menyedot dukungan publik ke masing-masing kutub.

Secara umum berbagai elemen masyarakat, elit, hingga media massa seolah terbelah untuk memenangkan masing-masing pasangan.

Suasana kampanye menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 membuat khalayak terpolarisasi. Alih-alih berbagai seruan dan imbauan untuk netral dan independen bagi berbagai institusi publik seolah tenggelam dalam euphoria untuk memberikan dukungan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 2 itu.

Pasangan itu beserta partai-partai pendukung dan tim pemenangan mereka masing-masing memang sedang menggiring rakyat untuk memberikan dukungan penuh bagi kemenangan mereka. Bak “pertempuran” antara hidup dan mati.

Media massa pun memberikan dukungan. Ada yang masih independen dan netral atas pasangan tersebut, ada yang memberikan dukungan secara malu-malu, dan ada pula yang terang-terangan dan vulgar mendukung masing-masing kubu tanpa “reserve” dengan menafikan bahkan menyerang titik lemah pihak lawan.

Tayangan televisi swasta nasional TV One dan Metro TV seputar kampanye Pemilu Presiden terlihat paling seronok dalam memberikan dukungan dan menyerang.

Kondisi itu membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap pengelola televisi swasta nasional itu diberi sanksi tegas karena dianggap tidak netral dalam menyiarkan kampanye Pemilihan Presiden 2014. , “Kami ingin ada upaya ‘punishment’, agar ada ‘shock therapy’,” kata Komisioner KPI Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho di Batam, pekan lalu.

KPI sudah memanggil pimpinan TV One dan Metro TV yang dianggap melanggar aturan netralitas dan independensi.

Wakil Pemimpin Redaksi TV One Totok Suryanto dan Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo telah memenuhi panggilan dari KPI pada 16 Juni lalu.

Dalam pertemuan itu, Ketua KPI Judhariksawan menyerukan kepada kedua pimpinan televisi itu untuk menjunjung independensi dan netralitas dalam penyiaran Pemilu Presiden.

Soal penayangan berita-berita negatif atas pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu, Judhariksawan mengingatkan mereka untuk tetap berimbang (cover both side) dan menahan diri serta memiliki good will (itikad baik).

KPI juga mengingatkan pengelola televisi itu untuk mengutamakan kepentingan bangsa dengan tetap menjaga integritas sebagai satu bangsa sehingga tidak mengarah pada perpecahan.

Berdasarkan rekapitulasi pemberitaan calon presiden dan calon wakil presiden yang dikeluarkan KPI periode 19-25 Mei 2014, frekuensi pemberitaan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Metro TV sebanyak 184 berita dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebanyak 110 berita. Durasi pemberitaan Joko Widodo-Jusuf Kalla terhitung 37.577 detik sedangkan dan Prabowo-Hatta 14.561 detik.

Ada pun total frekuensi pemberitaan Joko Widodo-Jusuf Kalla di TV One sebanyak 77 berita sedangkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa 153 berita. Durasi pemberitaan Prabowo-Hatta di TV One 36.561 detik sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla 18.731 detik.

Keberpihakan Fajar menyebutkan lembaga penyiaran lain di luar dua stasiun televisi swasta tersebut masih terbilang wajar.

“Di luar TV itu cukup proporsional. SCTV masih cukup berimbang, Kompas TV masih proporsional, meski terlihat ada keberpihakan,” katanya. Indikator siaran pemberitaan yang proporsional, menurut KPI, ialah memberikan kesempatan yang sama dalam segi durasi dan frekuensi.

Selain itu, juga dilihat dari tidak adanya tendensi untuk mengarahkan sehingga tetap menjunjung tinggi asas netralitas.

Ia mengungkapkan bahwa penyiaran program atau pemberitaan pemilu yang tak proporsional mulai berlangsung sejak September 2013, dan kian bertambah menjelang Pemilu Legislatif 9 April 2014 dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014.

Ia menyebutkan enam stasiun televisi yang menyiarkan pemberitaan dan program Pemilu Legislatif yang tidak proporsional yakni RCTI, MNC TV, Global TV, TV One, ANTV, dan Metro TV, sedangkan menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden difokuskan pada pemantauan atas TV One dan Metro TV.

Pelanggaran penyiaran sejak September 2013 hingga sekarang, menurut dia, bisa diakumulasikan dan berdampak pada sanksi yang akan diberikan kepada televisi swasta.

“Ketika dievaluasi oleh Kementerian Kominfo, dilihat dulu track record akumulasi pelanggaran yang dikeluarkan KPI untuk menjadi catatan dari Kementerian,” tutur Fajar.

Kementerian Kominfo Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengingatkan pers untuk senantiasa menjaga netralitas dan berimbang dalam memberitakan kegiatan kampanye capres dan cawapres menjelang Pemilu 9 Juli 2014.

“Bila ditemukan pers yang melanggar perundang-undangan pers yang hanya mengusung salah satu capres selama masa kampanye ini, kita kembalikan kepada Dewan Pers dan Komisi Penyiaran, karena mereka yang memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menindak,” kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Ismail Cawidu.

Ia mengatakan, selama kampanye pilpres ini, pers harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik, untuk meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi masyarakat pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

“Pers harusnya membantu menciptakan pemilu yang damai, jujur, dan adil,” ucapnya.

Ismail Cawidu mengakui saat ini pers terkesan saling menjagokan masing-masing pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Ia mencontohkan pemberitaan yang disiarkan antara stasiun televisi TV One dan Metro TV yang memihak pada salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Pers semestinya harus bersikap indenpenden, menjaga netralitas, berimbang, profesional, tidak beritikad buruk, serta tidak mencampurkan antara fakta dan opini.

“Pers hendaknya menyajikan informasi yang dapat mencerahkan agar masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dengan cerdas. Kami hanya bisa mengajak dan mengimbau agar pers berkontribusi terhadap suksesnya pilpres ini dengan berita yang mencerahkan itu,” tuturnya.

Sementara itu Kepala Sub-Bidang Analisis Berita dan Pengelolaan Opini Publik Kementerian Kominfo Teguh Wahyono mengatakan Kementerian Kominfo hanya berperan mengatur frekuensi penyiaran media elektronik, sementara pengawasan atas isi pemberitaannya dilakukan oleh KPI dan Dewan Pers.

“Kami tidak memiliki kewenangan di bidang konten jurnalistik,” katanya.

Menurut dia, saat ini, memang ada kecenderungan keberpihakan antara TV One dan Metro TV dalam memberitakan kegiatan kampanye capres dan cawapres.

“Untuk membuat berita yang aktual, faktual, dan berimbang itu sulit, karena stasiun televisi tersebut milik tim sukses salah satu capres, jadi manajemen perusahaan itu harus mengikuti pemilik stasiun televisi tersebut,” ujarnya.

Namun demikian, kata dia, frekuensi stasiun televisi ini merupakan milik publik dan tidak boleh dikuasai sekelompok orang untuk kepentingan pribadi dan kelompok tersebut.

“Untuk saat ini, kita hanya berkoordinasi dengan pihak-pihak yang mengawasi penyiaran televisi ini, jika ada temuan pelanggaran tentu akan ditindak sesuai aturan yang berlaku,” katanya.

KPI dari hasil pertemuan dengan pimpinan stasiun televise swasta tersebut masih memberi kesempatan untuk memperbaiki isi pemberitaannya tetapi tetap mengawasi dan mengawasi isinya.

Mengaku Secara kelembagaan, KPI sudah memberikan teguran kepada pengelola televisi swasta itu. Namun, menurut Fajar belum cukup. Kementerian Kominfo harus memberikan hukuman yang lebih tegas.

Kepada KPI, manajemen TV One dan Metro TV mengaku tidak bisa proporsional dalam tayangan yang disiarkan, mengingat keberpihakan pemilik modal pada salah satu pasangan calon presiden tertentu.

“Keberpihakan dua televisi itu sudah membuat keresahan publik sehingga KPI harus turun tangan. Massa akar rumput yang terbakar,” kata Fajar.

Bukan tidak mungkin bahwa KPI memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kominfo untuk tidak memperpanjang izin penyiaran dari stasiun televisi yang tidak menjunjung tinggi netralitas dan independensi. Media penyiaran harus memberikan pemberitaan yang berimbang kepada publik dan KPI bertugas sebagai pengawas. AN-MB