Menikmati Sydney dalam balutan cahaya
Sydney Opera House/MB
Sydney (Metrobali.com)-
Atap Sydney Opera House seperti jejeran kerang raksasa diwarnai gambar-gambar animasi yang menampilkan deretan ikon kontemporer berjudul “Lighting the Sails”. Tampilan orang aborigin, ragam bidang warna-warni, ikan hingga kadal Australia berkeriap di atap dengan spektrum yang memukau mata.

Cahaya warna-warni itu masuk dalam festival tahunan Vivid Sydney. Meski suhu udara malam di Sydney mencapai 14 derajat celcius, Vivid Sydney yang berlangsung pada 27 Mei – 18 Juni tersebut tetap dipenuhi pengunjung yang memadati dermaga di sepanjang pelabuhan Circular Quay, Darling Harbour dan tempat pementasan lain.

Vivid Sydney adalah agenda tahunan yang telah diselenggarakan selama delapan kali saat musim dingin di Australia. Festival ini sesungguhnya mengombinasikan seni cahaya, musik dan gagasan, seluruhnya diselenggarakan oleh badan pariwisata New South Wales.

Selama 23 hari, penyelenggara menampilkan pertunjukan lampu dari 90 instalasi cahaya sehingga menghadirkan gambar dalam skala besar di badan-badan bangunan historis kota Sydney. Rangkaian cerita itu dibuat oleh lebih dari 150 artis dari 23 negara.

Vivid Sydney tahun ini diselenggarakan di sejumlah lokasi seperti pelabuhan Circular Quay, Sydney Harbour, kawasan wisata The Rocks, kawasan pejalan kaki Martin Place, Darling Harbour, Walsh Bay, Central Park, kawasan bisnis Chatswood, pusat seni Carriageworks, Sydney Harbour dan untuk pertama kalinya diselenggarakan di Kebun Binatang Taronga, Royal Botanic Garden dan tempat perbelanjaan The Galeries.

Semuanya diberikan secara gratis.
Semprotan cahaya di tempat-tempat tersebut dimulai pukul 18.00 – 23.00 waktu setempat. Dari pantauan Antara, pada Rabu ribuan pengujung dengan antusias melihat permainan cahaya yang diproyeksikan ke gedung-gedung di kawasan itu.

Pengunjung bertambah jumlahnya pada akhir pekan yaitu Jumat-Minggu malam, namun tidak perlu khawatir bila merasa lelah atau bosan menatap gemilang cahaya, pengunjung bisa bersantai di kafe dan restoran sepanjang pelabuhan Sydney.

Puluhan kafe dan restoran sepanjang Circular Quay menyediakan makanan dan minuman baik ala barat maupun “chinese food”. Ada restoran yang menyediakan meja langsung menghadap pelabuhan dan juga meja di dalam ruangan bila pengunjung ingin sedikit kesyahduan malam Sydney.

Tidak hanya menikmati pencahayaan yang canggih, Vivid Sydney juga menjadi ajang beramal, misalnya di Circular Quay tempat Light Rocket yang dibuat oleh Starlight Childrens Foundation. Pengunjung dapat masuk ke roket setinggi 15 meter yang menyuguhkan kaledoskop cahaya yang dipadukan dengan musik sekaligus membeli tongkat “Starlight” untuk beramal kepada anak-anak yang mengalami sakit serius.

Masih ada instalasi “I Love You” di Circular Quay dengan instalasi hati berdimensi 1 x 2 meter, memancarkan cahaya warna merah muda dan menarik banyak pasangan untuk antre mengular demi berfoto di depan hati bercahaya tersebut.

Namun bila ingin merasakan suasana festival sesungguhnya, pengunjung bisa berjalan ke arah barat daya Opera House menuju kawasan the Rocks.

Di The Rocks, banyak gedung-gedung arsitektur kuno disisipi dengan sejumlah toko suvenir dan kerajinan tangan meski tidak ketinggalan kafe-kafe kecil di pojokan jalan.

Suasana tambah meriah karena ada “The Rocks Friday Foodie Market” dengan berbagai penganan ringan yang berjejeran menuju Circular Quay. Pengunjung bisa menikmati makanan di meja dan kursi yang sudah disediakan sambil mendengarkan musisi jalanan.

Vivid Sydney disebut berkontribusi mendatangkan 1,7 juta turis asing pada tahun lalu.

Bersosialisasi
“Banyak warga keluar saat ini setelah terjadi badai pada awal Juni lalu,” kata salah satu pengunjung pada Rabu (8/6).

Pada 6 Juni 2016, memang kawasan pantai Collaroy Beach Sydney terkena pasang tinggi dan gelombang besar sehingga menewaskan tiga orang.

Pengunjung tentu bukan hanya warga lokal melainkan juga turis mancanegara baik dari Amerika, Eropa maupun Asia.

“Orang Australia terkenal ramah-ramah, jadi memanfaatkan waktu makan malam untuk bersosialisasi jadi kafe-kafe di sekitar harbour selalu penuh,” kata Dewi, mahasiswi strata dua di University of Sydney.

Menurut Dewi, warga Australia saat bekerja atau berkuliah sangat serius karena dibayar per jam. Akibatnya mereka jarang lembur dan punya banyak waktu usai bekerja untuk bersosialisasi di kafe terdekat.

Tidak jarang mereka baru berkenalan di kafe tersebut dan kedekatan selanjutnya diserahkan ke pribadi masing-masing. Sumber : Antara