Dari Posko Gotong-royong Hingga Kongres Perjuangan

HEROIK-Nym Lepug pimpin satgas(2)

Denpasar (Metrobali.com)-

DI tengah konflik internal di tubuh PDI, I Nyoman Lepug tetap setia dengan kelompok yang memegang teguh kebenaran. Waktu itu PDI terbelah dua, yakni yang Pro Megawati dan Pro Soerjadi. I Nyoman Lepug memilih setia kepada Megawati.
Kelompok Pro Mega saat it uterus ditindas oleh rezim Soeharto. Pemerintah menekan Megawati dan massanya, dan mendukung PDI Pro Soerjadi. Namun, massa Pro Mega terus melawan. Di Bali, yang menjadi motor perlawanan tersebut adalah I Nyoman Lepug. Anaknya, Made Arjaya, juga ikut dalam gerakan melawan penindasan rezim Soeharto terhadap massa Pro Mega.
Perlawanan massa Pro Mega terus menyebar ke penjuru daerah. Untuk mengefektifkan upaya-upaya perlawanan di beberapa daerah berdiri Posko Gotong-royong, dengan dipelopori massa Pro Mega di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Di Bali Posko Gotong-royong semula didirikan di Puri Satria. Dari Posko Gotong-royong di Puri Satria inilah ‘komando’ perlawanan massa Pro Mega dipusatkan. I Nyoman Lepug terlibat banyak di dalamnya. Anaknya, yang merupakan kader militan PDI dari Sanur, Made Arjaya, juga dipercaya untuk menjadi ketua Posko Gotong-royong di Bali.
Posko Gotong-royong tersebut merupakan pos komando, agar perlawanan massa Pro Mega satu komando. Posko Gotong-royong secara masif didirikan massa di jalan-jalan di seluruh pelosok Indonesia. Megawati meresmikan Posko Gotong-royong secara nasional di Puri Satria. Berdirinya Posko-posko Gotong-royong yang serentak dan cepat, semakin membuat galau penguasa. Rezim Orde Baru dengan berbagai ‘alat-alat kekuasaannya’ berusaha untuk menggusur posko-posko tersebut. Namun, ternyata upaya-upaya meredam berdiri Posko Gotong-royong tidak berhasil. Justru posko-posko simbol perjuangan massa Pro Mega tersebut terus tumbuh menjamur.
Perlawanan massa PDI Pro Mega terhadap rezim Orde Baru ternyata tidak sia-sia. Bersamaan dengan perlawanan yang dilancarkan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformis, membuat rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto semakin terdesak. Seluruh masyarakat Indonesia serentak bangkit menginginkan perubahan dan mengakhiri rezim otoriter Orde Baru segera berakhir. Demo mahasiswa terjadi di mana-mana. Tokoh-tokoh reformasi terus melancarkan perjuangan agar rezim ini tumbang.
Dan, perjuangan mereka berhasil. Setelah terdesak, Soerhato akhirnya mengundurkan diri sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998. Posisinya diganti oleh BJ Habibie, yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden RI. Sementara PDI Pro Mega semakin berkibar.
Di tengah popularitasnya yang kian meningkat, PDI Pro Mega juga berancang-ancang untuk menjadikan partai ini sebagai partai tersendiri terpisah dari PDI Soerjadi. Maka digagaslah sebuah kongres. Kongres yang kemudian dikenal sebagai “Kongres Perjuangan” atau ada juga yang menyebut “Kongres Rakyat” tersebut digelar di Sanur, Bali, 8-10 Oktober 1998. Ratusan ribu bahkan ada yang mengatakan jutaan massa PDI Pro Mega dari seluruh pelosok Indonesia tumpah di Bali. Sebuah kongres yang sangat fenomenal dan mendapat liputan luar biasa dari media massa nasional dan internasional.
Rapat-rapat persiapan kongres kadang-kadang dilaksanakan di Puri Satria, kadang-kadang di rumah Nyoman Lepug. Ia dan anaknya, Made Arjaya, juga terlibat secara langsung dan intens dalam rapat-rapat persiapan kongres tersebut. Dari beberapa kali rapat tersebut muncul ide dari Nyoman Lepug untuk menggunakan dan menghidupkan pecalang sebagai pengaman kongres. Dengan menggunakan pecalang, berarti yang mem-back up kongres PDI Pro Mega adalah masyarakat adat yang ada di Bali. Karena di-back up masyarakat adat, image yang muncul adalah kongres akan berlangsung aman. Masyarakat adat mendukung kongres, tentu keamanan kongres terjamin. Saat itu, masalah keamanan kongres memang menjadi perhatian utama.
I Nyoman Lepug ketika sembahyang di Hotel Bali Beach mendapatkan semacam pawisik dari Ida Sang Hyang Widi Wasa bahwa untuk mengamankan kongres harus menggunakan pecalang. Itulah yang memperkuat alasan menggunakan tenaga pecalang untuk mengamankan jalannya kongres tersebut.
Ketua Keamanan Kongres PDI Pro Mega saat dipercayakan kepada AA Oka Ratmadi (secara administrasi), dengan Sekretaris Made Nariyana. Namun, sebagai pelaksana harian di lapangan adalah Nyoman Lepug. Anaknya, I Made Arjaya, dipercaya sebagai Koordinator Keamanan Kongres di ring I, yakni di lingkungan Hotel Bali Beach, dengan Sekretaris AA Kompyang Raka. Para pecalang yang bertugas di ring satu adalah orang-orang yang dipilih oleh I Nyoman Lepug. Karena bapak I Made Arjaya ini mempunyai perguruan, yang dipilih sebagai pecalang untuk bertugas di Hotel Bali Beach adalah murid-murid I Nyoman Lepug di Perguruan Sri Murni. Sebab, mereka yang menjadi anggota perguruan tersebut diyakini mampu melaksanakan tugas tersebut.
Kongres pun terlaksana dengan keamanan yang terkendali. Padahal jutaan orang tumpah di Sanur. Jalan-jalan dan gang-gang di Sanur, Denpasar, dan sekitarnya menjadi metal (merah total) oleh massa PDI Pro Mega. Gemuruh kongres yang disebut Megawati sebagai “Kongres Perjuangan” bergema hingga ke sudut-sudut negeri, bahkan ke penjuru dunia. Di Sanur inilah lahir partai baru yang dinamakan PDI Perjuangan.
I Nyoman Lepug berhasil mengamankan kongres rakyat tersebut. Baik secara sekala maupun niskala. RED-MB