kabinet jokowi

Jakarta (Metrobali.com)-

Andaikan Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa atau terkenal dengan Raja Jayabaya masih hidup, mungkin saja akan banyak pihak yang bertanya padanya tentang perombakan (reshuffle) kabinet.

Karena konon katanya pemimpin Kerajaan Kediri itu yang hidup pada abad ke-12, memiliki ramalan akurat yang bisa memprediksi kejadian beratus tahun ke depan. Jika memang benar, tentu menerawang perombakan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla bukan hal sulit, tidak lagi sebatas menerka-nerka.

Entah dari mana awalnya, isu perombakan posisi pembantu presiden menyeruak begitu saja di tengah masyarakat. Kabar itu semakin menari-nari liar begitu seorang menteri mengaku ada teman sejawatnya yang berani menjelekkan presiden.

“(Ada) orang yang suka mengecilkan Presiden-nya dari belakang layar, tidak berterima kasih sudah diberi jabatan sebagai pembantu radja (Presiden),” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Tjahjo mengaku mengantongi nama siapa saja menteri yang bertentangan dengan Presiden Joko Widodo. Namun dia enggan menyebutkan lebih lanjut nama-nama tersebut.

Namun, Wakil Ketua MPR Mahyudin menilai hal tudingan itu sudah menyebabkan kegaduhan politik. Dia meminta setiap pejabat agar menahan diri dan tidak mengumbar hal-hal terkait hubungan presiden dan menteri kepada media.

“Hal itu hanya bisa menimbulkan kegaduhan politik dan keriuhan nasional,” ujar Mahyudin, yang juga politisi Partai Golkar.

Presiden, tutur Mahyudin, memiliki hak prerogatif untuk mengambil tindakan apapun terhadap menteri-menterinya, termasuk dalam hal pembinaan.

“Misalnya ada menteri yang nakal ataupun ‘sok’ pintar, presiden berhak untuk melakukan pembinaan dan publik tidak perlu ikut campur. Ini termasuk dalam melakukan perombakan (‘reshuffle’) kabinet,” ujarnya.

Pria yang juga anggota Komisi I DPR RI ini meminta masyarakat umum tidak mengganggu Presiden Jokowi dengan isu-isu perombakan kabinet, dan memberikan orang nomor satu di Indonesia itu kesempatan untuk bekerja.

“Saya tidak tahu dari mana sumber isu perombakan ini. Mungkin saja berasal dari orang yang berambisi jadi menteri,” tuturnya.

Pernyataan Mahyudin diaminkan oleh pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, yang menduga memang ada pihak-pihak di luar kabinet yang ingin “menggoyang” posisi menteri saat ini.

“Betul ada upaya di luar kabinet untuk ‘menggoyang’ menteri. Selain itu, isu perombakan ini juga akibat adanya pandangan negatif publik terhadap pemerintah yang dianggap berkinerja buruk,” ujar Ubedilah.

Padahal faktanya, belum pernah ada pernyataan resmi dari Presiden Joko Widodo bahwa dirinya ingin bongkar pasang kabinet.

“Jangan ganggu menteri yang baru bekerja. Jangan buat gaduh,” kata Jokowi menanggapi gosip perombakan itu.

Hati-Hati Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun meminta Presiden Joko Widodo berhati-hati dalam mengambil kebijakan perombakan (“reshuffle”) kabinet, karena keputusan yang salah dapat membahayakan pemerintahan.

“Presiden harus memiliki pertimbangan politik yang matang sebelum melakukan perombakan kabinet,” ujar Ubedilah.

Menurutnya, meskipun perombakan kabinet disertai argumentasi masuk akal, misalnya, karena kinerja, tetapi jika dilakukan tanpa konsolidasi politik yang baik antarelite politik, maka akan memperluas sentimen negatif terhadap pemerintah.

“Sentimen negatif yang meluas ini berbahaya bagi pemerintahan. Presiden jangan sampai memilih orang-orang yang tidak diterima oleh koalisi pendukung, Koalisi Indonesia Hebat, maupun Ketua Umum PDI Perjuangan,” ujar pria yang turut terlibat dalam pembentukan Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ) tahun 1996 ini.

Jika Presiden Joko Widodo memang sulit melakukan konsolidasi antarelite politik, lanjut Ubedilah, sebaiknya dia tidak perlu melakukan perombakan kabinet.

Namun, kalau benar-benar akan dilakukan, Ubedilah berharap kebijakan itu akan dibuat memang berdasarkan kinerja, bukan karena alasan suka atau tidak suka.

“Selain itu pemerintah harus bisa menetapkan apa yang sebenarnya ingin dicapai dalam lima tahun pemerintahan. Dari sini akan bisa didapatkan menteri yang seperti apa yang dibutuhkan, bukan asal comot dan ganti tanpa tujuan,” tutur Ubedilah.

Ada pun untuk waktu yang tepat melakukan perombakan, seandainya memang presiden berkenan, Ubedilah menyarakankan sebaiknya dilaksanakan pada Oktober 2015, tepat setahun setelah para menteri dilantik.

Pemerintah, ujarnya, bisa memanfaatkan masa sebelum Oktober dimanfaatkan untuk mengevaluasi dan mencari tokoh yang tepat guna mengisi kabinet.

Sinyal Demokrat Gonjang-ganjing perombakan pun menimbulkan pertanyaan tentang masuknya partai-partai besar di luar pemerintahan ke dalam kabinet, salah satunya Partai Demokrat, parpol yang mengaku berposisi sebagai penyeimbang dan “non-blok”.

Sinyal-sinyal peluang Partai Demokrat ke dalam pemerintahan diisyaratkan oleh Koordinator Juru Bicara partai Ruhut Sitompul.

“Terkait ‘reshuffle’, itu adalah hak prerogatif Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum kami, Pak Susilo Bambang Yudhoyono. Kami mematuhi apapun yang dikatakan ketua umum,” ujar Ruhut di sela rapat pimpinan nasional Partai Demokrat.

Ketika ditanyakan mengenai nama yang disiapkan Partai Demokrat sebagai menteri, Ruhut sekali lagi mengatakan hal yang hampir serupa.

“Kalau masalah nama itu biarlah antara Pak Joko Widodo dan Pak SBY,” ujarnya.

Tetapi, seakan ingin membiarkan isu ini menjadi misteri masa depan, petinggi Demokrat memilih memberikan jawaban yang “aman”.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menegaskan Partai Demokrat adalah parpol penyeimbang untuk pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

“Sejak awal, Partai Demokrat adalah parpol penyimbang. Izinkan kami tetap seperti itu dan jangan goda kami untuk ke kiri maupun ke kanan,” ujar Hinca.

Partai Demokrat, kata Hinca, percaya penuh pada pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo saat ini.

“Kami sudah berpengalaman selama 10 tahun dan Partai Demokrat percaya pada pemerintah saat ini. Namun, kami akan tetap memberikan kritik jika ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang baik,” ucapnya.

Sementara Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, akrab dipanggil Ibas, mengatakan partainya adalah kubu “non-blok” di pemerintahan.

“Partai Demokrat itu kubu nonblok, bukan Koalisi Merah Putih atau Koalisi Indonesia Hebat,” ujar Ibas, anak kedua dari sang Ketua Umum partai Susilo Bambang Yudhoyono.

Rakyat Indonesia memang masih harus bersabar. Sebelum Presiden Joko Widodo berbicara, semua hal tentang “reshuffle” hanyalah sebatas terkaan. AN-MB