tiongkok

Gedung-gedung pencakar langit dengan tatanan jalan kota yang lebar disertai taman bunga yang indah, seakan tak membosankan bagi siapapun yang tengah menikmati perjalanan di Negeri Tirai Bambu, Tiongkok.

Kota Beijing, sebagai ibu kota negara, serta beberapa kota besar lainnya di Tiongkok seperti Tianjin, Fujian, Hainan dan Guang Zhou, ditata sedemikian menawan, sehingga tidak nampak sumpek dengan kepadatan penduduknya yang mencapai 1,3 miliar.

Kota Beijing dihuni sekitar 21 juta jiwa penduduk, Hainan sekitar 31 juta jiwa penduduk, Fujian juga jumlahnya mencapai 37 juta jiwa, Hainan hanya sekitar sembilan juta jiwa dan Guang Zhou mendekati 20 juta jiwa penduduk.

Jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kota Jakarta, mungkin hanya bisa membandingkannya dengan Kota Hainan di selatan Tiongkok, karena Jakarta dihuni sekitar 12,7 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2014.

Nyaris tak nampak adanya kemacetan lalu lintas di jalanan seperti Kota Jakarta. Dan, tidak terlihat pula adanya warga kota yang jalan berdesak-desakan serta polusi udara yang lahir dari knalpot kendaraan bermotor yang menjulang seperti di ibu kota negara Indonesia itu.

Hampir semua kendaraan roda empat menggunakan pertamax dan bahan bakar lain yang minim polusi, sementara warga kebanyakan menggunakan sepeda motor listrik serta sepeda listrik dan sepeda dayung.

Hampir sepekan lamanya (25 Mei sampai 1 Juni 2015), delegasi wartawan Indonesia dari Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur berjumlah 10 orang, berkelana ke kota-kota tersebut atas undangan dan inisiatif dari Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Bali, Hu Yinquan. Konjen RRT di Bali, baru dibentuk pada 8 Desember 2014.

Setiap provinsi di Tiongkok, punya badan perencanaan pembangunan yang terdiri dari para profesional serta para ahli rancang bangunan dan tata ruang wilayah, dengan tugas khusus untuk membuat profil pembangunan serta tata ruang wilayah sesuai keadaan wilayahnya masing-masing.

Profil bangunan dan tata ruang wilayah dalam bentuk maket itu, kemudian ditampilkan secara terbuka kepada publik dan menjualnya kepada para investor untuk membangunnya sesuai model perencanaan pembangunan tersebut.

“Yang namanya transparansi, memang harus seperti itu,” komentar para wartawan setelah melihat maket rancang bangun Kota Tianjin di utara Tiongkok serta penjelasan langsung dari Wang Tong (Devisi Koordinasi dan Informasi Hubungan Luar Negeri Tianjin) melalui penerjemah Henry Somantri, salah seorang anggota delegasi dari koran berbahasa Mandarin yang terbit di Denpasar, Bali.

Sekitar 80 persen dari rencana tata ruang kota dan pengembangan wilayah Tianjing itu, kata Wang Tong, sudah selesai dikerjakan oleh para investor. “Mereka membangun sesuai dengan apa yang sudah dirancang dalam maket tersebut,” katanya menambahkan.

Ketika malam menjelang, delegasi wartawan Indonesia yang dipimpin I Made Tinggal Karyawan (Kepala Biro Perum LKBN Antara Bali) diundang Wakil Direktur Umum Urusan Luar Negeri Kota Tianjin, Cao Han Jun, untuk menikmati suasana malam kota dengan menelusuri sungai Hai He bersama sebuah perahu pesiar.

“Rasanya seperti kita berada di dunia lain saja,” komentar Hidayatul Wathoni, dari Lombok Pos Mataram, setelah melihat beraneka warna lampu keemasan yang membungkus dan membalut bangunan-bangunan pencakar langit yang berdiri tegak di tepian sungai tersebut.

“Sulit bagi kita (Indonesia) untuk menyaingi Tiongkok. Mereka (Tiongkok) sudah sangat maju dan maju sekali..Jika Tiongkok dilukiskan sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia, mungkin inilah faktanya yang kita lihat dengan mata telanjang sendiri,” ujarnya.

Cao Han Jun memang sengaja mengajak para wartawan untuk menikmati suasana malam Kota Tianjin dengan menelusuri sungai buatan dengan lebar sekitar 100 meter itu, untuk menunjukkan bahwa 80 persen dari rencana tata ruang wilayah Kota Tianjin itu memang sudah selesai dibangun, bukan hanya sekadar omong.

Untuk mencapai Tianjin yang berjarak sekitar 120 km dari Beijing, hanya ditempuh dalam tempo 25 menit dengan kereta api cepat jenis C 2051 buatan Tiongkok yang dirancang khusus untuk memudahkan rakyatnya bepergian dan memperlancar arus transformasi perdagangan ke semua wilayah di daratan Tiongkok.

Hal yang serupa, nampak pula di Kota Fu Zhou, ibu kota Provinsi Fujian di selatan Beijing, yang ditempuh dalam waktu dua jam dengan maskapai penerbangan Air China dari Bandara Internasional Beijing. Fujian merupakan pulau tersendiri lepas dari Tiongkok daratan, dan wilayah provinsinya terdiri dari pulau-pulau pula.

Namun, untuk mencapai satu pulau dengan pulau lain di Fujian, tidak perlu harus menggunakan kapal motor atau pesawat terbang, seperti wilayah kepulauan di Indonesia, tetapi cukup saja dengan bus. Semua pulau terhubung dengan tol laut, sehingga tidak menghambat rakyat Fujian untuk bepergian kemana pun dia suka.

Di sisi lain, hal ini juga tidak menghambat investor untuk menanamkan investasinya di Fujian. Di Pulau Pingtan, misalnya, telah dikelola menjadi kota industri, pariwisata dan kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia untuk menghidupkan kembali jalur sutra laut yang dirintis Tiongkok pada masa lalu.

Pulau seluas 324 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 400.000 jiwa itu, letaknya hanya sekitar 300 km dari Taiwan. Sudah sekitar 1.000 investor dari sejumlah negara sudah menanamkan modalnya untuk mengembangkan pulau tersebut sebagai kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia sekaligus menjadi pintu perdamaian bagi Tiongkok dan Taiwan yang sering bersihtegang, karena masalah politik.

Kawasan perdagangan bebas Pingtan ini didirikan atas inisiatif Presiden Tiongkok Xi Jinping pada bulan Desember 2014 setelah melakukan inspeksi ke pulau tersebut, sekaligus menjadikan Pingtan sebagai jendela Fujian dan pintu bagi Tiongkok.

Di wilayah Provinsi Hainan yang panas itu, juga merupakan salah satu provinsi kepulauan di selatan Tiongkok. Provinsi ini sudah menjalin kerja sama dengan Provinsi Bali dalam bentuk “Sister Province” untuk pengembangan sektor pariwisata. Hainan memiliki banyak objek wisata, namun mereka harus banyak belajar dari Bali yang sudah terkenal pariwisatanya di seluruh dunia itu.

Di Pulau Boao, misalnya, malah disulap Pemerintah Provinsi Hainan menjadi lokasi pertemuan para pemimpin Asia yang beranggotakan 28 negara lewat Boao Forum for Asia. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo, sudah hadir di pulau tersebut untuk mengikuti pertemuan para pemimpin Asia.

Pulau tersebut letaknya terpisah dengan Hainan, namun untuk melangkah ke sana, hanya dengan bus. Pemerintah Hainan membangun tol laut untuk menghubungkan Hainan dan Boao.

Gedung mewah yang menjadi tempat pertemuan para pemimpin Asia serta fasilitas pendukung lainnya, tidak hanya dibiarkan merana, namun dikelola pula menjadi objek wisata menarik bagi para turis mancanegara yang berkunjung ke Boao.

Pembangunan di semua penjuru Tiongkok dilakukan dengan mengacu pada maket tata ruang wilayah yang dibuat oleh badan perencanaan pembangunan, sehingga tidak nampak adanya kawasan kumuh seperti kota-kota besar di Indonesia, karena rakyat Tiongkok pun menikmati fasilitas apartemen atau rumah susun yang telah disiapkan oleh pemerintah.

Indonesia mungkin bisa mencontoh Tiongkok dalam menata ruang wilayahnya, sehingga tidak ada lagi lagi kawasan kumuh dan kemacetan lalu lintas yang hampir terjadi merata di semua kota besar di nusantara. Pesona kota-kota di Tiongkok seakan membuat siapa pun merasa seperti berada di dunia lain.

“Kita membanggakan kehebatan Tiongkok bukan berarti untuk mengecilkan eksistensi negeri kita sendiri Indonesia…Ada hal-hal positif yang perlu kita belajar dan tiru dari Tiongkok, seperti model tata ruang wilayah tersebut,” kata Ketua Tim Delegasi Wartawan Indonesia I Made Tinggal Karyawan. AN-MB