Mencari Bentuk Penyediaan Air di Indonesia
Jakarta (Metrobali.com)-
Di tengah gencarnya pemberitaan tentang penundaan besar-besaran dalam jadwal penerbangan maskapai Lion Air, sebenarnya sebelumnya terdapat pula permasalahan lain di Bandara Soekarno-Hatta yang sempat muncul di berbagai media.
Hal itu adalah mengenai terhentinya aliran air bersih yang sempat mengalami gangguan akibat kebocoran pipa di Terminal 1 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Gangguan yang terjadi sejak Jumat (13/2) itu, akhirnya pada Sabtu (14/2) malam berhasil diperbaiki dan dibenahi oleh PT Angkasa Pura II (Persero).
“Kami menyampaikan permohonan maaf kepada pengguna jasa bandara, mitra kerja, dan mitra usaha, atas ketidaknyamanan yang sempat timbul akibat terganggunya aliran air bersih,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Budi Karya Sumadi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (15/2).
Sebagaimana diberitakan, Angkasa Pura II saat ini tengah memfokuskan untuk membenahi pelayanan di 13 bandara, baik dari sisi pelayanan kepada pengguna saja maupun pengembangan secara fisik sepanjang 2015.
Hal yang membuat pertanyaan di sejumlah warga adalah sistem penyediaan air di sebuah bandara internasional saja bisa bermasalah, bagaimana halnya dengan sistem penyediaan air daerah-daerah yang lebih terpencil dengan akses yang buruk? Belum jelang sepekan setelah insiden air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Mahkamah Konstitusi juga mengeluarkan putusan yang intinya adalah membatalkan seluruh isi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (18/2).
Mahkamah menilai bahwa UU SDA tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Adapun enam prinsip dasar tersebut adalah pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air, sepanjang pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat di atas diperoleh langsung dari sumber air.
Dalam perkara gugatan yang diajukan antara lain oleh PP Muhammadiyah dan Perkumpulan Vanaprastha itu, Mahkamah berpendapat bahwa sumber daya air merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
“Sumber daya air mempunyai andil penting bagi kemajuan kehidupan manusia, serta menjadi faktor penting bagi manusia untuk dapat hidup layak,” kata Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam membacakan pendapat Mahkamah.
Terkait dengan konstitusionalitas, UU SDA dalam pelaksanaannya harus menjamin terwujudnya amanat konstitusi tentang hak penguasaan negara atas air.
“Hak penguasaan negara atas air itu dapat dikatakan ada bilamana negara, yang oleh UUD 1945 diberi mandat untuk membuat kebijakan (beleid), masih memegang kendali dalam melaksanakan tindakan pengurusan, tindakan pengaturan, tindakan pengelolaan dan tindakan pengawasan,” kata Anwar.
Tinjau kembali Imbas dari keputusan tersebut adalah, berbagai daerah yang telah membuat peraturan daerah terkait sistem penyediaan air minum perlu meninjau kembali peraturan tersebut setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
“Pembatalan keseluruhan UU Sumber Daya Air (UU SDA) oleh MK berimplikasi serius pada berbagai peraturan daerah (perda) maupun peraturan bupati/walikota (perbup/perwali) yang telah dibuat sebelumnya,” kata Ketua Pusat Kajian Konstitusi dan Pancasila Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya, Victor Imanuel Nalle, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (20/2).
Saat ini, ujar dia, terdapat ratusan kabupaten/kota telah atau sedang menyusun peraturan tentang sistem penyediaan air minum (SPAM) dengan mengacu pada UU Sumber Daya Air.
Ia mengungkapkan bahwa permasalahannya adalah berbagai perda maupun perbup/perwali tersebut memberikan kesempatan bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Kesempatan bagi pihak swasta diberikan karena berbagai peraturan tersebut mengacu pada UU SDA maupun peraturan pelaksananya, yaitu PP No. 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Padahal, dalam putusannya, MK secara tegas menyatakan bahwa prioritas utama dalam pengusahaan air diberikan kepada BUMN atau BUMD.
“Pengusahaan air oleh swasta bertentangan dengan semangat hak penguasaan oleh negara atas air sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945,” ujarnya.
Untuk itu, ia menegaskan bahwa sejak UU Sumber Daya Air dibatalkan, maka berbagai peraturan di daerah menyangkut SPAM telah kehilangan landasan yuridisnya.
Oleh karena itu, setiap daerah yang telah memiliki atau sedang menyusun perda maupun perbup/perwali tentang SPAM harus meninjau ulang dan menyesuaikannya dengan UU No 11/1974 tentang Pengairan yang diberlakukan kembali pascaputusan MK.
Tarik investor Sementara itu, Badan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) masih pula diharapkan untuk dapat menarik investor yang benar-benar berkualitas guna memaksimalkan pelayanan air minum kepada masyarakat di berbagai daerah di Tanah Air.
“Melalui pendampingan yang dilakukan BPPSAM, diharapkan akan ada investor yang dapat diajak bekerja sama,” kata Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Serang, Achmad Rifai dalam rapat koordinasi terkait SPAM Cibaja di BPPSPAM, Jakarta, Jumat di Jakarta, Jumat (13/2).
Menurut dia, saat ini PDAM Kabupaten Serang tengah mengupayakan percepatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Cibaja dengan kapasitas 280 liter per detik yang meliputi Kecamatan Cimande, Bandung, Kibin, dan Jawilan.
Ia mengungkapkan bahwa untuk proyek SPAM Cibaja ini sebenarnya telah banyak investor yang sudah menyatakan ketertarikan atau minatnya untuk bekerja sama dalam proyek tersebut.
“Namun yang tahu bibit, bebet, dan bobotnya adalah BPPSPAM. Kami berharap BPPSPAM dapat memberikan masukan investor mana yang memiliki kemampuan terutama dari segi finansial,” ujar Rifai.
Sekretaris BPPSPAM Rina Agustin Indriani menyarankan agar Kabupaten Serang memiliki kebijakan strategi daerah yang dituangkan dalam peraturan bupati sebagai payung aturan bagi daerah dalam menyusun kebijakan terkait air minum.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang menaungi BPPSPAM, telah bekerja sama antara lain dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) membantu upaya efisiensi energi bagi beragam PDAM di berbagai daerah guna meningkatkan kinerja dan pelayanan di Indonesia.
“Semakin tinggi kinerja PDAM maka semakin baik pelayanannya, khususnya pelayanan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah,” kata Direktur Pengembangan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochammad Natsir dalam lokakarya ‘Roadmap Efisiensi Energi PDAM’ di kantor Kemenpupera, Jakarta, Rabu (11/2).
Rendahnya cakupan Ia mengemukakan, permasalahan dalam penyediaan air minum saat ini antara lain masih rendahnya cakupan pelayanan air minum, yang secara nasional pada 2014 baru mencapai 70,05 persen.
Padahal, pemerintah telah menetapkan target yang ingin dicapai yaitu sebesar 100 persen penduduk Indonesia terlayani akses air minum pada akhir 2019.
Berdasarkan hasil analisis penilaian kinerja PDAM yang dilakukan oleh Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air minum tahun 2014, hanya 182 PDAM dari sebanyak 359 PDAM yang ada di Tanah Air yang berstatus sehat. Selebihnya adalah 103 PDAM yang berstatus kurang sehat dan 74 PDAM berstatus sakit.
Menurut dia, penyebab utama masih belum optimalnya kinerja PDAM adalah inefisiensi pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), antara lain karena pengeluaran biaya yang tinggi.
“Salah satu upaya meningkatkan kinerja PDAM adalah dengan melakukan efisiensi biaya listrik. Pemanfaatan energi yang efisien menjadi isu penting, terlebih biaya energi umumnya mencapai 20 – 30 persen dari total biaya operasional PDSAM,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Direktur USAID Indonesia, Derrick Brown mengatakan, jika efisiensi energi dapat diterapkan akan meningkatkan kesempatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan manfaat air minum yang disediakan PDAM.
Selain itu, menurut Derrick Brown, hal tersebut juga dinilai bakal meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat karena akan mencegah anak-anak dari penderitaan penyakit yang ditularkan melalui air seperti diare.
“Akses layanan air minum yang aman dan sanitasi yang layak bagi masyarakat merupakan unsur penting dalam mengurangi kemiskinan, ketimpangan, kelaparan dan penyakit,” ucapnya. AN-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.