Mekarnya Sakura Dalam Penguatan Ekonomi RI-Jepang
Jakarta (Metrobali.com)-
Hanami, adalah sebuah kata di Jepang yang dapat dimaknai sebagai tradisi bersantai dan berpiknik di bawah pohon sakura yang sedang merekah.
Tradisi yang telah dimulai sejak abad VIII itu memang selalu dilakukan oleh masyarakat Jepang. Warga asing yang ada di negara Matahari Terbit itu juga tidak dapat menyangkal keindahan sakura.
Bahkan, setiap tahun lembaga negara Badan Meteorologi Jepang selalu mengeluarkan laporan perkiraan kapan sakura mulai merekah di setiap prefektur atau provinsi di Jepang.
Biasanya, merekahnya Sakura dimulai di Okinawa (bagian Jepang selatan) pada Januari dan bergeser ke utara hingga mencapai Tokyo pada akhir Maret atau awal April.
Kunjungan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ke Tokyo, Jepang, pada 12-17 Maret 2015 memang belum menunjukkan sakura yang merebak.
Namun, kunjungan itu dapat dimaknai dengan merebaknya hal lain, yaitu penguatan hubungan ekonomi antara kedua negara tersebut.
Dalam rangkaian lawatannya ke Jepang, Jusuf Kalla mengajak perusahaan negara tersebut meningkatkan investasinya di Indonesia.
“Kami membahas antara lain tentang meningkatkan investasi di Indonesia,” kata Wapres menjelaskan pertemuan dengan sejumlah perusahaan Jepang di Tokyo, Jepang, Senin (16/3).
Perwakilan sejumlah perusahaan asal Matahari Terbit itu yang menemui Wapres antara lain Itochu, Marubeni, Mitsubishi, Nomura, dan Sumitomo. Terdapat pula perwakilan Keidanren (Federasi Bisnis Jepang).
Itochu pada tahun 2014 pernah diberitakan di sejumlah media global mengenai kerja samanya dengan perusahaan asal Thailand, Charoen Pokphand (CP) untuk berinvestasi lebih dari delapan miliar dolar AS di dalam perusahaan BUMN Tiongkok CITIC Group, selama tahun 2015.
Jumlah tersebut dinilai merupakan investasi terbesar yang pernah dibuat perusahaan dagang asal Jepang. Transaksi itu juga merupakan langkah akuisisi terbesar di Tiongkok yang pernah dilakukan oleh perusahaan asal Negeri Sakura.
Sebelumnya pada Jumat (13/3), Wapres juga telah menemui sejumlah pimpinan perusahaan besar Jepang antara lain Chairman Inpex Corporation Naoki Kuroda, President Repsentative Director Tokyo Gas Michiaki Hirose, dan Executive Vice President Mitsui Shintaro Ambe.
Jusuf Kalla menyatakan, minat berbagai perusahaan besar dari negara Jepang sangat tinggi untuk berinvestasi di Republik Indonesia, terutama dengan terjadinya pelemahan nilai mata uang Rupiah.
Menurut Wapres, minat perusahaan-perusahaan besar Jepang untuk berinvestasi di Indonesia tinggi apalagi mengingat secara tradisional, Jepang merupakan investor besar di Tanah Air.
Selain itu, ujar dia, aktivitas perekonomian Jepang saat ini juga ingin berinvestasi lebih besar ke sejumlah kawasan utamanya ke Asia Tenggara seperti Indonesia.
“Mereka (perusahaan-perusahaan besar Jepang) sangat senang dan ingin birokrasi yang lebih lancar,” ucapnya seraya menambahkan, perusahaan Jepang umumnya berbicara antara lain persoalan listrik, gas, dan infrastruktur pelabuhan.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin yang menemani Wapres dalam pertemuan itu mengemukakan, investasi yang dilakukan berbagai perusahaan besar Jepang sangat serius dan di beragam sektor seperti otomotif, gas dan listrik.
“Mereka sangat antusias masuk ke sektor infrastruktur termasuk pembiayaan dan juga sektor-sektor industri,” ujar Menperin Saleh Husin dan mencontohkan, proyek yang diminati investor Jepang tersebut antara lain pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW).
Menperin juga mengungkapkan komitmen para CEO untuk terus memperbesar investasi di Indonesia yang dipandang sebagai negara yang sangat penting dan menjadi tujuan utama investasi di kawasan ASEAN.
Sedangkan Duta Besar Jepang untuk RI Yasuaki Tanizaki di kantor Wapres, Jakarta (9/3), mengatakan negaranya optimistis dapat menambah nilai investasi di Indonesia melalui sejumlah sektor pembangunan.
“Kami optimistis terkait investasi luar negeri langsung Jepang di Indonesia setelah kami lakukan survei pada 2014 tentang potensi daya tarik negara tujuan investasi,” kata Tanizaki.
Menurut Dubes, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang paling menarik dalam pandangan sejumlah perusahaan Jepang.
Energi ramah lingkungan Tidak hanya berbicara, Wapres Jusuf Kalla juga diperlihatkan demonstrasi tentang LNG sebagai energi yang ramah lingkungan saat mengunjungi pabrik LNG milik perusahaan Tokyo Gas di Chiba, Jepang, Minggu (15/3).
“LNG yang ada di dalam wadah ini memang tidak berwarna dan tidak berbau,” ungkap Kago dari Divisi Energi Tokyo Gas yang memperlihatkan demonstrasi tentang penggunaan energi LNG di depan Wapres Jusuf Kalla dan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Terminal LNG Sodegaura milik Tokyo Gas.
Menurut Kago, LNG berbeda dengan sejumlah sumber energi lainnya yaitu batu bara dan minyak bumi yang dinilai berbahaya karena mengandung gas beracun.
Kago memperlihatkan dalam demonstrasinya bahwa LNG bisa mencapai minus 160 derajat celsius. Kemudian dimasukkan setangkai bunga anyelir ke dalam LNG.
Jusuf Kalla yang diberikan sarung tangan memegang bunya anyelir itu, dan ternyata langsung hancur beku karena bunga anyelir itu telah total membeku dan menjadi rapuh.
“Seperti main sulap,” seloroh Wapres Jusuf Kalla yang juga terpukau dengan demonstrasi tersebut.
Kago juga menuturkan, LNG punya kemampuan mendinginkan yang bermanfaat, misalnya, untuk membuat produk beku seperti ikan tuna agar tetap segar dalam pengiriman.
Ia memaparkan, LNG bila berubah menjadi wujud gas maka akan dapat membesar hingga hampir 60 kali lipat, sehingga untuk mengangkut ke luar negeri memang sebaiknya dalam bentuk cair.
“Kami menerima kapasitas LNG yang sangat besar. Ada kapal pengangkut yang bisa mengangkut hampir 100 ribu ton,” ucapnya seraya menambahkan, jumlah energi yang diterima Tokyo Gas dapat mencapai hingga lebih dari 200 kapal per tahun.
Selain itu, diperlihatkan pula demonstrasi bahwa pembakaran dari sumber energi LNG ternyata bersih, dan berbeda dengan pembakaran dari sumber energi minyak yang bisa menimbulkan jelaga hasil dari pembakaran tersebut.
Menurut Kago, bila terjadi kebocoran dan LNG tumpah ke laut, maka yang terjadi hanya akan mengakibatkan sedikit lapisan air membeku sehingga bila bocor ke laut tidak akan mengotori laut. “Ini energi ramah lingkungan,” ujarnya.
Optimalkan penyerapan gas Pemerintah RI juga bakal terus mengoptimalkan penyerapan gas yang dihasilkan dari sumber domestik atau dalam negeri, antara lain dengan membangun dan mengembangkan fasilitas terminal penerimaan LNG di sejumlah daerah.
“Bila kita mau memanfaatkan LNG (gas alam cair) kita yang banyak, maka harus banyak pula punya ‘receiving’ terminal (terminal penerimaan),” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan, setelah mengunjungi Pabrik Terminal LNG Sodegaura milik perusahaan Tokyo Gas tersebut.
Wapres mengingatkan bahwa Indonesia yang memiiki banyak sumber gas, ternyata belum maksimal dalam memanfaatkan LNG yang sebenarnya merupakan sumber energi yang ramah lingkungan.
Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa Indonesia telah banyak melakukan pengiriman atau pendistribusian tetapi masih minim dalam melakukan penerimaan LNG, antara lain karena fasilitas infrastruktur yang belum menunjang.
Sejumlah kendala yang dihadapi, ujar dia, antara lain adalah besarnya investasi yang diperlukan yaitu sekitar 1 miliar dolar atau setara dengan lebih dari Rp10 triliun.
Sebagaimana diwartakan, penyerapan gas dalam bentuk LNG untuk domestik belum optimal karena terhambat ketersediaan infrastruktur, dan belum maksimalnya penyerapan oleh fasilitas yang sudah dibangun.
Pasar domestik seharusnya dapat mengoptimalkan penyerapan kelebihan kargo LNG, kata Kepala Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudianto Rimbono di Jakarta, Senin (16/2).
Ia mengatakan, dari alokasi LNG sebanyak 38 kargo tahun lalu hanya terserap sekitar 94,74 persen. Dia mengakui ada beberapa sebab sehingga alokasi tersebut tidak dapat diserap, seperti kurangnya infrastruktur dan tidak optimalnya penyerapan fasilitas penerima LNG di dalam negeri.
Berlanjut di Jakarta Saat kembali ke Jakarta, pihak RI dan Jepang juga terus membahas mengenai investasi energi tersebut, yang dibuktikan dengan datangnya Direktur Emeritus Japan Gas Corporation, Yoshihiro Shigehisa yang menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas pembangunan tenaga pembangkit listrik di wilayah timur Indonesia.
“Jadi kami akan membuat perusahaan baru di sini dan sekarang kami sedang mencari investor di Indonesia. Kami punya nilai uang yang besar untuk diinvestasikan dalam kerja sama ini,” imbuh Shigehisa di Kantor Wapres Jakarta, Rabu (18/3).
Dia menjelaskan rencana pembangunan pembangkit listrik tersebut akan sepenuhnya menggunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia dari Indonesia.
Untuk sumber daya alamnya, lanjut Shigehisa, menggunakan batu bara yang melimpah diproduksi di Indonesia.
“Karena batu bara yang diproduksi di negara Indonesia tidak digunakan sama sekali dan batu bara yang berkualitas tinggi malah diekspor ke Tiongkok dan negara-negara lain. Maka dari itu kami akan berusaha membangun generator listrik sebaik mungkin,” lanjutnya.
Selain itu, tenaga kerja yang akan mengoperasikan pembangkit listrik tersebut seluruhnya berasal dari Indonesia yang sebelumnya diberikan pelatihan di Jepang.
Setelah Wapres, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Widodo dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang pada 22-25 Maret 2015.
Kedatangan Presiden dan Ibu Negara beberapa hari mendatang tersebut, diperkirakan bertepatan dengan merekahnya Sakura di Tokyo.
Dengan demikian, merekahnya bunga Sakura itu juga menandai semakin menguatnya hubungan antara Republik Indonesia dan Jepang. AN-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.