Foto: Suasana mediasi atas persoalan penghapusan alamat KTP dan KK warga Jeroan Belong di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Denpasar, Selasa 25 Juni 2024.

Denpasar (Metrobali.com)-

Warga Jeroan Belong terus memperjuangkan hak mereka atas tanah warisan dari I Gusti Putu Geledeg bernomor 696 Persil 72 A yang beralamat di Jalan Sutomo Nomor 60 dan 62, Denpasar. Mereka juga berjuang untuk menghadapi upaya penghapusan alamat kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) warga Jeroan Belong dan laporan dari Anak Agung Sumanjaya sebagai pihak yang mengklaim obyek tanah sebelumnya dipakai tempat tinggal warga Jeroan Belong selaku terlapor.

Mediasi penghapusan alamat KTP dan KK warga Jeroan Belong berlangsung panas di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Denpasar, Selasa 25 Juni 2024. Namun sayangnya mediasi ini tidak menemuni titik terang.

Jro Komang Sutrisna, S.H selaku kuasa hukum Warga Jeroan Belong menjelaskan bahwa panggilan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar terjadi karena adanya keberatan dari pihak A.A Sumanjaya yang melaporkan bahwa alamat tersebut masih tercatat di sana, meskipun tidak ada anggota Jeroan Belong yang tinggal di sana.

Menurut Jro Komang Sutrisna, proses hukum yang sebenarnya masih berlangsung dan apa yang dilaporkan oleh A.A Sumanjaya seakan menutup mata terhadap situasi hukum yang sedang terjadi. “Beliau melaporkan keberatan terhadap kami, alamat kami yang masih di sana, sedangkan dari Jeroan Belong tidak ada tinggal di sana. Nah ini prosesnya masih, kalau kami jelaskan prosesnya adalah proses hukum sebenarnya. Dan apa yang dilaporkan ini sepertinya dari Anak Agung Sumanjaya menutup mata terhadap apa yang terjadi sebenarnya, proses hukum yang terjadi,” terangnya kepada awak media usai mediasi.

Ditambahkannya, konflik ini bermula pada tahun 2011 ketika pihaknya menggugat bahwa mereka memiliki pipil warisan dari I Gusti Putu Geledeg, yaitu Pipil 696 Persil 72 A yang beralamat di Jalan Sutomo 60 dan 62. Konflik keperdataan tersebut kemudian berlanjut hingga diputuskan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2014 dengan hasil kemenangan sebagian-sebagian.

“Kami dimenangkan atas ahli waris, semua penggugat itu dinyatakan sah sebagai ahli waris I Gusti Putu Geledeg. Dengan warisannya Pipil 696 Persil 72 A seluas 37 are yang beralamat di Jalan Sutomo 60 dan 62,” bebernya.

Lebih lanjut dikatakannya, dari putusan tersebut secara de jure Jeroan Belong masih bertempat tinggal di sana. Namun, pihaknya menemukan adanya dugaan perbuatan melanggar hukum ketika ditemukan putusan Pengadilan Negeri Denpasar tahun 2019, dimana muncul sertifikat 06012 Pemecutan Kaja, yang kemudian diikuti dengan upaya-upaya untuk mengeksekusi lahan-lahan tersebut.

“Kami sekarang menemukan sesuatu yang kami anggap ini adalah perbuatan melanggar hukum, ketika kami mendapatkan putusan-putusan dari pengadilan negeri Denpasar, kemudian kami membaca putusannya, di putusan tahun 2019. Ternyata muncullah ada sertifikat 06012 Pemecutan Kaja. Kemudian ada upaya-upaya untuk mengeksekusi lahan-lahan itu,” kata Jro Komang Sutrisna.

Dia kemudian menjelaskan bahwa dalam putusan tahun 2019 ketika eksekusi dilakukan di Jalan Sutomo 60-62, pihaknya masih diberikan kesempatan untuk menguji karena gugatan balik atau gugatan rekonvensinya belum diterima, sehingga masih ada peluang untuk melakukan upaya hukum. Upaya tersebut telah dilakukan dengan mengajukan surat kepada Bapenda untuk meminta print out NOP 30, yang merupakan bagian historis dari Pipil 696. Dan dari situ muncullah SPPT yang berisi blok wilayah dan pajak dengan nomor NOP 30.

“Kemudian muncullah SPPT yang berisi blok wilayah, kewilayahan dan pajaknya itu bernomor NOP, dan yang saya ingat di belakangnya 30. Jadi NOP 30 kita namakan. Nah ternyata ketika kita lihat NOP 30 ini di Bapenda ternyata sudah diambil alih oleh pihak sebelah, dengan perbuatan melawan hukum. Jadi dia mengambil alih semua NOP yang kita miliki kemudian dia jadikan untuk pengajuan SAM 06012,” jelasnya.

Sutrisna juga mengatakan bahwa saat ini proses hukum sedang berlangsung di Polresta Denpasar. Pihaknya melaporkan bahwa semua keterangan yang disampaikan pada tahun 2014, ketika keputusan pengadilan memenangkan sebagian-sebagian, tidak diikuti sesuai dengan putusan yang jelas dan inkrah. Namun, pihak lawan mengambil alih semuanya dan melakukan upaya-upaya secara diam-diam untuk mengambil NOP 30 tersebut.

“Kita sudah laporkan ini ke Polresta dan Polresta sudah memeriksa saksi-saksi dan alat bukti sudah diambil alih, sudah disita. Dan kami yakin bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang ini sampai akhir tahun 2019 dia mengeksekusi dengan SAM yang dia telurkan adalah SAM yang cacat hukum,” terangnya.

Lebih lanjut Sutrisna mengatakan bahwa pihaknya telah menjelaskan kepada Dukcapil bahwa masih ada sengketa, karena pihaknya diminta pindah dari lokasi. Ditegaskannya, secara de jure, putusan Mahkamah Agung tahun 2014 menetapkan pihaknya sebagai ahli waris yang sah. Namun, pihak lawan diam-diam mengambil alih hak tersebut. Oleh karena itu, pihaknya akan melawan. Menurutnya, kependudukan adalah hak warga negara, yang bisa pindah atau tetap tinggal sesuai keinginan mereka secara sukarela.

“Tetapi bukti-bukti yang kami perlihatkan di Dukcapil dilawan, masih dilawan sama pihak lawan yang melaporkan bahwa dia akan melakukan proses hukum. Dan anehnya, dari pihak lawan itu mendapatkan semua data-data kita, data-data pribadi kita semuanya dia ambil alih. Dari mana dia dapatkan ini? Ini Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, ini melindungi semua dari data-data pribadi orang sampai ke NIK, sampai ke tanggal lahir, semuanya bisa didapatkan,” urainya.

Sutrisna kemudian mengatakan bahwa ada dugaan pelanggaran undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Ia mempertanyakan dari mana pihak lawan mendapatkan data pribadi 45 orang tersebut. Menurutnya, hal ini bisa diusut karena data pribadi mereka digunakan dalam laporan ke pemerintah, yang melanggar undang-undang. Ia menegaskan bahwa pihak lawan melakukan tindakan yang melanggar hukum dan tidak menyenangkan, sehingga pihaknya harus menyikapi hal ini dengan serius. Pihaknya juga akan tetap bertahan di Jalan Sutomo 60 dan 62 sampai adanya keputusan intrah dari pengadilan.

“Jadi posisi 45 warga tersebut tersebar. Ada yang numpang dan lain sebagainya. Berceceran semuanya. Masih bertahan. Kami akan kembali lagi karena putusan kami masih kami diberikan menguji. Ada peluang gugatan balik,” tegasnya.

Sutrisna mengungkapkan bahwa ke-45 warga berharap bisa kembali ke tempat tersebut sebagai tanah leluhur mereka. Terlebih lagi di sana terdapat Merajan yang telah ada selama ratusan tahun. Sejarah Denpasar mencatat bahwa Puri Belong berada di lokasi itu. Tanah seluas 37 are tersebut sekarang kosong karena sudah diratakan setelah dieksekusi menggunakan sertifikat SAM 06012. Menurut Sutrisna, proses penerbitan sertifikat tersebut cacat hukum, dan pihaknya sudah melaporkan pidana terkait hal ini. Selanjutnya, mereka akan menentukan langkah hukum perdata yang akan diambil.

“Luasnya 37 are. Tanah ini sekarang kosong karena sudah diratakan dengan tanah, sudah dieksekusi dengan mempergunakan SAM 06012. Sekarang saya uji 06012 itu. Prosesnya adalah cacat hukum. Kita sudah laporkan pidananya. Nanti baru kita tentukan perdatanya seperti apa,” bebernya.

Sementara itu Anak Agung Raka Saputra selaku salah satu warga perwakilan dari Jero Belong, keturunan I Gusti Putu Gledek yang mempunyai Pipil 696 Persil 72 A, mengungkapkan, dokumen yang dimilikinya sejak tahun 2011 sah secara hukum. Dia dan keluarganya berencana untuk menguji kembali materi terkait keabsahan dokumen mereka sebagai ahli waris I Gusti Putu Geledeg. Anak Agung Raka Saputra menegaskan bahwa klaim pihak lawan tidak berdasar dan bahwa pihaknya mencari keadilan yang sesuai dengan hukum.

“Jadi kami masih tetap ingin menguji materi terkait dokumen-dokumen sah kami sebagai ahli waris I Gusti Putu Geledeg untuk diuji kembali. Karena kami meyakini bahwa apa yang pihak lawan klaim itu semua tidak benar. Jadi kami mencari keadilan di jalan yang benar. Kami tidak pernah memalsukan dokumen. Dokumen kami semua sah secara hukum di negara ini. Dari bukti pajak, dari silsilah, pipil, itu semuanya historicalnya jelas. Jadi kepemilikan kami dengan garis keturunan kami itu jelas sekali,” jelas Saputra.

Dia menegaskan bahwa pihaknya pada dasarnya tidak menolak untuk pindah, namun masih tetap mengupayakan jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa tersebut sampai benar-benar ada putusan ikrah dari pengadilan.  “Seperti apa yang kami lakukan dulu. Kami taat akan proses pengadilan. Tapi celah hukum lain masih ada. Nah, itu yang kami tempuh sekarang. Kami tetap cinta damai, tetap dalam proses hukum yang positif di negara ini,” tegasnya.

Seperti diketahui pihak A.A. Sumanjaya keberatan dengan alamat yang masih tercatat di lokasi sengketa. Terkait hal ini, Anak Agung Raka Saputra mengatakan, meskipun alamat tersebut masih terdaftar di sana, secara hukum pihaknya masih memiliki hak berdasarkan putusan pengadilan yang diberikan kepada kuasa hukum mereka. Pihaknya juga siap untuk mengubah alamat tersebut jika pengadilan memutuskan bahwa pihaknya tidak memiliki hak di sana.

“Kalau secara pengadilan kami tidak mempunyai hak di sana, kami akan rubah. Cuman bahasanya kami masih mempunyai hak di sana. Hak secara hukum bahwa semua dokumen ahli waris kami masih sah secara hukum,” tutur Saputra.

 

Dia  juga menyatakan bahwa pipil dan semua dokumen tersebut telah terdaftar sejak awal tinggal di sana, tanpa adanya pencabutan dari pengadilan. Artinya semua dokumen tersebut telah dinyatakan sah oleh pengadilan. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan perlawanan secara hukum melalui jalur pidana untuk membuktikan keabsahan klaim tersebut. Dia kemudian mengungkapkan bahwa keluarganya telah tinggal di sana secara turun-temurun, bahkan mungkin sudah ada di sana sejak 500 tahun yang lalu.

“Saya tinggal di sana sudah dari turun-temurun, mungkin kalau dijelaskan 500 tahun yang lalu kami sudah ada di sana,” pungkasnya.

Sementara itu, Perwakilan pelapor Agung Kartika mengatakan pihaknya mengajukan laporan lantaran keberatan alamat tersebut masih dipakai oleh pihak terlapor padahal sudah tidak tinggal di sana sejak tahun 2019. Ia merasa dirugikan atas masih dipakainya alamat tersebut dalam KTP ataupun KK.

“Yang jelas beliau-beliau itu dari tahun 2019 sudah tidak tinggal di sana,” terang Agung Kartika.

Ketika disinggung terkait adanya disebut sebut pelaporan di Polresta Denpasar, pihaknya mengatakan tidak tahu.

“Pelaporan pidana itu kami tidak tahu. Yang jelas putusan perdata dari pengadilan sudah inkrah,” sebutnya.

Sementara Sekretaris Disdukcapil Ni Luh Lely Sriadi menyampaikan, setelah dimediasi diketahui ternyata ada kasus hukum obyek alamat dilaporkan. Untuk itu pihaknya tidak bisa ikut campur lebih dalam. Ia mengatakan lembaganya akan pasif dan menunggu penyelesaian hukum kedua belah pihak.

“Secara umum kami (Disdukcapil, red) hanya menerima proses pengajuan pindah alamat seseorang jika orang tersebut sendiri yang mengajukan,” terangnya singkat. (wid)