BERTEPATAN dengan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 67, “Talov (Tabanan Lover)” yaitu; komunitas kreatif  berbasis media sosial  yang di gagas oleh anak-anak muda di Kabupaten Tabanan Bali, mencoba memperingatinya dengan cara berbeda. Talov merayakan bersama-sama ditengah komunitas desa, melalui “Mayungan Agro Festival”.

Mayungan adalah nama desa Pakraman/Adat yang secara kedinasan bagian wilayah Desa Antapan Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan, tepatnya lebih kurang 45 km arah utara Ibu kota Provinsi Bali, Denpasar.

Desa Pakraman Mayungan adalah desa pertanian. Berada di ketinggian lebih kurang 900 dpl, suhu udaranya sejuk. Produk utama petani Desa Mayungan yaitu; aneka sayuran (holtikultura), bunga dan buah-buahan.

Menuju Desa Adat Mayungan bisa ditempuh dari dua jalur, yaitu; melalui jalur Denpasar – Mengwi menuju kota Singaraja. Sepuluh kilometer sebelum obyek wisata Bedugul kita akan melewati Desa Baturiti. Dari Baturiti kita belok kanan menempuh jalan kecil sekitar 2 Km.

Jalur kedua, bisa ditempuh dari Denpasar ke arah utara, searah menuju obyek wisata hutan kera, Sangeh. Dari Sangeh kita menempuh jarak 15-an km lagi menuju arah Desa Sulangai, beberapa menit perjalanan kita pun akan tiba di desa Pakraman Mayungan.

“Sayang saat kami lewat, kondisi jalan masih rusak dan sedang perbaikan. Pengendara mobil atau sepeda motor harus extra hati-hati, karena medannya lumayan berat. Banyak tikungan tajam menurun dan tanjakan curam berliku, terutama dari jalur Baturiti”.

Menuju Desa Mayungan,  kita akan disuguhkan pemandangan indah nan hijau. Nampak subur kebun kopi, buah, sayuran dan bunga. Desa yang indah berlatar rimbunnya hutan, bukit dan gunung, sebut saja hutan Beratan, dan Pucak Manggu. Dikejauhan nampak indah Gunung Agung samar menjulang, beratap langit.

Biasanya, meraka yang baru pertama kali melewati dijalur ini akan tergoda untuk berhenti dan turun sejenak dari kendaraan. Menatap indahnya panorama alam dan mengabadikannya dengan kamera. Atau sekedar bertegur sapa dengan petani yang melintas atau bekerja. Sebuah pengalaman wisata agro yang pasti tak terlupakan.

 

Merekam Jejak Budaya Agro Tabanan

Sebagai daerah agraris, Pemerintah Kabupaten Tabanan selama ini telah menetapkan bidang pertanian sebagai titik pusat dari keseluruhan gerak langkah pembangunan. Bidang pertanian merupakan salah satu pilar penting dalam keseluruhan gerak budaya Masyarakat Kabupaten Tabanan yang terkenal subur. Kabupaten Tabanan pun dikenal dengan sebutan lumbung pangannya Bali.

Sayangnya saat ini paradigma kebijakan serta perhatian pemerintah masih dominan dalam bidang pertanian padi sawah. Hal itu terbukti minimnya data informasi terkait potensi pertanian non padi. Termasuk produk pertanian lain yang senyatanya sangat mendukung spirit dan pelestarian budaya lokal, seperti buah lokal dan bunga, sebut saja; bunga Gemitir yang kini banyak dibudidayakan oleh petani Desa Pakraman Mayungan. Gemitir banyak dibutuhkan oleh masyarakat Bali untuk kegiatan upacara keagamaan.

Disela-sela kesibukan panitia, kami bertemu dengan seorang kawan; Erwin Soekoer. Beliau adalah pemilik usaha “Bali Gemitir” yang juga fasilitator dalam  festival kali ini. Bli Erwin, belakangan terus mengajak masyarakat untuk bangga sekaligus terus melakukan inovasi dalam hal budidaya pertanian, khususnya tanaman bunga Gemitir. Melalui bunga Gemitir mayarakat petani Desa Mayungan digugah untuk terus belajar, membangun usaha pertanian yang berdaya saing.

“Bunga Gemitir Saraswati” begitu masyarakat menyebutnya, adalah salah satu jenis yang disukai oleh petani Mayungan. Jenis ini mulai dikenal sekitar empat tahun yang lalu. Wayan Widana, Kadus Mayungan Anyar adalah orang pertama kali yang membudidayakan “Bunga Gemitir Saraswati” di desanya.

“Awalnya kami di ledek oleh tetangga, karena kami menanam bunga dengan poliback, pasti biaya tinggi dan tidak menguntungkan begitu kata para tetangga,”kenang Widana.

Namun dengan penuh keyakinan Widana terus membudidayakan tanaman “Gemitir Saraswati” hingga berhasil. Kini empat tahun sudah, tetangganya sudah banyak yang meniru jejak Widana.  Apalagi sudah terbukti dapat meningkatkan pendapatan perkapita petani.

Bunga dibutuhkan banyak di Bali. Keyakinan dan budaya masyarakat Bali sangat dekat dengan aneka jenis bunga. Bunga pun memberi nilai budaya yang tinggi. Kedepan potensi “nilai budaya” di sektor pertanian harus terus dikaji, sekaligus sebagai upaya penghormatan dan perlindungan nilai dan system budaya lokal, yang terbukti berdampak terhadap kokohnya system ketahanan pangan Bali. Dengan kata lain, aktivitas pertanian masyarakat (Subak dan Para Subak) sangat sejalan dengan nilai-nilai keyakinan orang Bali. Karena berdampak tubuhnya ekonomi kerakyatan yang sangat benar-benar merakyat. Selaras alam.

Hal itu dibenarkan oleh Wayan Parwata, Kadus Mayungan Let. “Banyak aktivitas dan produk pertanian di desanya berkaitan dengan filosofi dan pelaksanaan “upacara sakral” yang telah diyakini secara turun temurun hingga sekarang, “jelasnya.

Jadi sesungguhnya gerak langkah masyarakat petani Bali bukan lah sekedar profesi semata. Budaya pertanian masyarakat Bali adalah perwujudan dan praktek-praktek atas kesadaran/keyakinan akan spirit lokal, termasuk kearifan adat istiadat yang telah diwarisi secara turun temurun.

 

Gema Kemerdekaan, Mayungan Agro Festival.

Sore sebelum pelaksanaan festival, nampak warga begitu antusias mempersiapkan segala sesuatunya. Tenda pameran, panggung dan spanduk utama pun sudah terpasang. Di depan panggung utama nampak alami warna keemasan, sederet bunga Gemitir merekah cerah.

Gema “Mayungan  Agro Festival” benar-benar telah menyebar di kalangan warga sekitarnya. Terbukti waktu  kami bertanya kepada penduduk, mereka sangat akrab dengan rencana kegiatan festival dan lokasi pelaksanaannya. Partisipasi warga begitu terasa. Terbukti, anak-anak hingga dewasa turut serta membantu panitia, bergotong royong.

Di Hari Kemerdekaan RI ke-67 kali ini, pelaksanaan “Mayungan Agro Festival” diharapkan dapat menggugah semua pihak, bahwa sesungguhnya masyarakat petani kita perlu mendapat perhatian. Tabanan harus bisa mendudukan dan merevitalisasi sektor pertanian menjadi sektor unggulan yang benar-benar bisa dibanggakan. Melalui festival kali ini, diharapkan bisa tumbuh  inisiatif warga, pelaku usaha maupun semua pihak untuk bangkit bersama membangun potensi wilayahnya.

“Mayungan Agro Festival” diharapkan dapat memberi inspirasi luas baik bagi warga maupun pemerintah daerah dalam mengelola potensi agro Tabanan. Jadi perayaan hari kemerdekaan kali ini buakan sekedar upacara, namun wajib dan harus bisa menjadi penyemangat kerja sekaligus memberi dampak langsung bagi kesejahteraan rakyat. Masyarakat sudah siap bekerja, Pemerintah tinggal memberi proteksi dan fasilitasi saja. Sebut saja perbaikan sarana jalan desa, yang kini kondisinya rusak parah.

“Saat hujan tiba, banyak petani rugi karena truk/mobil yang hendak mengangkut produk pertanian batal datang  ke Mayungan. Para sopir tidak berani melintas karena jalan licin dan sangat berbahaya,”jelas Erwin Soekoer sambil berharap agar pemerintah segera memberi perhatian.

Di hari kemerdekaan ini kebosanan rakyat jangan lagi dijejali dengan slogan-slogan yang tak berarti. Hendaknya paham kebangsaan dan  cinta tanah air bisa dibuat lebih membumi. Semoga pelaksanaan “Mayungan Agro Festival” kali ini, benar-benar menginspirasi semua pihak untuk mengenal lebih dekat “Jejak Budaya Agro Tabanan” yang belakangan mulai terasa sepi.

Begitulah, “Mayungan Agro Festival” benar-benar sederhana, namun memiliki sejuta makna. Berlangung dua hari 17-18 Agustus 2012 di lapangan umum Mayungan. Dimeriahkan “aneka lomba yang merakyat seperti;  ngejuk lindung, kontes sapi gemuk, panjat pinang, pameran pertanian, pameran produk pertanian,  hiburan rakyat dan sebagainya.

Sekali lagi selamat kepada kawan-kawan Talov yang tak kenal lelah berinovasi. “Mari”, dari Tabanan bersatu padu membangun negeri. Dirgahayu RI Ke-67. (**).

 Made Nurbawa

(Sahabat Petani, Tinggal di Tabanan).