Kegiatan di Pura Beji

Rendang, (Metrobali.com)-

Mata air pangkung atau nila paksi menjadi pemicu terbangunnya Living Museum “Beji” di Desa Pesaban, Rendang, Karangasem, Bali, hali ini ditandai dengan upacara matur piuning di sejumlah Pura setempat sekaligus penebangan bambu sarana milik warga sebagai sarana pembangunan pusat informasi living museum, Sabtu (14/9/2019)

Menurut Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Saban Bercahaya, Putu Artayasa, cikal bakal pembangunan Living Museum ini tak terlepaskan dari bertahun tahun tercemarnya mata air pangkung yang atau nila paksi yang dianggap bersejarah dan keramat, kemudian memunculkan gerakan dari Komunitas Batu Keben serta digemakan lebih besar bertepatan pada HUT ke 2 media online balipuspanews melakukan gerakan mekedas -kedas dari lingkunganku memulai pada hari Minggu (11/11/2018).

“Kegiatan mekedas mekedas tersebut dihadiri langsung Bupati IGA Mas Sumatri, Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta serta mendapatkan suppot dari Gubernur Bali,I Wayan Koster, Blue Bird dan masyarakat Pesaban khususnya dan warga Karangasem umumnya, ” kata  Putu Artayasa usai upacara matur Piuning di Pura Dalem Suci, Pesaban, Sabtu (14/9/2019).

Mata air keramat ini, jelas Artayasa difungsikan warga untuk memandikan jenazah apabila ada kematian diwilayah tersebut.

Alasan lainnya yang menjadi dasar dibangunnya Living Musem Beji ini, menurut Artayasa adalah masih adanya puluhan mata air yang perlu ditata keberadaannya di Pesaban serta dukungan dari pendiri Museum Lontar Penaban dan Samskara di Jungutan, Bebandem.

Ditambah lagi adanya hasil kajian dari Badan Arkeologi Provinsi Bali soal temuan rilief sebagai simbol tolak bala dan kesuburan di bebatuan berumur 30 ribu tahun di wilayah Mukaya Dagdag memperkuat pembangunan living museum beji tersebut.

Jadi, kata Artayasa Living Museum Beji tersebut memang dirancang sebagai langkah melestarikan puluhan mata air yang memiliki khasiat dan fungsi yang berbeda, disamping sebagai kegiatan upacara agama. Selain itu kedepannyav Living Museum beji ini juga dibangun untuk melestarikan keberadaan rilief jaman batu yang memiliki kaitan erat dengan air sebagai lambang kesuburan.

Melihat begitu pentingnya pelestarian, akhirnya warga secara spontan menyumbangkan bambu serta materi lainnta guna membangun pusat informasi Living Museum Beji sebagai langkah awal gerakan pelestarian dan penataan mata air dan rilief bersejarah.

Pelestarian ini juga sebagai salah satu langkah mendukung Visi Gubernur Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali sekaligus mendukung Kabupaten Karangasem sebagai Kota Pusaka Dunia.

Kedepan, jelas Artayasa Living Museum ini benar benar tak terlepas dari marwah museum yakni tempat penelitian, pelestarian, tempat belajar serta rekreasi.

Bendesa Adat Pesaban, I Made Sudiarta menyambut baik pembangunan Living Museum yang diberi nama Beji itu sebagai langkah pelestarian mata air dan rilief jaman batu. .

Menurutnya Beji memiliki arti penting soal kesakralan mata air.

“Rilief dan mata air memiliki hubungan yang sangat penting dengan Beji, di beji itu ada pancuran,, ada, kolam, ada tanaman langka, ada pohon dan lain sebagainya, ” ucapnya. TIM-MB