KEK Kesehatan Sanur ( ex HBB)

Denpasar, (Metrobali.com)-

Pembangunan fisik begitu marak di Bali. Lalu apa yang didapat masyarakat Bali? Paling paling masyarakat Bali menjadi penonton dan kalau proyek tersebut jadi, rakyat Bali pasti ikut bayar retribusi dan tetek bengek lainnya.

Menurut pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Rabu 12 Juli 2024, Bali Maritim Tourism Hub (KIK, Benoa), KEK Kesehatan Sanur ( ex HBB), KEK Kura-Kura (Serangan), dibangun, masyarakat Bali dapat apa? Paling paling jadi penonton.

Dikatakan, dalam perpres yang mengatur tentang hal tersebut tidak menentukan kontribusi yang didapat oleh masyarakat Bali. Berbeda dengan KEK yg diberlakukan di daerah lain: peran eksekutif dan legislatif sangat menentukan kontribusi atau konsesinya yang diperoleh daerahnya. Sedang kita nihil.

“Orang Bali bisa jadi bagai “Kebo mebalih gong…” Dg kebijakan arak, “kebonya” jadi teler,” kata Jro Gde Sudibya.

Terhadap pernyataan keprihatinan terhadap pembangunan proyek-proyek raksasa di Bali, dapat diberikan catatan.

Menurut pengamat ekonomi dan politik Jro Gde Sudibya, agaknya penguasa di Bali (ekskutif dan legislatif), masih bertumpu pada pendekatan “kuno” pembangunan, DEVELOPMENTALISM, targetnya ekonomi tumbuh tinggi, abai pada lingkungan, mekanisme pasar kapitalistik dibiarkan bebas nyaris tanpa kendali. Akibatnya seperti telah diketahui, lingkungan alam rusak, masyarakat lokal terpinggirkan secara ekonomi dan kultural.

Dikatakan, pndekatan kuno pembangunan ini harus segera ditinggalkan, merujuk ke Kesepakatan Bali G 20, 16 November 2022 tentang: pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau, EBT (Energi Baru Terbarukan), pembangunan zero emission dan isu penyelamatan lingkungan lainnya.

“Berangkat dari “semangat dan kebenaran ” zaman di atas, agar masyarakat Bali tidak sebatas “penonton” hanya memperoleh “pepesan kosong” , pelengkap penderita, dalam jargon Ajeg Bali, semarak di luar, kropos di dalam, semestinya elite kekuasaan yang mewakili kepentingan Bali dan masa depannya, mengambil langkah-langkah politik,” kata Jro Gde Sudibya.

Dalam kebijakan politik, kata Jro Gde Sudibya, mestinya pemimpin Bali ke depan, pasca Wayan Koster memasukkan kepentingan Bali, dalam isu: partisipasi pengusaha lokal, kesempatan kerja, dukungan sistem pendidikan, peningkatan kualitas SDM manusia Bali, dalam design kebijakan operasional dari KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Sanur, Benoa, Serangan.

Pemerintah Bali, lanjut putra Desa Tajun, kab. Buleleng ini, harus belajar dari pengurugan Serangan di era Orba, garis pantai dari Batu Klotok, Lebih, Purnama (Sukawati), Padang Galak, Sanur, dihantam gelombang besar, garis pantai banyak mengalami kerusakan. Sehingga proyek raksasa ini betul-betul aman dari perspektif penyelamatan alam Bali.

“Semestinya Gubernur Bali segera menyiapkan aturan Pergub atau peraturan lainnya, yang mewajibkan perusahaan pengelola KEK menyesuaikan kebijakannya, dengan isu yang berkembang di masyarakat,” katanya.

Ditambahkan, tetap meyakinkan investor, proyek yang bermanfaat secara ekonomi buat yang ada disekitar proyek dan masyarakat lokal, menjaga lingkungan, bersahabat secara budaya dan sosial, menjamin kebertahanan (sustainability), keberlanjutan investasi dalam jangka panjang. (Adi Putra)