Badung, (Metrobali.com)

Masyarakat dan warga asing di Canggu, Kabupaten Badung, Bali mengirim surat terbuka dan petisi bertajuk “End Extreme Noise in Canggu” kepada Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh, diantaranya Megawati Soekarnoputri, Menparekraf, Gubernur Bali, dan PHDI Pusat.

“Kami bersama-sama mewakili penduduk Bali dan terutama kami yang bekerja dan tinggal di Canggu, merasa trenyuh melihat Bali yang dirusak habis-habisan oleh bar-bar, ‘beach club-beach club, night club-night club’,” kata penggagas petisi, P Dian, di Denpasar, Senin.

Dalam surat terbuka dan petisi bertajuk “End Extreme Noise in Canggu” (Basmi Polusi Suara di Canggu) yang didukung 6.854 masyarakat dan warga asing hingga Senin (12/9/2022) pukul 11.00 Wita itu, ia menjelaskan Pulau Dewata yang begitu terkenal karena kedamaian, keindahan, dan budaya hingga memenangkan sebagai pulau nomer 1 di dunia itu, kini diganggu suara menggelegar dari bar-bar terbuka di Batu Bolong maupun di Brawa.Pulau Bali yang konon sedamai dan seindah surga itu, ternyata memiliki tempat yang sangat gaduh hiruk pikuk oleh suara menggelegar loud speaker bar-bar, sepeda motor dan wisatawan mabuk-mabukan, tentu pemerintah tidak menargetkan Bali yang begitu tinggi nilai kesuciannya itu untuk wisatawan murahan, yang datang hanya untuk berhura-hura, karena di negara asal mereka jelas-jelas tidak diperbolehkan untuk membuat kegaduhan seperti di Bali.

“Pendapatan pemerintah dari wisata murahan yang merusak nama Bali habis-habisan di dunia internasional itu tentu tidak sebanding dengan hilangnya pendapatan dari villa-villa hotel-hotel setempat, karena ribuan orang yang sudah angkat kaki dan tidak mau tinggal lagi di area Canggu dan bahkan tidak mau lagi datang ke Bali,” katanya.

Keengganan datang ke Bali lagi itu terjadi akibat klub-klub, bar-bar ini, terletak langsung di sebelah pura-pura seperti Pura Kahyangan Jagat yang begitu suci, di sebelahnya langsung terjadi tindakan-tindakan tidak senonoh di sekitar bar-bar ini, dari mabuk-mabukan, seks, kencing di area pura dan mungkin lebih buruk lagi.

“Tidak jarang jam 3 pagi terjadi perkelahian dan juga kebut-kebutan pengendara sepeda motor yang sudah mabuk, yang berakhir dengan kecelakaan fatal. Selain itu, beberapa bar-bar yang berdiri di daerah pantai ini juga menimbulkan masalah lingkungan karena terlalu dekat dengan laut,” katanya.

Dengan ini, kami mohon dengan sangat kepada pemerintah untuk segera ditetapkannya peraturan ketat dengan sanksi resmi dan berat, dengan dipantau secara ketat oleh Satpol PP.

“Kami tidak lagi bisa berdiam diri, karena pulau Bali kita yang indah masih bisa kita selamatkan bersama. Kebudayaan kami yang begitu sakral dilenyapkan oleh pelaku-pelaku hura-hura demi bisnis uang mereka pribadi dengan mengorbankan kepentingan ribuan orang lain dan ‘basic human rights’ kebanyakan orang untuk beristirahat,” katanya.

Salah seorang warga asing yang mendukung petisi ini, Lily van Bunnik, menyatakan ingin Bali memiliki daya tarik desa yang cantik, bukan sekadar tempat pesta yang ribut.

“I would like Bali to be a peaceful destination to holiday in,” kata Jackie Brown dalam pernyataan dukungan petisi itu. “Not all of Bali is a party place. Some can be loud but not all,” kata Krishna Chieppa yang juga mendukung petisi itu.

 

“Hampir setiap malam dalam seminggu, setiap minggu, setiap bulan, sebelum maupun kini setelah pandemi, membuat manusia tidak mungkin beristirahat tidur di malam hari, di jam-jam normal seperti di atas jam 22, karena suara menggelegar dari bar-bar terbuka yang bersebelahan dengan pura-pura suci Bali, hingga membuat kaca-kaca jendela dan pintu bergetar. Lebih parah daripada gempa bumi,” katanya.

Menurut dia, gangguan suara ini berlangsung hampir setiap malam, hingga jam 1, jam 2, jam 3, bahkan kadang jam 4 pagi. “Negara lain selalu mempunyai aturan resmi bahwa terutama di atas jam 22 (10 malam), tidak diperbolehkan suara keras apa pun atau oknum-oknum tersebut langsung mendapatkan sanksi penalti yang berat, bahkan bisa langsung disegel dan dicabut izin operasionalnya,” katanya.

Sebelum pandemi, Satpol PP sudah menegur keras dan mengancam segel pada sembilan bar di Canggu yang bising dan beroperasi hingga subuh, tetapi sayangnya tidak diindahkan oleh banyak bar-bar terbuka ini hingga setelah pandemi justru semakin parah.

“Keributan-keributan ini telah menimbulkan penderitaan terhadap ribuan orang, baik penduduk Bali, ekspatriat maupun wisatawan mancanegara maupun domestik, yang langsung angkat kaki meninggalkan Canggu maupun Bali sambil bersumpah tidak akan pernah kembali ke Bali lagi,” katanya.

Sumber : Antara