Foto: Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ) I Komang Gede Subudi, S.H.

Denpasar (Metrobali.com)-

Gubernur Bali I Wayan Koster diharapkan tidak sebatas memberikan perhatian serius pada pelestarian dan perlindungan Tari Sakral Bali, namun juga pada situs ritus Bali yang saat ini menghadapi ancaman serius.

Misalnya saat ini Bali menghadapi permasalahan serius terkait kelestarian situs pura tua.  Hal ini akibat adanya pembongkaran secara masif terhadap pura-pura tua dengan maksud renovasi atau perbaikan tapi malah menghilangkan identitas pura itu sendiri.

Kondisi ini menurut Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ) I Komang Gede Subudi, S.H., membawa Bali dalam darurat bencana heritage, bencana warisan pusaka terutama di situs pura tua.

Karenanya YBPJ pun berharap Gubernur Bali segera mengambil langkah-langkah penyelamatan. Salah satunya bisa dengan membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penyelamatan dan perlindungan situs ritus Bali.

“YBPJ berharap tidak hanya Tari Sakral yang dilindungi dengan SKB.  Justru situs ritus yang harus juga ada SKB,” kata Subudi di Denpasar Selasa (24/9/2019).

Subudi mengingatkan bahwa di depan mata kita jelas sekali ada pemugaran pura-pura tua/kuno yang tidak semestinya. Ada praktik penghancuran situs ritus Bali yang nyata dan masif dimana mana ada.

Seperti disaksikan di tengah masyarakat misalnya, bahwa tiap bulan bahkan  tiap minggu Bali kehilangan situs-situs kuno, pura-pura tua.

Proses pembongkaran situs pura tua ini pun berlangsung sangat cepat dan tanpa ada pertimbangan mendalam terkait akan hilangnya identitas dan nilai historis serta rusaknya tatanan peradaban Bali tua.

“Jadi kami berharap tidak hanya perlindungan Tari Sakral tapi juga SKB perlindungan situs ritus Bali harus segera dikeluarkan,” harap Subudi.

Dengan demikian ada upaya riil bersama Gubernur dengan PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), MDA (Majelis Desa Adat) dan elemen pemerhati dan pecinta heritage untuk menghentikan penghancuran situs dan ritus di Pulau Dewata.

“YBPJ mohon dalam waktu segera terbitkan kepusan bersama,” desak Subudi yang juga Ketua Umum Badan Independent Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali ini.

Selamatkan Tatanan Peradaban Bali

Kenapa  hal itu begitu penting dan urgent? Menurut Subudi kalau tidak ada langkah segera dari pemerintah maka situs dan ritus Bali yang punya nilai sejarah dan filosofis serta warisan adiluhung para leluhur akan jadi baru semua. Bali akan kehilangan identitas dari situs ritus yang merupakan warisan tatanan peradaban Bali

“Tidak ada situs ritus peradaban Bali yang kita warisi dari nenek moyang. Itu bisa merusak tatanan peradaban Bali. Hal itu  yang kita khawatirkan,” papar pendiri Yasasan Bumi Bali Bagus (YBBB) ini.

“Semua pura misalnya jadi baru dan megah tapi kita tidak punya sisa situs ritus yang bisa dipelajari anak cucu kelak. Anak cucu di kemudian hari tidak tahu keberadaan situs ritusnya,” imbuh Subudi.

Pura Jadi Ibarat Flashdisk Kosong

Misalnya perubahan tatanan pura  ini banyak terjadi di daerah Badung, Tabanan dan daerah lain hampir di seluruh Bali dimana tattwanya juga hilang.

Ibaratnya pura itu kunci-kunciannya ada di lelengen, tembok, Kori atau candi bentar. Di situ ada ornamen atau pekarangan yang sejatinya adalah identitas pura itu.

Ketika tatanan pura  saat dibongkar kemudian berganti dengan tatanan pura baru maka kata Wiyasa pura tersebut hanya ibarat menjadi flashdisk (ruang penyimpanan data) kosong. Dimana bentuk fisiknya pura ada, tapi “isi”, tattwa dan identitasnya hilang.

Umat tidak bisa lagi menerka identitas pura itu apa, perangkat di dalamnya apa. Sebenarnya hal itu tercermin pada candi bentarnya dan kekarangan yang ada di tembok pura itu.

“Maka kami di YBPJ mengajak jangan sampai ada pembiaran terhadap perusakan secara terstruktur, sistematis dan masif terhadap situs dan ritus kuno ini,” ajak Subudi.

YBPJ pun telah melakukan berbagai upaya menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian situs dan ritus kuno warisan leluhur Bali. YBPJ juga telah menunjukkan aksi nyata dalam upaya pelestarian situs dan ritus di Bali.

Misalnya YBPJ telah sukses menggelar pameran “Situs dan Ritus Tatanan Peradaban Bali” di Denpasar Art Space (DAS), Jl. Surapati No. 7, Denpasar, pada 25 April hingga 9 Mei 2019.

Pameran ini  menampilkan lebih dari 130 foto, lukisan, dan drawing tentang situs dan ritus serta berbagai aktivitas lain seperti Kelas Budaya ini tergolong sangat sukses dengan disambut antusias dan diapresiasi total ribuan pengunjung.

Pameran ini pun menjadi tonggak sejarah baru bagi upaya menjaga taksu Bali lewat pelestarian warisan situs dan ritus peradaban Bali yang mulai terancam dan tergerus dengan adanya praktik-praktik pembongkaran pura tua secara masif di Bali.

Apresiasi SKB Perlindungan Tari Sakral Bali

Sebelumnya YBPJ mengapresiasi keseriusan Gubernur Bali I Wayan Koster dalam menjaga dan melestarikan Tari Sakral Bali sebagai bagian ritus upacara dan upakara Agama Hindu di Bali.

“Selaku pembina YPBJ yang bergerak di bidang pelestarian situs dan ritus, kami sangat sejalan, apresiasi dan dukung penuh keputusan bersama ini. Gubernur Bali sangat serius menjaga taksu Bali sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali ,” kata Subudi.

Apresiasi dan dukungan ini disampaikan pasca Gubernur Koster menandatangani Keputusan Bersama Ketua PHDI, Bendesa Agung MDA, Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibiya), Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan Rektor ISI Denpasar tentang Penguatan dan Perlindungan Tari Sakral Bali.

Surat Keputusan Bersama ini ditandatangani di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jaya Sabha Denpasar, Selasa pagi (17/9/2019).

Dengan keluarnya Keputusan Bersama ini, Tari Sakral Bali tidak boleh lagi dipentaskan untuk kepentingan di luar upacara dan upakara agama. Seperti tidak boleh lagi dipentaskan untuk kepentingan pariwisata misalnya dilarang ditampilkan di hotel-hotel atau panggung pertunjukan.

Total ada 129 tari yang dikategorikan Tari Sakral dalam Lampiran Keputusan Bersama ini yang dikategorikan dalam 19 kelompok Tari Sakral. Yakni kelompok Tari Baris Upakara, kelompok Tari Sanghyang, kelompok Tari Rejang, kelompok Tari Barong Upacara.

Lalu Tari Pendet Upacara, Tari Kincang-Kincung, Tari Sraman, Tari Abuang/Mabuang, Tari Gayung, Tari Janger Maborbor, Tari Telek/Sandaran, Tari Topeng Sidakarya, Tari Sutri, Tari Gandrangan Upacara.

Kemudian Tari Wayang Wong Upacara, Wayang Kulit Sapuh Leger, Wayang Kulit Sudamala/Wayang Lemah dan Tari Sakral lainnya yang menjadi bagian utuh dari ritus, upacara, dan upakara yang dilangsungkan di berbagai Pura dan wilayah Desa Adat di Bali. (wid)