malam renungan bung karno_pembacaan declaration of  life
Tabanan (Metrobali.com)-
Dorongan untuk mencabut Tap MPRS-RI XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah negara dari Presiden Soekarno semakin digaungkan. Pasalnya, ketetapan tersebut membuat sosok Soekarno sebagai bapak bangsa tergerus dan tidak pernah bisa lepas dari stigma negatif pasca terjadinya peristiwa G30S/PKI. Kendati gelar Pahlawan Proklamator dan Pahlawan Nasional telah disematkan kepadanya.
Dorongan inilah yang hendak diperluas secara nasional lewat peringatan Bulan Bung Karno selama sebulan terakhir. Demikian halnya dengan peringatan serupa yang berlangsung di Tabanan, tepatnya di areal Gedung Kesenian I Ketut Maria pada Minggu (28/6). Kebetulan kegiatan tersebut merupakan puncak Bulan Bung Karno dengan Malam Renungan Bung sebagai inti acaranya.
 malam renungan bung karno_oratorium bung karno
Karena sebagai peringatan yang terakhir, Malam Renungan Bung Karno ini tidak hanya dihadiri pengurus DPC PDI Perjuangan di Tabanan semata. Sejumlah petinggi partai dari luar Tabanan turut hadir di kesempatan itu. Bahkan, Ketua DPD PDI Perjuangan Bali I Wayan Koster beserta jajarannya ikut ambil bagian.
Begitu juga mantan Bupati Tabanan I Nyoman Adi Wiryatama selaku Dewan Pertimbangan DPD PDI Perjuangan Bali serta beberapa politisi PDI Perjuangan senior di Tabanan. Tidak ketinggalan juga Ida Cokorda Anglurah Tabanan ikut hadir di acara itu.
Ketua Panitia Pelaksana Malam Bung Karno I Komang Gede Sanjaya mengungkapkan, selama sekian tahun ini sadar tidak sadar telah terjadi pengaburan sejarah mengenai sosok Bung Karno. “Bung Karno hanya diakui sebagai Bapak Proklamasi dan ajaran beliau diabaikan,” ujar Sanjaya dalam sambutannya.
Dia menegaskan pula, peringatan Bulan Bung Karno, begitu juga dengan kegiatan yang dilaksanakan pihaknya tersebut bukan untuk beromantisme atau mengenang masa lalu. Namun lebih dari itu, di tengah situasi bangsa saat ini, seluruh ajaran Bung Karno masih sangat relevan untuk diterapkan.
“Kegiatan ini bukan untuk mengagungkan kejayaan masa lalu. Tapi setelah babak reformasi, kehidupan bernegara dengan segala goncangan liberasi dan budaya pop yang menglobal, nyatanya kita perlu ajaran beliau. Trisakti salah satunya merupakan ajarannya yang masih sangat relevan,” tegasnya.
Diungkapkan juga, Bung Karno sebagai bapak bangsa bukan saja sebagai sebuah simbol penghargaan tertinggi kepada anak bangsa yang telah mengorbankan hidupnya. Sebab sejarah telah mencatat Bung Karno menjadi sosok penting yang telah memperjuangkan dan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
“Kedua beliau perjuangkan teritorial Indonesia seratus persen dengan kembalinya Irian Barat. Dan yang paling penting, beliau mencetuskan Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi serta petunjuk kita dalam berkehidupan berbangsa,” tandasnya.
Sementara itu Ketua DPD PDI Perjuangan Bali I Wayan Koster mengatakan, upaya mengukuhkan Bung Karno sebagai bapak bangsa tidak hanya cukup dengan kegiatan perenungan semata. Sebab secara formal, negara belum secara resmi mengakuinya. Padahal di negara lain, bapak bangsa mendapatkan tempat yang terhormat. Contohnya di Singapura yang menaruh hormat kepada Lee Kuan Yew sebagai bapak bangsa.
“Kita terlalu rewel terhadap kekurangan yang dimiliki seorang tokoh tanpa melihat secara obyektif. Kami akan melanjutkan hal ini ke MPR, presiden, agar Bung Karno diangkat sebagai bapak bangsa dan 1 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kelahiran Pancasila,” pungkasnya.
Selain menjadikan malam renungan sebagai agenda inti, kegiatan malam itu juga diisi dengan beberapa acara lainnya. Di antaranya penyerahan santunan kepada beberapa veteran dan masyarakat, pemutaran film singkat mengenai sepak terjang Bung Karno, deklamasi puisi oleh sastrawan I Gusti Putu Bawa Samar Gantang, oratorium Teater Jineng yang disutradarai langsung oleh Komang Gede Sanjaya, serta pembacaan declaration of life Soekarno.EB-MB