Makna Purifikasi dalam Raina Sugian,dalam Kemerosotan Etika dan Moral
“Di mayapada tuah saratang,
Ngewangun tingkah sane becik,
De tingkat ring kepatutan,
Dasar moksha sane luwuh,
Nebus dosa sehari-hari,
Mangda sadya rempung nerus,
Ngungsi swarga ne utama,
Sedia bekel sakeng mangkin,
Benjang pungkur,
Suka wibawane mapag”.
Hari ini, Kamis, 19 September 2024, dina Wraspati Wara Sungsang raina Sugian Jawa, dan besok 20 September 2024, dina Sukra Wara Sungsang, raina Sugian Bali. Raina yang pada awalnya memperingati kehadiran Mpu Baradah Bhagawanta Raja Airlangga yang datang ke Bali dengan misi tertentu. Mpu Baradah dalam sebuah “sastra”nya (dalam tafsir ke kinian), mengungkapkan, kehidupan mesti TERKAIT dengan dunia, dengan demikian kehidupan akan menjadi bermakna. Tetapi bukan TERIKAT pada isi dunia, akan melahirkan kemelekatan dan sumber penderitaan di dunia.
Mpu Baradah “distanakan” ring Pura: Tanjung Sari, Padang Bai, Merajan Kanginan Besakih, berdekatan dengan Bencingah Agung. Dan juga ring Pura Segara Pabean, “palebahan ring jejer kemiri” Pura Pulaki.
Perayaan Sugian Jawa direlasikan dengan upakara pencucian Alam Raya (Bhuwana Agung), Sugian Bali, direlasikan dengan pencucian Diri Personal (Bhuwana Alit), pencucian terhadap keduanya yang punya interkoneksi/relasi, bermakna pencucian diri, sebagai “modal” dasar personal bagi transformasi diri, dalam perspektif “yasa kerthi” menyongsong raina Galungan.
Transformasi diri, berbasis pencucian diri menjadi begitu penting dan relevan, di tengah suasana kehidupan dan realitas sosial yang berciri umum: dilanggarnya etika dan moral, ketidak-jujuran dan ketamakan dipertontonkan, tanpa rasa bersalah dan rasa malu. Korupsi rame-rame (“bebanjaran”) “dipamerkan”, tanpa (tampaknya) tidak lagi takut pada Hukum Karma. Padahal dalam sejarah panjang masyarakat Bali, keyakinan yang tidak bisa dinafikan, cermat bekerjanya, banyak contoh yang ada di sekitar kita.
Sebagai sebuah refleksi dari raina Sugian Jawa hari ini, dan Sugian Bali besok, geguritan Parama Tatwa Suksma, kapipil antuk Ida Pedanda Made Kemenuh dari Griya Sukasada, Singaraja, pantas disimak dan direnungi
Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu.