Puspayoga Menteri

“Begini saja saya sudah cukup,” kata Epa Lomi Ga. Usaha dagang ilan se’i-nya di Kelurahan Oebobo, Kecamatan Oebobo, Kabupaten Kota Kupang, NTT, itu baginya sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga.

Bukan Epa seorang berpikiran serupa, jutaan pelaku usaha mikro kecil lain terutama di pelosok dan perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sulit memiliki impian untuk membesarkan usahanya.

Padahal, hanya dalam hitungan beberapa hari ke depan, Indonesia akan digempur era perdagangan bebas ASEAN yang tidak memberlakukan lagi batas-batas antarnegara.

Lantas bagaimana nasib ikan se’i Epa di keluruhan kecil itu bersama jutaan pelaku UMKM lainnya? Kegalauan itulah yang ingin ditepis oleh Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Puspayoga. Mantan Wali Kota Denpasar dan Wakil Gubernur Bali itu merintis penerbitan legalitas usaha bagi para pelaku UMKM di daerah-daerah pelosok Tanah Air.

Tanpa ia sadari kerisauan serupa itulah yang mendorong ekonom kerakyatan asal Peru Hernando de Soto yang selalu menginginkan agar orang miskin mendapat kepastian hukum atas tanah mereka.

Selanjutnya, orang miskin bisa mengagunkan tanah untuk mendapat dana segar sebagai modal (tunai) untuk memulai usaha.

Dari sini mereka bisa tersambung ke mekanisme pasar yang dipercaya de Soto sebagai jalan meningkatkan kesejahteraan.

Puspayoga memiliki konsep serupa untuk melegalkan usaha milik UMKM secara gratis dan mudah, sehingga mereka semakin berdaya untuk mengakses sumber keuangan.

“Kami lalu memberinya nama Izin Usaha Mikro Kecil atau IUMK, setelah membuat kesepahaman dengan kementerian dan lembaga lain,” ucapnya.

IUMK itulah yang diharapkan mampu mengubah paradigma UMKM khususnya yang berada di wilayah pelosok dan pedalaman Indonesia untuk bisa membangun impian yang lebih besar dan mewujudkannya.

Berawal dari keprihatinan terhadap sebagian besar pelaku usaha mikro dan kecil yang sulit memperoleh legalitas bagi usahanya, pihaknya merancang kartu sakti bernama IUMK (Izin Usaha Mikro Kecil).

Diterbitkan Lurah IUMK kemudian digaungkan menjadi program nasional sejak akhir tahun lalu.

Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo mengatakan kehadiran IUMK memang diharapkan mampu menjembatani persoalan UMKM dalam hal legalitas usaha dan pendanaan.

IUMK kemudian didefinisikan sebagai izin usaha mikro kecil yang diberikan oleh lurah atau camat secara gratis serta dapat ditukarkan ke perbankan (BRI) dengan sebuah kartu yang dapat digunakan sebagai alat/persyaratan untuk mengakses modal tanpa persyaratan tambahan yang lain.

“Memang sejak awal dirancangnya IUMK diharapkan bisa menjadi solusi bagi masalah klasik UMKM yakni perizinan usaha, permodalan, hingga pencatatan untuk kepentingan ‘up date data base’ pelaku usaha bagi pemerintah,” tuturnya.

Hal ini juga yang diharapkannya bisa memangkas birokrasi dan memberikan kemudahan memulai usaha bagi para pelaku usaha mikro dan kecil.

“Kita tahu bahwa untuk bisa menjadi pelaku usaha formal adalah urgen untuk mengurus kelengkapan legalitas usaha. Kalau tidak, UMK akan selamanya nonformal dan sulit berkembang,” ucapnya.

Manfaatnya setelah mendapatkan Izin Usaha Mikro Kecil atau IUMK, para pelaku usaha bisa mendapatkan kepastian berusaha dan akses pembiayaan perbankan/nonperbankan.

Selain itu, para pelaku usaha mikro dan kecil itu juga akan dibekali pendampingan dan pemberdayaan.

“Jadi intinya kebijakan penerbitan IUMK maka kedepan para pelaku UMK telah mendapat kepastian dan perlindungan dalam berusaha di lokasi yang ditetapkan,” tukasnya.

Disamping itu juga dengan IUMK ini para pelaku UMK dapat lebih mudah mengakses ke sumber-sumber daya produktif, seperti akses teknologi, akses pasar, dan akses pelatihan SDM.

Pengajuan dilakukan secara sederhana, UMK tinggal datang saja ke lurah atau camat tergantung skala usahanya.

Kemudian lurah atau camat di tempatnya berdomisili itu akan menerbitkan izin dalam bentuk naskah satu lembar.

“Kami juga sudah menekankan agar akses pelayanan juga dipermudah, yakni dengan mendekatkan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu pada pelaku usaha mikro dan kecil,” imbuhnya.

Pemberian IUMK kepada usaha mikro ini dibebaskan dari biaya, retribusi, dan/atau pungutan lainnya, sedangkan bagi usaha kecil diberikan keringanan dengan tidak dikenakan biaya, retribusi, dan/atau pungutan lainnya. Pengajuan IUMK juga selesai dalam satu hari.

Sebelumnya telah dilakukan Penandatanganan Nota Kesepahaman oleh tiga Menteri yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan UKM, dan Menteri Perdagangan yang diharapkan bisa menyinergikan dan memadukan persepsi dalam penerbitan IUMK sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2014 tentang Perizinan Usaha Mikro dan Kecil.

Nota Kesepahaman tersebut langsung dioperasionalkan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) di tingkat pejabat Eselon I dan pihak Perbankan serta Perusahaan Penjaminan Indonesia di bawah Asippindo.

Siap Jamin Di satu sisi, ada kemudahan yang ditawarkan bagi pemegang IUMK.

Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo), misalnya, yang telah menyatakan siap menjamin sebanyak-banyaknya kredit para pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

Sekretaris Jenderal Asippindo Nanang Waskito memastikan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asippindo siap memberikan jaminan kredit bagi sebanyak-banyaknya pembiayaan para pelaku UMKM.

Apalagi total kapasitas penjaminan dari seluruh anggota asosiasi itu mencapai Rp100 triliun tahun ini.

“Misalnya, kapasitas penjaminan Jamkrindo sendiri mencapai Rp77 triliun. Jadi kami bisa menjamin sebanyak-banyaknya kredit kepada UMKM,” kata Nanang.

Menurut dia, perusahaan penjamin akan sangat membantu para pelaku koperasi dan UMKM karena dengan begitu saat mengakses perbankan mereka tak perlu lagi memikirkan agunan.

“Para pengusaha mikro dan kecil tidak perlu repot menyediakan agunan jika ingin mendapatkan kredit dari bank,” tambahnya.

Hal itu karena 19 perusahaan penjaminan yang tergabung dalam Asippindo siap memberikan jaminan atas kredit mereka.

Oleh karena itu, agar para pelaku koperasi dan UMKM semakin dalam mengakses perbankan, ia menyarankan para pelaku KUMKM itu untuk memiliki IUMK.

“Setelah punya kartu IUMK, mereka bisa mendapat kredit dari bank untuk modal mengembangkan usaha. Kami yang akan menjamin,” kata Nanang.

Dengan IUMK itu, UMKM tak perlu syarat tambahan yang “ribet” untuk mengakses modal di bank.

Nanang yang juga menjabat Direktur Penjaminan Non-Bank Perum Jamkrindo mendorong lebih banyak pelaku UMKM untuk memiliki IUMK yang bisa didapatkan secara gratis melalui lurah/camat di wilayah usahanya masing-masing.

Itu semata agar mereka tak lagi takut bermimpi untuk menjadi besar sehingga mampu mendatangkan kesejahteraan bagi lingkungannya yang lebih luas. AN-MB