Ketua DPRD Badung Putu Parwata (tengah) menerima audiensi Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek di ruang kerjanya, Rabu (20/9/2022).

 

Badung, (Metrobali.com)

Ketua DPRD Badung Putu Parwata menerima audiensi Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek di ruang kerjanya, Rabu (20/9/2022). Dalam audensi ini, Putu Parwata berharap ada intervensi pemerintah pusat untuk memajukan kualitas pendidikan di daerah.

Kedatangan 6 orang BSKAP ini terkait kajian tentang “kolaborasi kebijakan pendidikan pusat dan daerah” dengan tujuan memahami perspektif dan sikap kebijakan daerah mengenai isu dan kebijakan pendidikan dan proses perumusan serta pelaksanaan kebijakan pendidikan di daerah. Lebih jelasnya, ingin mengetahui pengelolaan pendidikan, persoalan, dan prioritas pendidikan sekolah di Kabupaten Badung.

“Selain itu proses penyusunan pendidikan di daerah, stakeholder. Yang terpenting adalah bagaimana pemerintah daerah memaknai kebijakan pusat. Karena ada yang merespons positif dan juga ada yang negatif. Untuk itulah kami turun ke daerah melakukan diskusi,” jelas Kaisar Julizar, analis kebijakan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek

Kaisar mengapresiasi Ketua DPRD Putu Parwata karena diskusi berlangsung menarik yang mengarah pada isu daerah, penyusunan program daerah, akses dan respon daerah.

Putu Parwata menyampaikan, DPRD selaku legislatif memiliki fungsi pengawasan dan penganggaran. Secara umum anggaran pendidikan yang diamanatkan oleh UUD 1945 minimal 20 persen, untuk di Kabupaten Badung dianggarkan 21,16 persen di tahun 2021 dan meningkat menjadi 23 persen di tahun 2022.

“Kami fokus pada kebijakan pemerintahan pusat terkait anggaran pendidikan ini. Kami di Badung juga memproritaskan pendidikan memiliki satu karakter di samping kualitas sesuai kurikulum merdeka belajar di jenjang PAUD, SD dan SMP yang menjadi kewenangan kabupaten,” ujar Parwata.

Untuk itu Kabupaten Badung, kata Parwata, ingin memberikan satu karakteristik, baik dari segi ilmu pengetahuan, keterampilan dan budaya. Untuk menguji karakteristik masing-masing sekolah, Kabupaten Badung membuat alat ukur berupa pameran pendidikan setiap tahun, melibatkan sekolah swasta dan negeri. “Dalam setahun itu, setiap triwulan setiap sekolah membuat kreativitas yang memperlihatkan kearifan sekolah bersangkutan, tentu tak keluar dari kebijakan pusat,” jelasnya.

Putu Parwata juga menjelaskan, permasalahan pendidikan yang ada selama ini terkait penyediaan fasilitas. Pasalnya image atau kesan di masyarakat bahwa sekolah itu gratis.

Orang tua siswa berharap anaknya sekolah gratis di sekolah negeri. “Ini menjadi masalah di daerah sehingga daerah selalu membuat sekolah dan membangun gedung. Terlebih saat pandemi covid-19 semua mengejar sekolah negeri. Lalu permasalahan muncul pada sistem penerimaan sekolah,” terang politisi PDI Perjuangan ini.

Parwata berharap ada keselarasan untuk mengantisipasi membludaknya siswa setiap tahun. Menurutnya, keberadaan siswa, gedung dan guru menjadi satu kesatuan atau bertalian. “Ketika murid banyak, gedung tak ada. Ketika murid banyak, kekurangan guru. Ini tantangan kami di daerah semoga pusat bisa menjembataninya. Ini kejadiannya setiap tahun,” katanya.

Terkait kewenangan, Parwata menyampaikan sekarang ini dalam struktur pendidikan ada Koordinator Wilayah atau Korwil, yang sebelumnya bernama UPT. Menurutnya, ini sering terjadi ketimpangan tanggung jawab dengan Dinas Pendidikan. “Mana kewenangan Korwil dan mana kewenangan Disdik. Contohnya sering terjadi dalam administrasi. Semuanya dikoordinir oleh Korwil namun terkadang diambil oleh Dinas. Ini tumpang tindih, perlu ada kejelasan dan ketegasan,” pungkasnya.

Mencermati permasalahan dan potensi yang ada, Putu Parwata berharap ada intervensi pemerintah pusat untuk memajukan kualitas pendidikan di daerah. (RED-MB)