Tangkapan layar – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (29/3/2023). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela/am.

Jakarta (Metrobali.com)-

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum, terutama terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.

“Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum,” ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Gedung Nusantara II, Rabu.

Mahfud mengungkapkan bahwa kasus serupa pernah terjadi. Pada saat itu pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunandi, berusaha menghalangi penegakan hukum. Makhamah Agung (MA) lantas memperberat hukuman Fredrich menjadi 7,5 tahun dari 7 tahun.

“Orang mau mengungkap dihantam, ungkap dihantam. Sama seperti saudara kerjanya dengan Fredrich Yunandi melindungi Setya Novanto ‘kan tidak boleh, lalu dia melaporkan sembarangan orang. Menghalang-halangi penyidikan, menghalangi penegakan hukum, lalu tangkap. Jadi, jangan main ancam-ancam begitu, kita ini sama,” kata dia.

Ia mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang menyebutkan bahwa laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tidak boleh diumumkan ke publik. Pasalnya, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.

“Beranikah Saudara Arteri bilang begitu kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Pak Budi Gunawan? Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bertanggung jawab bukan anak buah Menkopolhukam, melainkan setiap minggu laporan resmi info intelijen kepada Menkopolhukam,” tambahnya.

Menkopolhukam memiliki hak untuk mengumumkan suatu informasi ke publik. Hal tersebut sudah sering sehingga dia mempertanyakan mengapa persoalan ini baru menjadi ramai.

“Saya umumkan dan Saudara diam saja. Kita yang umumkan kasus Indosurya yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi, karena kasusnya banyak itu ‘kan PPATK, kok, baru ribut soal ini,” tutur Mahfud.

Selain itu, pada saat penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe banyak warga Papua yang turun ke jalanan. Untuk itu, dia meminta PPATK mengungkap persoalan itu dan membekukan uang Lukas Enembe.

“Kalau tidak begitu, tidak bisa ditangkap. Kita tahu dari Intel Polri. ‘Pak kateringnya tiap hari turun, itu sudah tidak ada kekuatannya, itu ‘kan intel, masa tidak boleh,” imbuhnya. (Antara)