Foto: Advokat dan pengamat hukum Togar Situmorang, SH., MH., MAP., CMed., CLA.

Denpasar (Metrobali.com)-

Praktik mafia tanah di Bali ibarat menjadi fenomena gunung es dan juga banyak menelan korban hingga juga menjadi sorotan secara nasional.

Belakangan pernyataan anggota DPR RI Arteria Dahlan terkait keberadaan mafia tanah di Bali yang disampaikan saat dengar pendapat bersama Jaksa Agung yang cuplikan videonya beredar luas dan viral semakin menguatkan praktik mafia tanah di Bali masih marah.

Apa yang diungkapkan Arteria mendapat tanggapan postif dari pengacara sekaligus pengamat hukum Togar Situmorang, SH., MH., MAP., CMed., CLA.

Pengacara berdarah Batak ini mengatakan, apa yang disampikan Arteria Dahlan terkait keberadaan mafia tanah di Bali adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Togar mengatakan,  di Bali dia banyak melihat fakta-fakta hukum yang memang sangat tidak sesuai dengan hukum.

“Misalnya, pemilik  lahan ada memegang girik, lantas diatas girik tersebut ada sertifikat, tapi sertifikat itu bukan nama perorangan melainkan  nama perusahaan,” ujar Togar, Jumat (21/1/2022).

Parahnya lagi, kata Togar, di Bali ada Tahura (Taman Hutan Raya) yang malah disertifikatkan menjadi serifikat hak milik (SHM).”Lahan Tahura yang harusnya tidak boleh dimohonkan menjadi sertifikat hak milik, itu ternyata bisa. Ini kan jelas sangat miris,” jelasnya.

Pengacara yang sering disebut sebagai “Panglima Hukum” ini juga mengatakan, adanya mafia tanah ini tak lepas dari adanya campur tangan dari stakeholder, dan oknum aparat hukum lainnya yang sudah menjadi bagian konspirasi.

Bahkan Togar Situmorang juga menyebut bahwa ada oknum notaris juga oknum pengacara nakal ikut dalam praktik mafia peradilan yang sengaja membuat gugatan fiktif terkait wanprestasi yang pada akhirnya terjadi drama gugat menggugat di Pengadilan.

“Praktik mafia peradilan ini dilakukan supaya ada putusan yang inkracht melalui pengadilan, sehingga kalau ada yang mengklaim  atas tanah tersebut, itu otomatis tidak berdasar karena sudah ada putusan pengadilan yang inkracht,”terangnya.

Menariknya lagi, kata Togar, mafia tanah, khususnya di Bali bekerja dan menyasar tanah-tanah yang lokasinya cukup strategis. “Keberadaan mafia tanah di Bali tidak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya sampai saat ini banyak kasus-kasus tanah yang ditangani Polda tidak jalan bahkan sudah tersangka tapi belum ada kejelasan selanjutnya ,”tandasnya.

Karena itu, menurut Togar jika ingin memberantas mafia tanah di Bali, maka semua pihak, mulai dari stakeholder seperti Gubernur, Kapolda, Jaksa, BPN, Notaris, Pengacara sampai ke aparat penegak hukum lain harus sejalan dan memiiliki tujuan yang sama untuk tidak toleransi pada Mafia Tanah .

Sementara terkait penyataan Artedia Dahlan yang menyebut dan menyingung nama salah satu Kajari soal penanganan kasus tanah di Bali, Togar mengatakan, selain sudah menjadi rahasia umum, itu juga merupakan sebuah fakta.

“Sekarang tinggal bagaimana pimpinan dari institusi Kejaksaan tersebut bisa jujur dengan kondisi yang ada. Dan karena sudah menyebut nama maka harus legowo, jangan hanya sekedar dipecat, tapi juga masukin ke penjara,” pungkas Togar.

Keberadaan mafia tanah sungguh membuat masyarakat resah. Sebab Pemilik tanah bisa secara tidak sadar kehilangan tanahnya. Hilangnya pun tampak dan memang dibikin seolah-olah prosedural. Tahu-tahu, sertifikat tanah sudah menjadi atas nama orang lain. Meski, tidak ada pengalihan hak. Ngerinya, sertifikat hasil penguasaan sepihak itu sah dan asli.

“Oleh sebab itu Pemerintah dan aparat penegak hukum harus benar-benar serius dalam penanganan kasus ini, harus tindak tegas. Mafia tanah tidak boleh mendapat ruang di Negeri ini karena dampak perbuatannya sangat mengerikan,” tutup Togar Situmorang yang memiliki kantor beralamat di Jl. Gatot Subroto Timur No.22 Denpasar, Jl. Raya Gumecik Gg Melati No.8, By Pass Prof. IB Mantra, Ketewel, Jl. Teuku Umar Barat No.10, Krobokan, dan Jl. Kemang Selatan Raya No.99, Gd Piccadilly, serta Jl. Terusan Jakarta No.181 Ruko Harmoni Kav.18, Antipani Bandung. (dan)