ALI TRANGHANDA

Jakarta (Metrobali.com)-

Lembaga swadaya masyarakat Indonesia Property Watch menyatakan pengenaan pajak seperti pajak baru dalam sektor properti seharusnya dapat dibuat secara progresif dan tidak semata-mata dibuat untuk mengejar target yang ditentukan.

“Pengenaan pajak juga sebaiknya dibuat progresif sehingga azas keadilan akan terjamin. Bayangkan meskipun harga per meter persegi Rp25 juta, namun tentunya berbeda bila membeli apartemen dengan luas 60 meter persegi dibandingkan 200 meter persegi,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, Rabu (11/3).

Menurut dia, pemerintah juga seharusnya mempunyai dasar kuat dan memahami pasar properti yang ada di Indonesia karena secara karakteristik berbeda dan tidak dapat dikaitkan dengan karakter benda bergerak seperti mobil mewah dan perhiasan.

Ia berpendapat rencana pengenaan pajak baru PPnBM oleh pemerintah pada sektor properti seharusnya tidak didasarkan atas target penerimaan pajak pemerintah yang menurun.

“Seharusnya pengenaan pajak untuk sektor apapun didasarkan atas kewajaran dan tidak semata-mata karena target pemerintah yang menurun,” katanya.

Ali menilai bahwa banyak faktor yang membuat pajak sektor properti menurun tahun 2014 karena memang penjualan properti tahun lalu mengalami anjlok.

Berdasarkan data Indonesia Property Watch, pasar properti mengalami penurunan hampir mencapai 60 persen (y-o-y) dibandingkan tahun 2013 sehingga membuat penerimaan pajak pun relatif akan berkurang.

Rencana revisi pengenaan PPnBM saat ini dilaporkan juga belum menemui kesepakatan antara pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dengan para pelaku usaha yang berkecimpung di bisnis properti itu sendiri.

Indonesia Property Watch menilai pengenaan pajak yang terlalu tinggi akan membuat para pelaku bisnis properti lebih banyak menghindar dengan segala trik yang ada agar tidak terkena pajak.

“Rencana pemerintah untuk menambahkan kriteria baru terkait harga per meter persegi dirasakan tidak akan membuat pajak menjadi efektif karena banyak yang akan ‘bermain’,” kata Ali Tranghanda.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan Direktorat Jenderal Pajak mulai melakukan upaya-upaya ekstra untuk mendorong penerimaan pajak seusai batas akhir penyerahan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi pada awal April.

“Kita mau melakukan ekstra ‘effort’, rencananya setelah Maret, setelah SPT Wajib Pajak Orang Pribadi disampaikan,” katanya di Jakarta, Sabtu (7/3).

Bambang menjelaskan hal itu diupayakan karena realisasi penerimaan pajak pada Januari dan Februari masih di bawah realisasi bulan yang sama tahun lalu, dan upaya ekstra harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan.

Bambang mengatakan upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan pendekatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi non Karyawan yang selama ini realisasinya belum maksimal, namun dalam Januari-Februari 2015 sudah berkontribusi dalam penerimaan.

“Meskipun masih ‘short fall’ tapi ada pajak yang bisa jadi patokan penerimaan pajak 2015. Target kita memperbaiki WP yang belum patuh dan nakal, tapi bukan berarti banyak yang nakal, tapi bisa jadi belum paham mengisi SPT,” katanya. AN-MB