Buleleng, (Metrobali.com)

Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor 2 Wayan Koster dan Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) selalu memperhatikan desa adat. Karena desa adat merupakan benteng pertahanan kebudayaan Bali. Peran desa adat menjaga seni, budaya, tradisi, agama dan kearifan lokal yang menjadi daya tarik wisata Bali bagi wisatawan dunia.

Sebagai Gubernur Bali 2018-2023, Wayan Koster telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat, yang mendukung dan memperkuat desa adat.

Regulasi ini memperkuat kebijakan
Koster mengalokasikan dana untuk desa adat melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemprov Bali. Setiap tahun, per desa adat mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 300 juta. Total sekitar 1500 desa adat se-Bali mendapat alokasi anggaran ini.

Kini Koster berani merancang akan menambah dana untuk desa adat secara bertahap. Jika Koster-Giri mendapat mandat krama Bali untuk memimpin Pulau Dewata, dana untuk desa adat akan dikucurkan senilai Rp 500 juta setiap desa pakraman.

Terdekat, Koster-Giri telah merancang akan memberikan dana ke desa adat sebesar Rp 350 juta. Saat ini, dana untuk desa adat masih sama seperti tahun sebelumnya yakni Rp 300 juta per desa adat setiap tahun. Secara bertahap akan naik.

Alasannya, karena Koster-Giri menegaskannya peran desa adat sangat penting menjaga budaya Bali. Koster juga telah menciptakan sumber pendapatan asli (PAD) Bali yang baru. Dari sumber baru ini bisa membiayai desa adat dan kebutuhan lainnya demi menjaga seni budaya, tradisi, dan kearifan lokal Bali.

Dua sumber PAD terbaru yang telah disiapkan Koster yakni Pungutan Wisatawan Asing (PWA) dan pengoperasian Turyapada Tower di Buleleng.

Regulasi PWA telah diterbitkan Koster sewaktu menjadi Gubernur Bali. Pemimpin visioner dan pekerja keras ini tahu apa yang dilakukan demi menjaga Bali ratusan tahun kedepan.

Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pungutan wisatawan asing (PWA) di Bali adalah Perda Nomor 6 tahun 2023. Perda ini mengatur bahwa retribusi yang dikenakan kepada wisatawan asing adalah sebesar Rp150 ribu per orang.

Langkah Koster menjaga Bali telah memasuki Bali Era Baru 100 tahun kedepan dengan visi Nangun sat Kerthi Loka Bali.

“Sumber pendapatan baru di Bali bisa menjadi sumber untuk membiayai desa adat.
Seperti yang tertuang dalam Perda desa adat (Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat) dan Perda yang mengatur retribusi wisatawan asing (Perda Nomor 6 tahun 2023).
Dengan demikian Desa Adat juga bisa kita dilindungi,” jelas Koster di Buleleng.

Untuk itu, Koster-Giri telah merancang kedepan dana untuk desa adat sebesar Rp 350 juta. Kemudian secara bertahap akan naik menjadi Rp 500 juta setiap tahun.

“Targetnya desa ada minuman Rp 500 juta. Banyak tanggungjawab untuk krama di desa adat. Agar kegiatan adat tidak membebani masyarakat. Karena desa adat yang mengurus semuanya tentang spritual dan adat Bali. Untuk biayanya pemerintah Bali yang akan menanggung,” jelas Koster.

Selain itu, Koster-Giri juga akan mengalokasikan anggaran mendukung subak di seluruh Bali.

“Dulu anggaran untuk subak Rp 50 juta, sempat berkurang karena covid menjadi Rp 10 juta tapi sekarang akan kembali dialokasikan Rp 50 juta per subak jika Koster-Giri kembali diberikan mandat memimpin Bali,” tegas Koster.

Alasan penting lainnya, kata Koster karena desa adat dan subak yang mengharumkan nama Bali sehingga dikunjungi oleh wisatawan dunia. Untuk pertanian di Bali bisa terjaga karena subak. Sehingga dua aspek penting ini harus diperhatikan demi menjaga keberlangsungan pariwisata Bali.

Koster-Giri juga telah menciptakan sejumlah program yang untuk melestarikan budaya dan seni. Seperti restorasi pura, perbaikan wantilan, dan juga dukungan terhadap yowana dan sekaa gong setiap desa di Bali. (RED-MB)