Foto: Anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Emiliana Sri Wahjuni.

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Emiliana Sri Wahjuni berharap pemerintah pusat membatalkan rencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan atau sekolah.

“Kami tolak tegas kalau jasa pendidikan atau sekolah kena PPN. Rencana itu harus dibatalkan,” tegas Emiliana Sri Wahjuni ditemui di Denpasar, Senin (14/6/2021).

Anggota Komisi IV DPRD Kota Denpasar yang membidangi pendidikan ini mengaku tidak habis pikir dengan rencana pengenaan PPN atas jasa pendidikan atau sekolah ini.

Baginya itu merupakan kebijakan yang keliru dan sesat serta serta bertentangan dengan amanat kontitusi UUD 1945 serta tujuan dibentukannya negara republik Indonesia yang salah satunya adalah mencedaskan kehidupan bangsa.

Menurut Emiliana Sri Wahjuni, pengenaan pajak di sektor jasa pendidikan bisa jadi merupakan bentuk pembangkangan pemerintah terhadap amana konstitusi UUD 1945.

Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 mengamankan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. sementara padal pada Pasal 31 Ayat 2 setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

“Jadi ini kontradiktif. Pemerintah harusnya menjamin pendidikan anak, memperbesar anggaran pendidikan, bukan malah mengenakan pajak pada pendidikan,” tegas legislator dari PSI yang akrab disapa Sis Emil ini.

Ia mengingatkan pemerintah wajib memastikan pelaksanaan wajib belajar 12 tahun dan kalau jasa pendidikan kena pajak maka biaya sekolah akan mahal dan makin banyak yang putus sekolah. Kalau sekolah mahal, banyak yang putus sekolah maka tujuan negara dan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak akan terwujud.

“Apa pemerintan mau rakyat makin bodoh?,” kata tanya perempuan yang selama ini getol memperjuangkan isu-isu pendikan, perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak ini.

Dikatakan saat ini kondisi rakyat sedang susah, banyak yang tidak bisa membayar uang sekolah karena perekonomiannya terdampak pandemi Covid-19.

Di sisi lain faktanya banyak sekolah juga yang kesulitan menyelenggarakan kegiatan operasional pendidikan. Walaupun ada dana bantuan operasional sekolah (BOS), tapi fakyanya dana BOS ini masih belum mencukupi untuk kegiatan belajar mengajar berkualitas.

“Kalau jasa pendidikan kena PPN maka kondisinya akan tambah parah. Mestinya biaya sekolah didiskon disubsidi oleh pemerintah bukan sekolah dipajaki lagi,” kata Emiliana Sri Wahjuni.

“Jika pemerintah tidak serius memperhatikan pendidikan dan anak-anak bangsa tidak diberikan kesempatan sekolah seluas-luasnya karena biaya sekolah mahal setelah dipajakin pemerintah, tentu makin banyak yang bodoh. Karena pandemi anak-anak kita sudah lost learning, apalagi pendidikan kena PPN makin parah lagi,” sambungnya

“Jadi pemerintah jangan melanggar konstitusi. Jangan keluarkan kebjkan boomerang dan membunuh rakyat pelan-pelan. Sekolah kena pajak, sembako kena pajak. Lama-lama warga negara mati kemiskinan, kasihan dong,” pungkasnya.

Seperti diketahui rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok (sembako) dan jasa pendidikan tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Rencana pemerintah mengenakan PPN atas bahan sembako dan jasa pendidikan lantas ramai menuai penolakan publik. (wid)