Jembrana (Metrobali.com)

 

DPRD Jembrana menggelar rapat dengar pendapat bersama Pemkab Jembrana dan warga Gilimanuk membahas tanah HPL (Hak Pengelolaan Lahan) Gilimanuk menjadi SHM (Sertifikat Hak Milik). Rapat yang juga dihadiri Badan Pertanahan Negara (BPN) Jembrana dilaksanakan di Ruang Rapat Kantor DPRD Jembrana, Kamis (21/7/2022).

Selain mencarikan solusi, rapat juga membahas aturan-aturan terkait status tanah di Gilimanuk. Intinya Pemkab Jembrana selaku pengelola lahan tidak bisa memberikan hal milik kepada warga Gilimanuk. Dan untuk menjadikan SHM, status HPL tanah Gilimanuk harus dilepas atau dikembalikan terlebih dahulu ke Pemerintah Pusat untuk selanjutnya dimohonkan kembali.

Dalam rapat tersebut juga terkuak bahwa tanah HPL di Gilimanuk yang dikelola Pemkab Jembrana seluas 1.449.670 m2. Dari luasan itu seluas 884,925 m2 atau sekitar 88 hektar dikelola oleh masyarakat atau untuk permukiman. Kemudian dimanfaatkan OPD seluas 426,981 m2 dan selanjutnya dikelola instansi vertikal seluas 40.172 m2. Sehingga total luas tanah yang dimanfaatkan seluas 1.352.078 m2

Anggota dewan, Ida Bagus Susrama memberikan saran agar dilakukan pendataan ulang sehingga diketahui luas tanah HPL yang dimohonkan warga. Dengan pendataan ulang juga akan diketahui luas tanah untuk kepentingan umum dan luas tanah yang menjadi program pembangunan Jembrana kedepan.

Ia juga mengusulkan agar dibentuk pansus khusus tanah Gilimanuk atau kelompok kerja (pokja) tripartit gabungan dari DPRD (Legislatif), eksekutif (Pemkab Jembrana) dan warga Gilimanuk melalui Aliansi sehingga bisa lebih tajam.

Sementara itu Ketua DPRD Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi mengatakan tujuan dari rapat dengar pendapat umum ini adalah untuk mencarikan solusi yang terbaik bagi warga Gilimanuk. Dan ia juga memohon masukan dari BPN terkait kemungkinan yang bisa dilakukan untuk mewujudkan keinginan warga Gilimanuk dari HPL menjadi SHM.

Diawal pihaknya juga sudah membentuk pansus. Dan melalui pansus itu pihaknya sudah mendengar keinginan masyarakat Gilimanuk terkait SHM. “Pansus juga melakukan kajian-kajian dan mencarikan solusi sehingga nantinya apa yang diputuskan tidak melanggar aturan. Dari kajian itu masih banyak yang dilakukan untuk menjadi SHM” jelasnya

Pihaknya juga sempat ke bagian aset Provinsi Bali untuk koordinasi dan juga ke Jakarta bersama pimpinan lainnya untuk bertemu dan berkonsultasi di Kementerian Agraria. Dan arahan dari Kementrian Agraria saat itu sesuai dengan rekomendasi dewan bahwa tidak bisa dilakukan jika tanah masih berbentuk HPL.

“Pusat memberikan kewenangan kepada Pemda. Dan HPL ini tidak bisa semena-mena dijadikan hal milik. Kalau ingin SHM Harus dikembalikan ke pusat dulu baru dimohonkan lagi seperti PTS. Intinya kami menunggu aktion dari eksekutif, semakin cepat semakin bagus” ungkapnya.

Sekda Jembrana, I Made Budiasa mengatakan bahwa pimpinan daerah dalam hal ini Bupati Jembrana telah mendukung usulan tersebut namun dengan syarat berproses sesuai aturan yang berlaku agar nantinya tidak ada yang salah.

Pihaknya juga sudah membentuk tim kecil sebagai wujud dukungan dari Bupati Jembrana. “Kami harap mari bersama-sama untuk menjalani prosesnya. Kita juga sudah siapkan tim HPL. Mari bersama-sama mencari solusi apalagi Bupati meminta hati-hati dalam prosesnya” ujarnya.

Terkait mekanisme menurutnya sudah jelas ada dalam peraturan pemerintah, dimana haknya harus dilepaskan dulu. Karena tidak bisa ada hak diatas hak (HPL). “Yang boleh, HGU, HGB, HGP. Ini agar prosesnya labda karya (lancar). Maksudnya adalah agar kita tidak salah, masyarakat juga aman. Apalagi sampai kita disebut mengabaikan hak sewa dari masyarakat. Intinya kami mewakili Bupati, kami siap mengawal dan mendukungnya” pungkasnya. (Komang Tole)