Denpasar (Metrobali.com) –

 

Babak baru pencari keadilan di Bali dimulai setelah dilayangkannya uji materi gugatan Praperadilan oleh para pengacara ahli waris tanah Jro Kepisah, AA. Ngurah Oka (66 tahun) yang dikriminalisasi dipersangkakan dengan Pasal 263 KUHP dengan dugaan pemalsuan surat silsilah waris. Ada beberapa kejanggalan yang timbul dan melenceng dari aturan KUHAP, sehingga dengan responsif para pengacara yang tergabung dalam wadah Lembaga Bantuan Hukum Pembela Keadilan Bali (BEDIL Bali) melayangkan gugatan Praperadilan atas penetapan yang janggal tersebut bernomor : 3/Pid.Prad/2023/PN Dps. Tanggal 30 Januari 2023.

“Dengan gugatan Praperadilan tersebut memang sudah diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. Kami ingin menguji keabsahan penetapan Tersangka dinilai kurang memenuhi rasa keadilan,” kata Pengacara I Kadek Duarsa, SH., MH., CLA. Dari LBH BEDIL BALI, Selasa (7/2/2023).

Pihaknya menolak keras atas penetapan Tersangka AA. Ngurah Oka yang tidak memenuhi unsur keadilan dan merupakan upaya bentuk kriminalisasi serta berpotensi melanggar HAM.

Sidang yang rencananya berlangsung pada Selasa 7 Februari 2023 di PN Denpasar itu ditunda karena ketidakhadiran pihak Polda Bali. Akhirnya Hakim Ketua, I Putu Suyoga, SH, MH memutuskan untuk melanjutkannya 1 Minggu kedepan.

AA Ngurah Oka dilaporkan EW ke Krimsus Polda Bali dengan proses pelaporan itu adalah mempersalahkan dokumen silsilah yang tidak ada kaitan konektivitasnya dengan pelapor. Di sini lah kami mencurigai terjadi kriminalisasi, Penyidik terkesan memfasilitasi pelapor dan melakukan penekanan terhadap ATR/BPN agar tidak melakukan pemecahan sertifikat tanpa dasar yang jelas, seperti putusan pengadilan.

AA Ngurah Oka di adukan ke Polda Bali pada tahun 2018 atas tuduhan pemalsuan silsilah. Perkara kali ini adalah yang kedua, setelah sebelumnya laporan yang sama tahun 2015 dihentikan atau SP3 atas perintah putusan sidang praperadilan.

Pada tahun 2015 dengan dasar dokumen, yaitu IPEDA (Iuran Pendapatan Daerah) tanah tahun 1948, 1952, 1954 yang mana dokumen itu disangsikan kebenarannya, bahkan telah dibuktikan dalam sidang pra peradilan bahwa dokumen itu tidak sah.

Beberapa dari dokumen itu, katanya, dibuat di hari Minggu, yang mana tidak ada kantor buka di hari Minggu. Pihaknya juga menyangsikan, lembaga stempel tanda tangan itu, karena lembaga itu tidak ada di tahun 1948 atau 1954. Lembaga itu baru ada di tahun 56-an ke atas.

Atas laporan kedua inilah yang membuat Ngurah Oka dan keluarga merasa resah, mereka menilai ada niat jahat yang ingin mengkriminalisasi Ngurah Oka hingga harus bersurat meminta pengayoman hukum kepada Presiden RI Jokowi termasuk kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit dan juga Komnas HAM. Seharusnya, pihak pelapor merasa punya hak terhadap tanah milik kliennya seharusnya dibuktikan terlebih dulu dalam pengadilan secara keperdataan.

Pihaknya menyayangkan, dengan begitu mudahnya seseorang yang tidak ada kaitan melakukan tindakan mengklaim atau mempermasalahkan hak waris seseorang sudah bersertifikat melalui ‘main mata’ dengan oknum penyidik hukum.

 

Pewarta : Hidayat