Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin sidang kabinet.

Pelantikan menteri yang menjadi pembantu Presiden Joko Widodo tidak memuaskan semua pihak, terlebih dengan masuknya lawan politik dalam kabinet Indonesia Maju. Tidak sedikit pendukung Jokowi yang kecewa, namun sejumlah kalangan melihat langkah ini sebagai upaya rekonsiliasi dan mempertahankan stabilitas sosial politik.

Tak banyak yang memahami pertimbangan Presiden Joko Widodo ketika memilih para pembantunya, termasuk mereka yang sebelumnya menjadi pesaing dalam pemilu presiden lalu. Dalam sebuah diskusi di Surabaya, Jumat (08/11) malam, mantan tenaga ahli bidang komunikasi politik, Kantor Staf Presiden, Wandy Nicodemus Tuturoong mengatakan, keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Prabowo Subianto sebagai menteri didasari pada keinginan menghadirkan suasana sosial politik yang sejuk, serta mengajak seluruh elemen bangsa melakukan rekonsiliasi demi Indonesia maju.

Para pembicara diskusi publik yang diadakan Roemah Bhinneka dan ALIT, menyoroti persoalan bangsa pasca penetapan kabinet Indonesia Maju
Para pembicara diskusi publik yang diadakan Roemah Bhinneka dan ALIT, menyoroti persoalan bangsa pasca penetapan kabinet Indonesia Maju

“Apa yang diputuskan sekarang ini kan mau memberi sebuah narasi besar tentang rekonsiliasi, terutama dengan adanya pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan, dan itu juga terlihat dari komposisi menteri-menteri di bidang Polhukam, memberi kesan bahwa perlu adanya stabilitas, dan tentu saja itu rekonsiliasi dan stabilitas itu penting untuk jangka panjang,” kata Wandy Nicodemus Tuturoong.

Wandy juga berharap kabinet yang baru ini dapat bekerja dengan baik, untuk mewujudkan Indonesia maju pada 2045 atau 10 tahun Indonesia merdeka. Masyarakat, kata Wandy, juga diajak untuk membangun ruang publik yang sehat, dimana selama ini masyarakat disuguhkan banjir informasi melalui media sosial dan perangkat digital yang justru memperkeruh suasana. Membangun optimisme, harapan, dan ruang publik yang sehat, menurut Wandy, jauh lebih penting dibandingkan mengikuti kegaduhan yang banyak menyita energi bangsa.

“Kalau kita bersama-sama bisa membangun sebuah narasi bersama, agenda setting bersama tentang Indonesia maju misalnya, 2045 kan 25 tahun lagi. Kalau kita bisa bangun dari sekarang apa yang harus kita lakukan ke sana, maka itulah yang akan tercapai, sehingga kita tidak akan terombang-ambing dengan berbagai macam ketidak pastian,” kata Wandy Nicodemus Tuturoong.

Para aktivis, akademisi, dan penggerak kebhinnekaan sepakat menghadirkan runag publik yang baik untuk Indonesia Maju
Para aktivis, akademisi, dan penggerak kebhinnekaan sepakat menghadirkan runag publik yang baik untuk Indonesia Maju

“Nah, itu yang mungkin perlu dijadikan agenda bersama, untuk membangun ruang publik yang sehat itu. Sekarang ini ruang publik kita kan keruh, dan ya ini tidak terlepas dari sebuah era digital, dimana orang sekarang banyak sekali bisa berkomunikasi lewat internet, sosial media khususnya, dan sekarang saking banyaknya informasi itu kan membuat publik menjadi sulit untuk menentukan mana sebetulnya yang paling priorotas,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan pakar politik dan pengajar Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Airlangga Surabaya, Joko Susanto. Ia menilai upaya menggandeng lawan politik dapat membantu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang belum tuntas akibat iklim politik yang tidak stabil.

Usai pelantikan Kabinet Indonesia Maju. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)
Usai pelantikan Kabinet Indonesia Maju. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)

“Kalau itu dalam rangka menyelesaikan problemnya dari sekarang, itu bagus. Tetapi itu lebih dalam kerangka untuk antisipasi politik lima tahun ke depan, penyelesaiannya menjadi sangat politik praktis,” kata Joko Susanto.

Padahal, lanjutnya, di depan ada persoalan real yang membutuhkan terobosan-terobosan besar. Untuk membangun satu kekuatan yang melompat, Indonesia maju, itu memang membutuhkan modal besar, dan modal itu salah satunya adalah dari dukungan politik.

“Kita bisa membaca yang dilakukan oleh Jokowi itu, dalam rangka untuk membangun satu modalitas politik yang besar. Tapi modalitas politik yang besar tanpa satu agenda-agenda besar, tanpa ada suatu political will yang besar untuk menghadirkan satu inisatif-inisiatif tingkat tinggi, itu akhirnya hanya mengumpulkan kawan sebanyak-banyaknya untuk kemudian menguasai permainan, itu saja,” paparnya.

Roemah Bhinneka bersama Arek Lintang (ALIT) selaku penyelenggara diskusi, memandang kegalauan yang muncul dalam masyarakat ini adalah akibat situasi politik, hukum, ekonomi, hingga sosial budaya, perlu disikapi secara bijak dan kritis tanpa harus memunculkan kebencian maupun kecintaan yang membutakan.

Koordinator Roemah Bhinneka, Iryanto Susilo menuturkan, diskusi terkonsep yang memunculkan solusi diharapkan dapat menjadi langkah kritis masyarakat, untuk terus mengawal pemerintahan lima tahun ke depan ke arah yang lebih baik.

“Jadi kita tidak mau menyebarkan berita hoaks, menjadi tendensi, menjadi perspektif yang simpang siur. Kata kuncinya itu adalah mendukung dengan kritis,” kata Iryanto Susilo.[pr/em] (VOA)