Laut Tangerang Dipagar 30 km, Dimana Negara, atau Negara dalam Negara?
Ilustrasi
Jakarta, (Metrobali.com)
Dalam kajian historis bangsa ini, yang diperjuangkan melalui: organisasi politik, diplomasi dan perang, bukan hadiah dari penjajah, keutuhan wilayah menjadi isu yang sangat peka.
Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, Kamis 9 Januari 2025.
Menurut I Gde Sudibya, ucapan : “NKRI Harga Mati” yang selalu digemakan kalangan nasionalis dan juga TNI, menggambarkan sensitivitas tinggi -highly sensitive- jika menyangkut kedaulatan dan keutuhan wilayah.
Dikatakan, para legislatif paham, mengemukakan ide tentang persatuan tanpa diikuti dengan kata persatuan, mudah menimbulkan prasangka tentang ide federalisme yang dinilai bertentangan ideologi Negara Kesatuan.
Menggambarkan betapa sensitivitas isu yang menyangkut kesatuan dan keutuhan wilayah.
Menurutnya, pemagaran laut Tangerang sepanjang 30 km melintasi 16 kecamatan di Provinsi Tangerang, yang diberitakan di media sosial, tanpa pejabat publik tahu siapa yang melakukan pemagaran, menimbulkan tanda tanya dengan nada konstitusional: dimana negara, apakah ini simpton/ gejala “negara dalam negara” yang menjadi kekhawatiran semenjak tahun-tahun pertama Indonesia Merdeka.
“Publik menduga, mengaitkan dengan Proyek PIK Dua (Pantai Indah Kapuk) Dua yang telah ditunjuk melalui Perpres sebagai PSN. PSN sebagai kompensasi atas partisipasi kelompok perusahaan ini berinvestasi di IKN,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, pemberian kompensasi ini dinilai berlebihan, memanjakan oligarki, tidak setimpal antara investasi yang dilakukan di IKN dengan jumlah untung yang akan diraup dari pembebasan tanah penduduk, dengan mengorbankan hak atas tanah penduduk dan juga nilai historis dan sejarah yang melekat pada tanah, kawasan dan bahkan kota.
“Tampak, posisi tawar negara dalam kasus PIK Dua dari perspektif kepentingan publik tergolong lemah, yang semestinya segera dikoreksi oleh Pemerintahan Presiden Prabowo,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, Hak-hak publik dipulihkan, pemagaran laut dibatalkan, dengan mengoreksi status PSN PIK Dua. Negara kembali hadir melindungi kepentingan warga negara, keutuhan wilayah terjaga, tidak boleh lagi ada simpton/gejala “negara dalam negara”. Di samping dalam proyek ini, punya potensi “api dalam sekam” konflik sosial bernuansa SARA.
Jurnalis : Sutiawan