Foto: Para pembicara dalam webinar yang diselenggarakan Forum Peduli Bali, Senin (10/8/2020).

Denpasar (Metrobali.com)-

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di masa pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri tidak hanya bagi penyelenggara namun juga bagi para kandidat dan publik selaku pemilih.

Namun pemikiran yang berkembang di kalangan elit politik khususnya di kubu penantang petahana termasuk juga di ruang-ruang diskusi publik, Pilkada di tengah pandemi cenderung menguntungkan calon petahana. Hal ini pun sempat diungkapkan dalam sejumlah pemberitaan di media.

Sebab, petahana dianggap punya “modal politik” dan bisa “mengklaim” dan “mendompleng” berbagai program penanganan Covid-19 seperti bantuan sosial yang sebenarnya dikucurkan dari anggaran pemerintah yang notabene merupakan hal rakyat bukan kemurahan atau kebaikan hati petahana.

Dalam berbagai kesempatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengingatkan bantuan sosial penanganan Covid-19 jangan dijadikan alat atau ditunggangi kepentingan politik.

Namun diyakini pula dilangsungkannya Pilkada di masa krisis akibat pandemi Covid-19 ini harus membuat masyarakat pemilih semakin cerdas. Salah-satunya dengan memilih pemimpin bukan hanya karena popularitasnya dalam membagi uang dan berbagai bantuan.

“Krisis ini masih akan panjang. Dibutuhkan pemimpin yang bukan hanya melayani tapi juga memberdayakan agar tidak terjadi ketergantungan pada pemerintah yang sedang mengalami defisit,” kata pengamat politik Nyoman Wiratmadja M.SI, dalam webinar yang diselenggarakan Forum Peduli Bali, Senin (10/8/2020).

Jika ada calon yang menjanjikan uang dan berbagai fasilitas, pemilih harus berani mempertanyakan, darimana sumber dananya. Jika dana itu memang berasal dari anggaran pemerintah, maka sebenarnya hal itu merupakan hak masyarakat setelah mereka membayar pajak.

Dia menegaskan, saat ini dibutuhkan pemimpin yang mampu mengelola pemerintahan di masa krisis dimana pendapatan pemerintah sangat sedikit. Dia tidak perlu menjanjikan banyak hal, tetapi mampu memotivasi dan memberi harapan untuk bisa bertahan di masa yang sulit.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali Dewa Agung Lidartawan menyatakan soal kemampuan memimpin di masa krisis itu akan terlihat pada visi dan misi para calon.

“Kami tidak bisa menentukan apakah hal itu akan diakomodir, tapi masyarakat akan bisa menilai,” tegas Lidartawan.

Hal itu akan kelihatan pada saat pelaksanaan debat dimana akan berlangsung tiga kali putaran untuk masing-masing daerah.

Masyarakat, kata dia, juga bisa menitipkan pertanyaan-pertanyaan untuk menguji pemahaman para kandidat kepada para panelis dalam debat tersebut. (yan)