Kuasa Hukum Yonda
Kuasa Hukum Kasus Water Sport, Iswahsudhi Edy P, saat memberikan keterangan kepada awak media, Minggu (19/11/2017) di warung Kubu Kopi, Denpasar.

Denpasar, (Metrobali.com)-

Kasus yang menimpa Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda terus bergulir.  Pasca penetapan status tersangka terhadap Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda atas dugaan pungli terhadap sejumlah pengusaha Water Sport di daerah Tanjung Benoa, Kuta Selatan, oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Bali, kuasa hukum Yonda akhirnya angkat bicara.
Menurut kuasa hukum Yonda, tuduhan pungli terhadap kliennya tidak mendasar. Alasannya, kegiatan tersebut dilaksanakan karena ada dasarnya, yaitu UUD 1945 Pasal 18 yang mengakui eksistensi Desa Adat, Peraturan Menteri Desa Tertinggal nomor 1 tahun 2015 Pasal 23 ayat 1 terkait Pungutan Desa, dan juga Perda Provinsi Bali nomor 1 tentang Desa Pakraman.
Tidak hanya itu, apa yang dilalukan oleh Yonda sudah menjadi kesepakatan warga pada saat rapat. Dan, pungutan yang dilakukan juga merupakan salah satu visi dan misi Yonda untuk mensejahterkan masyarakat Tanjung Benoa.
“Pungutan tersebut sudah dibicarakan sebelumnya dalam pertemuan setelah klien kami terpilih menjadi Bendesa Adat. Yang mana pada intinya semua program tersebut adalah pro kerakyatan. Dan ini sudah dirasakan warga Adat Tanjung Benoa dan sekitarnya,” terang Iswahsudhi Edy P, kepada awak media, Minggu (19/11/2017) di warung Kubu Kopi, Denpasar.
Yudi lantas mengurai, program yang digadang-gadang tersebut kemudian diberi nama Gali Potensi Bahari, dengan cara menggali potensi warga Tanjung Benoa yang terdiri dari empat banjar. Diceritakan juga, pada saat pertemuan juga diikuti sebanyak 24 pengusaha Water Sport.
“Akhirnya terbektuklah Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari). Mereka (para pengusaha) sepakat menyisihkan pendapatan Rp10 ribu per aktifitas permainan. Dan dari pertemuan tersebut juga disepakati dimana uang pungutan diambil setiap hari oleh pengurus yang telah dibentuk,” jelasnya.
Iswahyudi kembali mengatakan, dari keterangan kliennya, uang yang terkumpul 50 persen digunakan untuk pendanaan kegiatan sosial religius dan 50 persennya lagi dikembalikan ke pengusaha yang bersangkutan yang bisa diambil sewaktu-waktu. “Pengembaliannya diserahkan dalam bentuk buku tabungan. Sebab uang tersebut disimpan di LPD Desa Pakraman.
Atas tuduhan bahwa uang hasil pungutan masuk kekantong pribadi kliennya, secara tegas Iswahyudi menyatakan bahwa hal itu tidak benar. Justru yang ada malah uang tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan sosial seperti bersih-bersih pantai, bahkan juga digunakan untuk kegiatan keagamaan.
“Contoh saat Hari Raya Galungan, disana dilakukan pembagian daging babi ke seluruh keluarga dengan jatah sekitar 2,5 kilogram per KK. Kemudian kegiatan lain seperti patroli pecalang setiap malam, ayahan di Pura, dipakai Ngaben massal sekitar Rp1 milyar lebih pertahunnya,” terangnya.
Seperti diketahui, penyidik dari Reskrimum Polda Bali menetapkan I Made Wijaya alias Yonda sebagai tersangka utama dalam kasus pungutan liar di sejumlah perusahaan Water Sport yang ada di Tanjung Benoa, Kuta Selatan. Penetapan tersangka terhadap Yonda setelah penyidik memeriksa sebanyak 79 saksi.
Selain Yonda, polisi juga menetapkan tersangka terhadap 4 orang lainnya yakni masing-masing berinisial IMS alias Dokter Beker (wakil Bandesa Adat Tanjung Benoa), IKS, (ketua gali potensi), IWK (Ketua BPDA) dan NKR (selaku karyawan gali potensi).
“Yonda dianggap sebagai intelektual leader dalam melakukan pungutan liar selama kurun waktu 2 tahun dengan total uang mencapai Rp 5 Miliar lebih,” ucap Wakil Direktur Reskrimum Polda Bali, AKBP Sugeng Sudarsono, pada saat mengumumkan Yonda dan 4 orang lainnya sebagai tersangka di Mapolda Bali beberapa hari lalu. RED-MB