Denpasar (Metrobali.com)-

Kuasa Hukum PT Tirta Rahmat Bahari Warsa T Bhuana setelah mengetahui PTUN memenangi Walhi atas sidang gugatan TUN antara Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dengan Gubernur Bali di PTUN Denpasar, pihaknya menyatakan banding.

‘’Berkas berkas kami sudah persiapkan, termasuk mendaftarkan di PTUN Surabaya,’’ kata Warsa T Bhuana, Kamis (1/8) di Depasar saat dihubungi via telepon selular.

Sebelumnya diberitakan, hasil sidang di PTUN Denpasar bahwa “Mengabulkan Gugatan Penggugat (WALHI). Di mana dalam putusan itu, hakim menyatakan membatalkan SK Gubernur Bali Nomor 1.051/03-L/HK/2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan taman hutan raya (TAHURA) Ngurah Rai seluas 102,22 hektar kepada PT. Tirta Rahmat Bahari, serta memerintahkan tergugat untuk segera mencabut SK tersebut” demikian ketua majelis hakim Asmoro Budi Santoso,SH mebacakan putusan.

Pembacaan putusan tersebut adalah babak akhir sidang gugatan TUN antara Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dengan Gubernur Bali di PTUN Denpasar. Majelis hakim memustuskan Gubernur Bali Made Mangku Pastika harus mencabut izin pengusahaan pariwisata alam di Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 hektar yang diberikan kepada PT. Tirta Rahmat Bahari. Selain itu majelis hakim juga menghukum tergugat untuk membayar biaya pengadilan secara tanggung renteng bersama penggugat intervensi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menjelaskan bahwa SK yang dikeluarkan oleh Gubernur bertentangan dengan kebijakannya sendiri yaitu melanggar surat edaran moratorium izin akomodasi pariwisata di Bali selatan. Hal itu dikarenakan dalam SK tersebut PT. TRB diizinkan untuk membangun sejumlah sarana akomodasi pariwisata seperti Penginapan, Restaurant dan lain-lain di kawasan tahura Ngurah Rai.

Selain itu, dalam pembacaan putusan Majelis hakim juga menyatakan gubernur dalam menerbitkan SK tersebut tidak terbuka kepada publik, Gubernur juga telah melakukan inkonsistensi terhadap kebijakan yang dikeluarkannya sendiri terutamanya Moratorium izin akomodasi pariwisata, serta dalam pemberian SK tersebut gubernur dianggap tidak cermat, sehingga izin pemanfaatan tahura yang seharusnya hanya boleh dilakukan di blok pemanfaatan tetapi gubernur malah memberikan membangun di blok perlindungan sehingga hal tersebut juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. “Pengeluaran SK tersebut bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik, utamanya asas keterbukaan, asas kepastian hukum serta asas kecermatan dan kehati-hatian” kata Majelis.RED-MB