KTT G20, Pesan Teologi Lingkungan dari Bali
Ilustrasi : Tangkapan Layar – Banjir Bandang yang menerjang Bali belum lama ini
G20 adalah kerja sama ekonomi 19 negara plus Uni Eropa, membahas isu-isu ekonomi negara anggotanya dan juga juga dunia. Sebagai forum ekonomi utama dunia, G20 memiliki posisi strategis, karena secara kolektif mewakili sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia. ( Trias Kuncahyono).
Sebagai forum ekonomi dunia, G20 tidak bisa menghindar dari pembahasan isu lingkungan, yang menurut Sekjen PBB dalam konferensi PBB tentang Perubahan Iklim beberapa hari lalu, krisis iklim yang akut telah menuju neraka iklim, yang mengancam keberadaan umat manusia dan masa depannya. Kekhawatiran Sekjen PBB bisa dimengerti, karena kesepakatan Paris (2015) untuk menekan pertumbuhan suhu bumi maksimum 1,5 derajat celcius dari rata-rata suhu bumi selama 100 tahun terakhir semenjak revolusi industri, terancam gagal. Sehingga diperkirakan suhu bumi melampaui 1.5 derajat celcius. dalam satu dua dasa warsa mendatang, yang mengakibatkan krisis iklim yang luar biasa – neraka iklim- misalnya, diperkirakan sejumlah pulau kecil di Samudra Pasifik akan tenggalam. Sebuah MALA PETAKA LUNGKUNGAN.
Dalam forum (R20), forum tokoh agama dari negara G20, dalam pertemuannya di Nusa Dua Bali, 2 – 3 November 2022, menyuarakan pentingnya kesadaran spiritualitas lingkungan dalam upaya bersama dalam mengendalikan dampak dari krisis iklim.
Di menjelang KTT G20 yang akan segera berlangsung dalam hitungan hari di Nusa Dua, Bali, masyarakat dunia bisa menoleh dan juga belajar tentang tradisi masyarakat Bali dalam mempersepsikan keberadaan alam dan membangun harmoni dengan alam, yang sekaligus menggambarkan teologi lingkungan masyarakatnya.
Dalam salah satu lontar tua di Bali (di era peradaban Bali Mula) lebih dari 1.000 tahun, “terbaca”: “Gunung Ngewangun Urip kaseloka Batu Karu, munduk lantang, Tulang Giing Jagad Bali”. Bentang Alam mulai dari Alas Penulisan, jejer kemiri bukit dari bukit Mangu, Beratan dan bukit-bukit lainnya sampai gunung Batu karu, “melingkar” menuju jejer kemiri bukit yang melingkari Danau Batur, merupakan TULUNG SUMSUMNYA pulau Bali. Jadi, back bone, tulung sumsumnya Bali adalah bentangan hutan, di mana pada “titik-titik bentangan”, berdiri dengan megah pura yang merepresentasikan keyakinan Tuhan bagi para pemangku hutan di sekitarnya. Teologi lingkungan yang pada dirinya mengandung pesan, alam terjaga, dirawat,terselamatkan, yang merupakan basis bagi keselamatan manusia dan juga kesejahteraannya.
Sastra yang menyusul kemudian, pulau Bali disimbolikkan sebagai bunga Padma berkelopak 8, Padma Bhuwana, simbol kekuatan Tuhan Ciwa di 8 penjuru Angin: Timur, Selatan, Barat, Utara, Tenggara, Barat Daya, Barat Laut dan Timur Laut, yang merupakan gunung dan atau bukit, yang merupakan paparan hutan yang luas.
Teologi lingkungan ini, kembali menjelaskan peranan sentral hutan dan sistem keyakinan Tuhan yang melekat padanya, mewajibkan alam harus dirawat untuk kemaslahatan alam itu sendiri dan keselamatan manusia.
Semoga teologi lingkungan dari Bali ini, meninspirasi tuan dan puan peserta delegasi G20 dalam merumuskan kesepakatan, menyangkut isu krisis lingkungan pada agenda pembahasan materi: EBT ( Enegi Baru Terbarukan), Ekonomi Hijau dan hot issue lainnya yang menyangkut upaya bersama bangsa-bangsa dalam penyelamatan lungkungan, dan meminimalkan BENCANA LINGKUNGAN.
Selamat datang di Bali, semoga alam Nusa Dua (bauran Panca Maha Butha: Pertiwi, Apah, Bayu, Teja dan Akasa) meninspirasi tuan dan puan dalam merumuskan dan menyepakati Kesepatan Bali yang memuat pesan-pesan mencerahkan bagi kepentingan manusia di bumi dan masa depannya.
Jro Gde Sudibya, Ketua FPD ( Forum Penyadaran Dharma), kelompok diskusi intelektual Hindu di Denpasar.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.