Prof. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S

 

Denpasar, (Metrobali.com)

Demi menyelamatkan Bali dari Krisis Air Bersih, maka pemerintah harus menghentikan seluruh aktivitas pembangunan fisik yang mengalihfungsikan hutan lindung dan lahan pertanian. Jika alih fungsi ini dibiarkan terus, maka dalam waktu dekat krisis air di Bali akan semakin parah. Harus segera ada wadah gerakan bersama yang melibatkan semua elemen masyarakat termasuk generasi muda untuk mendorong pemerintah agar menghentikan alih fungsi hutan dan lahan pertanian. Demikian pointers yang mengemuka dari Diskusi Terbatas secara online bertajuk Krisis Air di Bali. Apa Aksinya, Apa Solusinya? Kamis, 27/3/2025. Diskusi ini diinisiasi oleh tokoh dan aktivis Bali Organic Association bekerjasama dengan Paiketan Krama Bali, Maporina Bali dan Yayasan Craddha.

Prof. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S ingatkan Pemimpin Bali mesti lakukan moratorium penebangan hutan dan alih fungsi lahan pertanian.
Narasumber pemantik, ahli lingkungan dan Gurubesar tetap Unud bidang pertanian organik, Prof. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S menegaskan, kondisi ketersediaan air di semua danau di Bali sudah pada titik mengkhawatirkan. “Danau-danau di Bali sudah semakin menyempit karena airnya berkurang, dan semua danau mengalami sedimentasi. Ini disebabkan penebangan hutan dan alih fungsi hutan di sekitar danau yang tidak terkendali. Jika ini dibiarkan tanpa solusi yang nyata, maka dalam waktu tidak terlalu lama kita akan kehilangan sumber air” ujarnya.

Menurut Luh Kartini, data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020, tutupan lahan di Bali hanya sekitar 18 persen. Padahal syarat minimal nya 30 %. Empat Danau dan satu danau kecil sebagai tower Bali bermasalah kelas air sudah kelas 3, sidementasinya tinggi dan penuh gulma sehingga masalah ini akan berpengaruh pada tautan air – ketahanan pangan – energi dengan tata ruang. Usai paparan pemantik dilanjutkn dengan diskusi, saran dan masukan untuk melengkapi narasi gerakan penyelatan air di Bali.

I Wayan Aksara, Tokoh dan Aktivis Lingkungan Salah satu peserta yakni tokoh dan aktivis BumiKita, I Wayan Aksara berharap ada kesatuan dalam gerakan untuk menyamakan visi dan misi menyelamatkan lingkungan Bali termasuk menjaga ketahanan air. “Saya usulkan moratorium alih fungsi hutan, tutupan lahan Bali 30 % itu batas minimal, harusnya lebih dari itu. Jika tidak, maka krisis air bersih di Bali akan semakin parah” ungkapnya.

Rektor Universitas Dwijendra Denpasar, Prof. Dr. Ir. I Gede Sedana, MMA menyatakan, hutan mesti benar-benar dilestarikan untuk ketahanan air sebagaimana visi pembangunan Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bli ada wana kerthi dan danu kerthi. Menurutnya harus ada pengawasan terhadap peraturan tentang hutan desa untuk tujuan produktif baik social forestry maupun agro forestry guna mencegah pelanggaran.

Akademisi dan mantan Bendesa Adat Kedonganan, Dr. I Wayan Mertha, S.E, M.Si
Dr. I Wayan Mertha, S.E, M.Si menilai, kalau benar Bali mengalami krisis air berarti Bali kurang suplai air. Itu artinya antara supplay dan demand tidak seimbang. Ia mempertanyakan kontribusi perusahaan pengguna ABT bagi pelestarian lingkungan khususnya hutan sebagai sumber air. “Seberapa keuntungan dari perusahaan yang menggunakan ABT untuk pelestarian lingkungan ?” tanyanya. I Wayan Mertha memaparkan penglamannya melakukan riset dan mengolah air limbah yang hasilnya bisa dimanfaatkan oleh lapangan golf dan hotel-hotel sehingga tidak ada air yang terbuang percuma. Menurutnya, pemerintah harus tegas, menetapkan mana hutan yang harus dipertahankan guna menjaga supply air seiring makin meningkatnya kebutuhan air bagi pembangunan dan konsumsi penduduk yang terus bertambah.
Prof Arya Thanaya menambahkan, pemerintah harus konsisten menegakkan aturan yang telah dibuatnya misalnya larangan kepada hotel untuk mengambil air bawah tanah (ABT). Menurut Prof Arya, Instlsi Pengolhan Air Limbah (IPAL) mesti dibangun semakin banyak sehingga hasilnya bisa untuk menyiram tanaman untuk mengurangi penggunaan air bersih.

Prof. Arya Thanaya sarankan perbanyak IPAL untuk pemborosan air bersih
Dwi Atmika yang juga Ketua HKTI di Bali dan Ketua Asosiasi Kopi Bali mempertanyakan komitmen kita untuk melestarian sumber air. Pertanyaan mendasar dan penting adalah bagaimana menciptakan air ? “Untuk bisa menciptakan air, saya mengusulkan agar hutan-hutan ditanami kopi karena tanaman kopi memiliki fungsi hidrologi, bisa menahan air. Karena kalau tanam kopi pasti juga menanam tanaman pelindung” usulnya.

Ketum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si
Kurang tegasnya pemerintah daerah menegakkan aturan menjadi keprihatinan Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si. Kata Jondra, peraturan sudah banyak, kaum peduli juga banyak, namun kenapa Satpoll PP diam ketika ada pelanggaran? Jro Mangku Suteja juga mempertanyakan kenapa Satpol PP diam. Saat ada pelanggaran. “Kita boleh dong curiga, kenapa pelanggaran sengaja dibiarkan, apakah justru dimanfaatkan oleh oknum petugas?” tanyanya.

Sementara Dr. I Made Swasti Puja, S.E, M.Fil. H menyatakan perlu mengingatkan pemerintah daerah tentang bhisama Batur Kalawasan. Kutukan pada bhisama Batur Kalawasan itu perlu disosialisasikan agar pemerintah dan siapa pun tidak berani melanggarnya. Ia menyayangkan minimnya implementasi aksi nyata penyelamatan hutan walaupun sudah ada regulasi yang dibuat pemerintah.

A.A. Gde Sutrisna yang juga Sekjen Paiketan Krama Bali planning yang dibuat pemerintah seperti misalnya pemanfaatan tata ruang di Badung itu telah disesuaikan dengan tata ruang karena telah ada forum tata ruang. Terkait dengan air, Junk Sutrisna menyarankan agar dalam diskusi-diskusi selanjutnya melibatkan pejabat di Bali Wilayah Sungai Bali-Penida dan Badan Planologi Kehutanan. Dengan demikian beberapa pertanyaan bisa langsung direspon oleh mereka.

Mutia, salah satu mahasiswa Fakultas Pertanian Unud menyatakan terima kasih atas saran dan masukan para tokoh. “Semua itu demi menjaga masa depan kami, para generasi muda. Saya sendiri cukup prihatin bahwa di antara kita mulai goyah dalam komitmen melestarikan lingkungan ketika melihat uang” ujarnya. Mutia mengusulkan segera ada wadah gerakan bersama yang melibatkan generasi muda untuk mendesak pemerintah agar menghentikan alih fungsi lahan hutan dan lahan pertanian dan pemerintah seharusnya membuat regulisi menyetop alih fungsi lahan.
Pembina Paiketan Krama Bali, Ida Rsi Wisesanatha Salah satu Pembina Paiketan Krama Bali, Ida Rsi Wisesanatha memandang perlunya langkah taktis, strategis dan realistis untuk melakukan aksi menuju solusi agar tidak sekadar basa-basi. Ida Rsi menyarankan agar menggunakan strategi dengan melibatkan sulinggih-sulinggih dan tokoh yang ada di lingkaran kekuasaan di Bali sehingga gerakan penyelamatan hutan dan air benar-benar bisa sukses. Selain itu agar diagendakan rapat dengar pendapat dengan anggota DPRD, baik di provinsi maupun kabupaten/kota (ram).