Bambang Widjojanto 4

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi mempertimbangkan untuk meminta bantuan TNI untuk menghadirkan saksi-saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.

“Kami akan berkomunikasi dengan presiden apakah bisa menggunakan kekuatan lain kalau memang tidak ada jaminan teman-teman di Kepolisian sendiri bisa membantu KPK,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung Ombudsman Jakarta, Kamis (29/1).

Diketahui bahwa KPK sudah memanggil 10 orang saksi, yang sebagian besar adalah anggota aktif Polri dalam kasus ini, namun hanya satu orang yang memenuhi panggilan yaitu Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu.

Namun menurut Bambang, KPK akan meminta bantuan tersebut dengan berhati-hati.

“Pasti KPK harus sangat berhati, sesuai dengan aturan, tidak mau gegabah,” ungkap Bambang.

KPK juga sudah berkomunikasi dengan Wakapolri Komisaris Jenderal Pol Badrodin Haiti mengenai upaya menghadirkan saksi yang dipanggil di KPK.

“Kepada Waka(polri) kemarin sudah ada komunikasi, bersama-sama tapi isunya lain. Kalau tidak salah sudah ada diskusi dengan kompolnas dan Waka. Kita akan menanyakan komitmen dan kesediaan itu,” tambah Bambang.

KPK sudah mengantongi informasi mengenai adanya perintah untuk melarang saksi datang.

“Kami sedang mengklarifikasi katanya ada TR (telegram rahasia) yang (menyatakan) Waka (Polri) itu setuju untuk dipanggil, lalu ada TR lain yang menyatakan tidak perlu datang,” tambah Bambang.

Sehingga bila informasi dalam telegram rahasia menyatakan bahwa ada perintah untuk melarang saksi datang, maka pemberi perintah itu dapat dikenakan pasal menghalang-halangi penyidikan.

“Jadi kalau betul ada informasi seperti itu, berarti memang pelanggaran sebagaimana unsur-unsur pasal 21, 22, 23 UU Tindak Pidana Korupsi yaitu hal-hal yang menghalangi proses penyidikan, tapi sekali lagi kami sedang mengkalrifikasi hal itu,” jelas Bambang.

Saksi-saksi yang dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan adalah Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum (Karorenmin Itwasum) Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto; mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Timur; Wakil Kepala Polres Jombang, Komisaris Polisi Sumardji; Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan; Widyaiswara Madya Sespim Lemdikpol Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung yang merupakan mantan Kapolda Bangka Belitung; anggota Polres Bogor Brigadir Polisi Triyono dan pihak swasta Liliek Hartati.

Hari ini KPK juga memeriksa mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Partai Hanura Susaningtyas NH Kertopati yang juga adalah sepupu Budi Gunawan, seorang ibu rumah tangga Sintawati Soedarno Hendroto dan pegawai negeri sipil Tossin Hidayat.

Susaningtyas diketahui tidak dapat memenuhi panggilan karena sedang diare.

Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. AN-MB