ketua_bpk_hadi_poernomo

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menjadwalkan pemanggilan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi.

“Hari ini HP (Hadi Poernomo) dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis (12/3).

Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

KPK pernah memanggil Hadi pada 5 Maret 2015 tapi Hadi tidak memenuhi panggilan tersebut. Hadi mengirimkan surat mengenai ketidakhadirannya tersebut. Hingga saat ini Hadi juga belum datang ke KPK.

“Tadi katanya yang bersangkutan mengirimkan surat kepada penyidik, hanya saya belum tahu alasan ketidakhadirannya,” kata Priharsa pada Kamis (5/3).

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014 ketika kasus terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004, namun Hadi belum pernah diperiksa sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. AN-MB