Denpasar  (Metrobali.com)-

Sampai bulan ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menerima pengaduan publik mencapai 39.302. Di mana pengaduan masyarakat paling banyak ditunjukan pada program tayangan berita.  Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPI Pusat, Jakarta, Ezki Suyanto pada kegiatan sosialisasi Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terkait “Peran Serta Lembaga Penyiaran dalam Penghormatan Penggunaan Simbul-Simbul Keagamaan” di ruang rapat Bappeda Bali, Rabu (31/10) kemarin

Ezki Suyanto mengatakan pengaduan publik sebanyak 29.370 atau sekitar 80 persen terkait katagori tema Rohis (Kerohanian Islam) serta, Terorisme, dan PSSI sebanyak 3.287 pengaduan, dan pencemaran nama baik atau foto (1.897), format acara (904), tidak mendidik (450), busana yang tidak pantas (260), kaidah jurnalistik (247), jam tayang (247), kekerasaan (192) dan pelecehan seksual sebanyak 184 pengaduan.

Atas pengaduan publik itu, katanya, pihaknya telah memberikan sanksi berupa imbauan serta peringatan kepada lembaga penyiaran yang terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran. Bentuk sanksinya ada berupa teguran, penghentian sementara, pengurangan durasi berjumlah 78 surat, 21 surat imbauan dan 25 surat peringatan. “Saat ini, KPI Pusat sudah melakukan pemantauan langsung selama 24 jam perhari terhadap lembaga penyiaran yang bersiaran secara nasional,” katanya.

Lebih jauh, Ezki mengingatkan agar segenap lembaga penyiaran selalu berhati-hati dalam menyiarkan persoalan yang berkait dengan agama maupun budaya. Pasalnya, permasalahan agama dan budaya ini merupakan hal yang sangat sensitif di Indonesia. “Tanyakanlah kepada ahlinya jika ingin menanyakan materi siaran yang berkaitan dengan agama. Sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” ingatnya.

Sementara itu, Ketua KPID Bali, Komang Suarsana, mengatakan bahwa pengaduan publik terhadap lembaga penyiaran yang diterima KPID Bali relatif rendah. Hanya berkisar dari lima sampai 10 pengaduan perbulan. Pada umumnya, pengaduan publik itu terkait masalah materi siaran televisi seperti sinetron yang dinilai melecehkan agama, siaran berisikan adegan kekerasan, pakaian yang tidak senonoh dan sebagainya. “Rendahnya pengaduan publik ini karena mayoritas lembaga penyiaran lokal di Bali sudah taat aturan,” katanya.

Lebih jauh, dia menambahkan bahwa pengaduan publik yang masuk justru lebih banyak ditujukan kepada lembaga penyiaran nasional. Dalam rangka mengantisipasi pengaduan publik terhadap lembaga penyiaran terhadap simbol keagamaan, pihaknya pun secara khusus mengadakan kegiatan sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Melibatkan narasumber seperti KPI Pusat serta PHDI Pusat, PHDI Bali dan praktisi hukum. “Guna mencegah pelecehan agama dan simbol agama dalam siaran di media massa khususnya televisi,” tegasnya. IJA-MB