Pertemuan para petani dengan pendamping dari KPA wilayah Bali, Kamis (21/11) siang.

Denpasar, (Metrobali.com)-

Konflik agraria antara PT Ubud Resort dengan petani Dusun Selasih, Payangan Ubud, Gianyar, Bali Selasa (19/11) direspon Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pusat. Dalam siaran persnya, Kamis (21/11) Sekjen KPA Dewi Kartika menyatakan KPA mengecam keras perlakuan pihak perusahaan yang telah banyak merugikan para petani. Belum lagi, konflik itu disertai intimidasi yang menimbulkan keresahan di pihak warga Dusun Selasih. KPA juga meminta kepada Pemprov Bali segera menertibkan pihak perusahaan dan segera melaksanakan penyelesaian konflik dan redistribusi tanah di Bali salah satunya di Dusun Selasih, Gianyar.

KPA sambung Dewi Kartika juga mengingatkan kembali komiten Pemprov Bali untuk melaksanakan penyelesaian konflik agraria di Bali dalam “Lokakarya Percepatan Penyelesaian Konflik Pertanahan dalam Kerangka Reforma Agraria di Provinsi Bali” pada tanggal 4 Juli 2019. “Pemprov Bali juga menyatakan akan melepaskan tanah-tanah aset mereka sebagai objek reforma agraria,” kata Dewi Kartika.

“KPA juga menyerukan kepada seluruh organisasi tani dan elemen gerakan reforma agraria lainnya agar terus mendorong dan mengawal pelaksanaan reforma agraria dari nasional hingga daerah,” Sambung Dewi Kartika.

Sementara itu Dewan Penasihat KPA Bali, Agus Samijaya berharap negara melalui pemerintahan propinsi dan Kabupaten harus hadir untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut dengan memberkan hak atas tanah kpd para petani sesuai amanat UUD 45 pasal 33, UUPA No. 5 /1960, PP No. 11 / 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar serta Perpres No. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agratia.

Seperti diketahui, PT Ubud Resort Duta Development kembali mengintimidasi petani penggarap di Dusun Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa malam ( 19/11) di mana pihak perusahaan secara sepihak memaksa memasukkan dua ekskavator ke lahan pertanian warga. Tindakan tersebut didasari pengakuan pihak perusahaan yang menyatakan bahwa tanah yang digarap petani tersebut berada dalam wilayah Hak Guna Bangunan (HGB) mereka. Ini kali kedua PT Ubud Resort mengintimidasi para petani penggarap di Dusun Selasih dalam dua bulan terakhir. Sebelumnya, PT Ubud Resort membabat habis tanaman pisang para petani seluas 15 hektar yang dikelola oleh 10 keluarga petani. Peristiwa tersebut menimbulkan kerugian materil karena kehilangan mata pencarian utama mereka.

Tanah pertanian seluas 144 hektar yang diklaim PT Ubud Resort tersebut awalnya merupakan tanah Puri Payangan yang telah diserahkan kepada para petani jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dan sudah digarap secara turun-temurun. Bahkan beberapa petani penggarap sudah memiliki bukti hak milik atas tanah yang mereka garap tersebut. Namun pada tahun 1997, pihak Puri menjualnya ke pihak perusahaan. Meski begitu, PT Ubud Resort tidak pernah menguasai atau memanfaatkannya sampai saat ini.

Sebab itu, tindakan yang dilakukan PT Ubud Resort merupakan perbuatan melawan hukum karena sejatinya tanah yang mereka klaim tersebut telah berstatus sebagai tanah terlantar sesuai Peraturan Pemerintah No. 11/2010 .tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, sehingga tanah tersebut kembali dikuasai secara langsung oleh negara.

Sebab itu, PT Ubud Resort tidak memiliki hak penguasan apapun di atas tanah-tanah garapan petani tersebut. Karena itu, sesuai amanat Peraturan Presiden No. 86 tentang Reforma Agraria, pemerintah berkewajiban meredistribusikan tanah tersebut kepada petani penggarap. (NT-MB)