Kota Denpasar dan Pemda Bali Perlu Mengklarifikasi Status HGB Sempadan PANTAI KEK Pulau Serangan
Denpasar, (Metrobali.com)
Sempadan pantai berdasarkan Undang Undang Tata Ruang berfungsi lindung, sehingga sertifikasi terhadap pantai dan juga lautan dangkal di sekitarnya, punya potensi tinggi melanggar aturan hukum.
Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, Senin 27 Januari 2025.
Dikatakan، Kodya Denpasar dan jug Pemda Bali mesti melakukan koreksi. Pura Sakenan, termasuk Kahyangan Jagat, sudah semestinya Bhisama Kesucian Pura PHDI yang telah menjadi aturan formal dalam Perda RTRW Bali, semestinya menjadi rujukan dalam penentuan peruntukan kawasan di Pulau Serangan.
“Sudah tentu umat “sejebag” Bali, yang masih tetap setia menjaga kawasan suci hutama mandala Pura Sakenan, yang diwariskan oleh pakulun Dang Hyang Dwijendra dan Mpu Astapaka, tetap terjaga keasrian dan kesuciannya,” kata I Gde Sudibya.
Menurutnya, berangkat dari tradisi, dan juga keyakinan “kecemeran” ring hulu, bisa berdampak negatif buat kehidupan masyarakat sekala lan niskala, dewasa ini dan ke depan.
“Kita menginginkan Kodya Denpasar dan Pemda bersikap bijak dalam menyelesaikan kasus ini, dan tetap menonjolkan dipatuhinya aturan hukum,” katanya.
Dikatakan, Desa Adat dan MDA tidak punya kewenangan dalam peruntukan ruang. RTRW Bali, dan RTRW Kodya yang punya kewenangan, tetap merujuk UU di atasnya, misalnya UU Tata Ruang.
Dikatakan, kalau KEK Serangan sebagai PSN, berdasarkan Perpres misalnya, tetap mengikuti aturan hukum di atasnya. Jika merujuk ke UU Cipta Kerja tahun 2020 yang sarat kontroversi dan sangat liberal, stake holders yang merasa dirugikan bisa saja melakukan clash action terhadap proyek ini. Rasanya ini “dauh ayu” bagi masyarakat untuk melindungi alam Bali dan kepentingan kulturalnya.
Menurutnya, perubahan bentang alam, membawa konsekuensi serius tidak saja dari aspek ruang, keberlanjutan dan keselamatannya. Tetapi juga dari sistem kepercayaan -belief system- masyarakat Bali, tindakan tidak akurat yang merubah bentung alam, punya risiko “sekala lan niskala”.
“Perubahan nama laut Serangan dengan nama lainnya, patut disesalkan, perlu dikembalikan ke nama semula, karena di belakang nama tersirat sejarah, makna, identitas dan bahkan kebanggaan bagi warga penghuninya,” kata I Gde Sudibya.
Jurnalis : Sutiawan