Keterangan foto: Anggota Fraksi Golkar DPR RI dapil Bali, Gde SumarjayaLinggih alias Demer yang juga pengurus DPP Partai Golkar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Gubernur dan Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023, Dr. I Wayan Koster dan Dr. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Cok Ace) mengawali hari pertama kepemimpinannya usai sidang paripurna acara serah terima jabatan (sertijab) di DPRD Bali, Sabtu (8/9/2018). Terkait hal ini anggota Fraksi Golkar DPR RI dapil Bali, Gde SumarjayaLinggih alias Demer mengakui Fraksi Golkar di DPRD Bali akan tetap kritis mengawalnya jalan pemerintahan Koster- Cok Ace.

“Kalau program yang bagus kita dukung. Kalau ada penyimpangan di jalan, kami tetap kritis, objektif dan profesional,” kata Demer saat ditemui usai menghadiri sertijab Koster dan Cok Ace ini.

Dikatakan Visi misi yang disampaikan Koster dalam pidato  pertamanya sangat  bagus  dan sempurna. “Golkar sangat mendukung program tersebut , namun jika ada  kekeliruan/penyimpangan dalam pelaksanaannya dilapangan Golkar akan menyikapi dengan profesional,” kata Sumarjaya Linggih.

Politisi Golkar asal Desa Tajun, Buleleng itu menambahkan sikap kritis Golkar tentu didasarkan pada kritik membangun untuk kepentingan masyarakat luas. Sebab salah satu tugas partai politik (parpol) adalah mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Seperti diketahui dalam Pilgub Bali 2018 lalu, Partai Golkar menjadi lawan politik Koster-Cok Ace. Sebab partai berlambang pohon beringin itu mengusung pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta).

Sayangnya jagoan Golkar harus mengakui keunggulan Koster-Cok Ace yang diusung PDI P itu dengan perolehan 1.213.075 suara atau 57,68 persen. Sementara Mantra-Kerta hanya memperoleh 889.930 suara atau 42,32 persen.

Namun Demer mengingatkan perbedaan dalam Pilgub Bali yang telah berlalu adalah dinamika demokrasi, bukan berarti permusuhan atau perang. Namun adalah sebuah pesta demokrasi yang mestinya semua indah pada waktunya.

Akan ada kontestasi lagi lima tahun ke depan dan bisa lahir pemimpin baru jika ada kekecewaan masyarakat terhadap pemimpin saat ini. “Sekarang karena sudah selesai dan itu pilihan rakyat. Jadi kami siap mendukung baik di provinsi maupun kabupaten/kota,” tandas Demer yang juga Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Bali-NTB-NTT DPP Golkar itu.

Jika dilihat dari komposisi perolehan kursi di DPRD Bali hasil Pileg 2014, selaku pengusung utama  Koster- Cok Ace,  PDI P  sangat mendominasi dengan perolehan 24 kursi dari total 55 kursi DPRD Bali. Disusul Partai Golkar dengan 11 kursi, Partai Demokrat delapan kursi, Partai Gerindra tujuh kursi, Partai NasDem dua kursi, dan PAN, PKPI, Hanura, masing-masing satu kursi.

Berkaca pada Pilgub Bali 2018, maka koalisi pengsungKoster-Cok Ace (PDIP, Hanura, PAN, PKPI) punya kekuatan 27 kursi. Sementara Koalisi Rakyat Bali (Golkar, Demokrat, Gerindra dan NasDem) punya kekuatan 28 kursi. Dengan komposisi yang berimbang seperti itu fungsi kontrol anggota Dewan di Renon terhadap kepemimpinan Koster-Cok Ace semestinya bisa berjalan seimbang.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pidato resmi pertamanya di sidang paripurna acara serah terima jabatan (sertijab) di DPRD Bali, Sabtu (8/9/2018), Gubernur Bali periode 2018-2023, Dr. I Wayan Koster memaparkan berbagai program pembangunan Bali di segala aspek. Meliputi bidang pendidikan, ekonomi, pariwisata, ketenagakerjaan, pembangunan infrastruktur, pertanian, pelestarian lingkungan, pelestarian seni adat budaya, agama, kesejahteraan sosial serta aspek lainnya.

“Saya tidak ada agenda 100 hari. Yang adalah agenda yang harus kita laksanakan dalam lima tahun ke depan. Ada yang bisa selesai satu bulan, enam bulan, satu tahun dan seterusnya,” kata Koster kepada wartawan usai menyampaikan pidatonya.

Pewarta : Widana Daud

Editor   : Whraspati Radha