Denpasar, (Metrobali.com)

Calon Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengisyaratkan bahwa kebijakan Keluarga Berencana (KB) nasional yang membatasi jumlah anak hingga dua, tidak akan berlaku di Bali.

Menurut Koster, kebijakan ini tidak selaras dengan tradisi dan budaya Bali yang mengharuskan minimal empat anak dalam keluarga.

“Bali memiliki tradisi unik dalam keluarga, di mana penamaan anak mengikuti urutan kelahiran. Anak pertama disebut Wayan, Putu, atau Gede; anak kedua Made, Nengah, atau Kadek; anak ketiga Nyoman atau Komang; dan anak keempat Ketut,” jelasnya, Jumat (13/9/2024) di Denpasar.

Ilustrasi : keluarga Bali yang melahirkan Nyoman dan Ketut bakal dapat insentif dari Koster

Koster menegaskan bahwa jika terpilih, ia akan memperkenalkan program insentif bagi keluarga yang memiliki lebih dari dua anak, terutama untuk anak ketiga dan keempat.

“Saya akan berkampanye ke desa-desa. Bagi keluarga yang menambah anak Nyoman atau Ketut akan mendapatkan insentif,” ungkap Koster.

Ia menjelaskan, bentuk insentif nantinya akan disesuaikan dengan proses kelahiran, misalnya bagi ibu yang melahirkan melalui operasi Caesar.

Menurut Koster, program ini bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan jumlah gender di Bali.

“Saat ini, populasi perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Di Bali, jumlah laki-laki sekitar 49 persen dan perempuan 50 persen. Secara nasional, perempuan juga mendominasi dengan perbandingan laki-laki 48 persen,” tambahnya.

Meski begitu, Koster menegaskan bahwa program ini tidak boleh disalahartikan sebagai dorongan untuk poligami.

“Jangan salah tafsir. Jika ada istri yang setuju dimadu, itu kembali ke kesepakatan mereka, tetapi itu bukan bagian dari program kami,” tegasnya.

Sebagai perbandingan, Koster menyebut Jepang, yang saat ini menghadapi krisis populasi. Negara tersebut bahkan menawarkan insentif bagi pendatang yang bersedia menetap di Jepang, meskipun dengan persyaratan tertentu.

Koster juga menyinggung kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia baru-baru ini, yang disambut antusias oleh masyarakat. “Paus Fransiskus bahkan terkesan melihat masih ada keluarga di Indonesia yang memiliki lebih dari satu anak,” tutupnya.

(Jurnalis : Tri Widiyanti)