Denpasar (Metrobali.com)-

Kasus korupsi pengelolaan lahan parkir kendaraan bermotor di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, yang merugikan keuangan negara senilai Rp28,01 miliar mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa (7/1).

Dalam sidang perdana itu, dua terdakwa, yakni Mikhael Maksi (manajer operasional PT Penata Sarana Bali, salah satu rekanan PT Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai) dan Rudi Johnson Sitorus (staf Administasi PT Penata Sarana Bali) didakwa dengan pasal berlapis.

Kedua terdakwa yang ditangkap oleh Kejaksaan Agung itu dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana kurungan paling lama 20 tahun penjara.

Persidangan yang diketuai oleh Gunawan Tribudiono itu sempat terhenti karena terdakwa tidak didampingi penasihat hukum. Namun beberapa saat kemudian, terdakwa didampingi penasihat hukumnya, I Ketut Wijaya.

Untuk persidangan selanjutnya akan dilanjutkan pada Rabu, 15 Januari dengan agenda mendengarkan saksi-saksi.

Selain Mikhael Maksi dan Rudi Johnson Sitorus, kasus itu menyeret Direktur Utama dan General Manager PT Penata Sarana Bali, yakni Chris Sridana dan Indrapura Barnoza. Keduanya disidangkan dalam berkas perkara terpisah.

Kasus yang diduga merugikan keuangan negara senilai Rp28,01 miliar tersebut Chris Sridana memerintahkan kepada Mikhael dan Rudi untuk memanipulasi sistem komputerisasi parkir sehingga dapat memotong pendapatan yang seharusnya dilaporkan kepada PT Angkasa Pura I sebagai pengelola penuh Bandara Ngurah Rai.

Selama periode 1 November 2009-8 Desember 2011 pendapatan dari pengelolaan parkir bandara itu mencapai Rp29,27 miliar. Namun perusahaan tersebut hanya menyetorkan Rp8,45 miliar kepada Angkasa Pura sehingga ada selisih Rp20,82 miliar.

Pada periode Oktober 2008-Oktober 2009 pendapatan parkir bandara itu mencapai Rp10,52 miliar, namun yang disetorkan hanya Rp3,34 miliar sehingga ada selisih Rp7,18 miliar. AN-MB